Perubahan Statuta UI Berisiko Panjang bagi Demokrasi Indonesia
Rabu, 21 Juli 2021 - 20:34 WIB
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengubah statuta UI (Universitas Indonesia) dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 75 Tahun 2021. Lewat beleid ini, Jokowi tidak melarang lagi Rektor UI merangkap jabatan sebagai komisaris atau direksi pada BUMN maupun BUMD atau swasta.
Ketua Komisi X DPR RI , Syaiful Huda mengatakan, pihaknya memberikan sejumlah catatan terhadap kebijakan Jokowi tersebut. Pertama, sebagai institusi pendidikan, kampus idealnya merupakan kekuatan yang otonom dan tidak menjadi bagian dari pemerintahan.
"Kampus harus tetap menjadi kekuatan kritis, kampus tetap harus menjadi ruang demokrasi karena Indonesia ini menganut sistem demokrasi yang menyaratkan adanya kekuatan kritis yang sesungguhnya itu diwakili kampus," kata Huda, Rabu (21/7/2021).
Baca juga: Presiden Jokowi Revisi PP tentang Statuta UI
Kedua, relasi kampus dan pemerintahan sejatinya harus dipisahkan. Dengan begitu, seluruh civitas akademika kampus, termasuk rektorat dan sebagainya tidak boleh menjadi bagian penyelenggara negara karena dapat mereduksi peran kampus sebagai kekuatan kritis.
"Ketiga, dengan keluarnya PP ini, ya secara pragmatis artinya menuntaskan perdebatan yang hari ini sedang terjadi di ruang publik antara boleh dan tidak boleh (rektor UI menjadi komisaris BUMN), walaupun bukan menjadi jawaban terkait relasi kampus dan pemerintah yang harus dipisahkan dan kampus sebagai kekuatan otonom," katanya.
Dalam catatan terakhirnya, Huda menyatakan, perubahan statuta UI menjadi wujud keinginan pemerintahan Jokowi yang menghendaki relasi antara kampus dan pemerintahan tidak dipisahkan. "Kita tidak bisa berbuat banyak, kita hanya akan lakukan evaluasi sampai akhir pemerintahan Jokowi dan nanti kita lakukan terobosan supaya ideal," katanya.
Baca juga: Rangkap Jabatan Jadi Komisaris BRI, Rektor UI Disebut Langgar Statuta
"Apa yang kita harapkan Indonesia sebagai negara demokrasi dan kampus menjadi salah satu institusi yang bisa memerankan kekuatan kritis bisa berjalan. Nanti kita lihat revisinya dan regulasinya seperti apa," kata Huda.
Meski mengaku tak ingin masuk dalam perdebatan yang sifatnya teknis, tapi Huda menegaskan bahwa kebijakan Jokowi menjadikan kampus sebagai kekuatan kritis tidak tercapai. "Jadi ya sekali lagi, rezim pemerintahan ini maunya begini relasinya dan nanti akan kita evaluasi negatif positifnya walaupun dengan relasi ini artinya menjadikan kampus sebagai kekuatan kritis tidak bisa kita capai dan berisiko jangka panjang terhadap kesehatan demokrasi," kata Huda.
Lihat Juga: Tom Lembong Ditahan Kejagung, Pakar Ingatkan Omongan Jokowi Minta Kebijakan Jangan Dikriminalisasi
Ketua Komisi X DPR RI , Syaiful Huda mengatakan, pihaknya memberikan sejumlah catatan terhadap kebijakan Jokowi tersebut. Pertama, sebagai institusi pendidikan, kampus idealnya merupakan kekuatan yang otonom dan tidak menjadi bagian dari pemerintahan.
"Kampus harus tetap menjadi kekuatan kritis, kampus tetap harus menjadi ruang demokrasi karena Indonesia ini menganut sistem demokrasi yang menyaratkan adanya kekuatan kritis yang sesungguhnya itu diwakili kampus," kata Huda, Rabu (21/7/2021).
Baca juga: Presiden Jokowi Revisi PP tentang Statuta UI
Kedua, relasi kampus dan pemerintahan sejatinya harus dipisahkan. Dengan begitu, seluruh civitas akademika kampus, termasuk rektorat dan sebagainya tidak boleh menjadi bagian penyelenggara negara karena dapat mereduksi peran kampus sebagai kekuatan kritis.
"Ketiga, dengan keluarnya PP ini, ya secara pragmatis artinya menuntaskan perdebatan yang hari ini sedang terjadi di ruang publik antara boleh dan tidak boleh (rektor UI menjadi komisaris BUMN), walaupun bukan menjadi jawaban terkait relasi kampus dan pemerintah yang harus dipisahkan dan kampus sebagai kekuatan otonom," katanya.
Dalam catatan terakhirnya, Huda menyatakan, perubahan statuta UI menjadi wujud keinginan pemerintahan Jokowi yang menghendaki relasi antara kampus dan pemerintahan tidak dipisahkan. "Kita tidak bisa berbuat banyak, kita hanya akan lakukan evaluasi sampai akhir pemerintahan Jokowi dan nanti kita lakukan terobosan supaya ideal," katanya.
Baca juga: Rangkap Jabatan Jadi Komisaris BRI, Rektor UI Disebut Langgar Statuta
"Apa yang kita harapkan Indonesia sebagai negara demokrasi dan kampus menjadi salah satu institusi yang bisa memerankan kekuatan kritis bisa berjalan. Nanti kita lihat revisinya dan regulasinya seperti apa," kata Huda.
Meski mengaku tak ingin masuk dalam perdebatan yang sifatnya teknis, tapi Huda menegaskan bahwa kebijakan Jokowi menjadikan kampus sebagai kekuatan kritis tidak tercapai. "Jadi ya sekali lagi, rezim pemerintahan ini maunya begini relasinya dan nanti akan kita evaluasi negatif positifnya walaupun dengan relasi ini artinya menjadikan kampus sebagai kekuatan kritis tidak bisa kita capai dan berisiko jangka panjang terhadap kesehatan demokrasi," kata Huda.
Lihat Juga: Tom Lembong Ditahan Kejagung, Pakar Ingatkan Omongan Jokowi Minta Kebijakan Jangan Dikriminalisasi
(abd)
tulis komentar anda