Dijatuhi Sanksi, Penyidik KPK Singgung Penderitaan Korban Korupsi Bansos Covid-19
Selasa, 13 Juli 2021 - 11:05 WIB
JAKARTA - Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjatuhkan sanksi terhadap dua penyidik KPK yang menangani kasus korupsi pengadaan Bansos Covid-19 . Kedua penyidik yang dijatuhi sanksi tersebut yakni Mochamad Praswad Nugraha dan Muhammad Nor Prayoga.
Mochamad Praswad Nugraha disanksi potong gaji sebesar 10 persen selama enam bulan. Sedangkan Muhammad Nor Prayoga, disanksi pelanggaran ringan berupa teguran yang berlaku selama tiga bulan. Keduanya disanksi karena dianggap telah melanggar kode etik, yakni berupa perundungan dan pelecehan terhadap saksi Agustri Yogasmara (Yogas).
Menurut Praswad, sanksi berupa potongan gaji sebesar 10 persen selama enam bulan terhadap dirinya tidak seberapa dibanding penderitaan para korban korupsi pengadaan Bansos Covid-19. Sanksi tersebut, kata Praswad, bukan sesuatu yang luar biasa.
"Kami menegaskan hukuman terhadap kami bukanlah sesuatu yang luar biasa dibandingkan dengan penderitaan dari para korban bansos, korban PHK, rekan-rekan disabilitas. Para korban tersebut merupakan rakyat yang dirampas hak-haknya dengan cara melawan hukum dan tidak manusiawi akibat korupsi Bansos Covid19," kata Praswad melalui keterangan resminya, Selasa (13/7/2021).
Praswad menilai pelaporan Agustri Yogasmara terhadap dia dan rekannya merupakan salah satu bentuk serangan balik dalam upaya memberantas korupsi. Serangan balik tersebut, kata dia, bukan hal baru dan sudah menjadi risiko dalam upaya membongkar kasus pengadaan Bansos Covid-19 yang lebih besar.
"Laporan terhadap kami bukanlah hal baru dan merupakan risiko dari upaya kami membongkar kasus korupsi paket sembako Bansos dengan anggaran Rp6,4 triliun, yang dilakukan secara keji di tengah bencana Covid-19," terangnya.
Lebih lanjut, Praswad berpandangan bahwa dalam pembacaan putusan Dewas, terdapat potongan kata-kata yang dilepaskan dari konteks kejadian secara keseluruhan. Beberapa potongan yang dilepaskan dari konteksnya tersebut antara lain, suasana dan intonasi saat komunikasi tersebut dilakukan.
Kemudian, sambungnya, latar belakang dialog yang terjadi antara 3 sampai 4 jam sebelumnya. Selanjutnya, upaya peringatan agar saksi tidak melanggar pasal pemidanaan karena memberikan keterangan yang tidak sesuai dengan barang bukti lainnya. "Peringatan tersebut muncul sebagai upaya kami untuk menghentikan adanya ancaman yang dilakukan oleh Agustri Yogasmara terhadap saksi lainnya, serta teknik-teknik interogasi dalam penyidikan."
Atas dasar itu, Praswad berharap tidak ada lagi rekan-rekan penyidik lainnya yang menjadi korban dalam upaya pemberantasan korupsi. Sebab, apa yang dialami dirinya dan Nor Prayoga merupakan bagian dari serangan balik dalam pengungkapan aktor-aktor lain di kasus korupsi pengadaan Bansos Covid-19.
"Dan kami mohon Dewas KPK secara konsisten dapat menjadi lentera keadilan terhadap berbagai dugaan pelanggaran etik serta tindakan koruptif yang benar-benar merusak KPK dan merusak Indonesia," pungkasnya.
Mochamad Praswad Nugraha disanksi potong gaji sebesar 10 persen selama enam bulan. Sedangkan Muhammad Nor Prayoga, disanksi pelanggaran ringan berupa teguran yang berlaku selama tiga bulan. Keduanya disanksi karena dianggap telah melanggar kode etik, yakni berupa perundungan dan pelecehan terhadap saksi Agustri Yogasmara (Yogas).
Menurut Praswad, sanksi berupa potongan gaji sebesar 10 persen selama enam bulan terhadap dirinya tidak seberapa dibanding penderitaan para korban korupsi pengadaan Bansos Covid-19. Sanksi tersebut, kata Praswad, bukan sesuatu yang luar biasa.
"Kami menegaskan hukuman terhadap kami bukanlah sesuatu yang luar biasa dibandingkan dengan penderitaan dari para korban bansos, korban PHK, rekan-rekan disabilitas. Para korban tersebut merupakan rakyat yang dirampas hak-haknya dengan cara melawan hukum dan tidak manusiawi akibat korupsi Bansos Covid19," kata Praswad melalui keterangan resminya, Selasa (13/7/2021).
Praswad menilai pelaporan Agustri Yogasmara terhadap dia dan rekannya merupakan salah satu bentuk serangan balik dalam upaya memberantas korupsi. Serangan balik tersebut, kata dia, bukan hal baru dan sudah menjadi risiko dalam upaya membongkar kasus pengadaan Bansos Covid-19 yang lebih besar.
"Laporan terhadap kami bukanlah hal baru dan merupakan risiko dari upaya kami membongkar kasus korupsi paket sembako Bansos dengan anggaran Rp6,4 triliun, yang dilakukan secara keji di tengah bencana Covid-19," terangnya.
Lebih lanjut, Praswad berpandangan bahwa dalam pembacaan putusan Dewas, terdapat potongan kata-kata yang dilepaskan dari konteks kejadian secara keseluruhan. Beberapa potongan yang dilepaskan dari konteksnya tersebut antara lain, suasana dan intonasi saat komunikasi tersebut dilakukan.
Kemudian, sambungnya, latar belakang dialog yang terjadi antara 3 sampai 4 jam sebelumnya. Selanjutnya, upaya peringatan agar saksi tidak melanggar pasal pemidanaan karena memberikan keterangan yang tidak sesuai dengan barang bukti lainnya. "Peringatan tersebut muncul sebagai upaya kami untuk menghentikan adanya ancaman yang dilakukan oleh Agustri Yogasmara terhadap saksi lainnya, serta teknik-teknik interogasi dalam penyidikan."
Atas dasar itu, Praswad berharap tidak ada lagi rekan-rekan penyidik lainnya yang menjadi korban dalam upaya pemberantasan korupsi. Sebab, apa yang dialami dirinya dan Nor Prayoga merupakan bagian dari serangan balik dalam pengungkapan aktor-aktor lain di kasus korupsi pengadaan Bansos Covid-19.
"Dan kami mohon Dewas KPK secara konsisten dapat menjadi lentera keadilan terhadap berbagai dugaan pelanggaran etik serta tindakan koruptif yang benar-benar merusak KPK dan merusak Indonesia," pungkasnya.
(zik)
Lihat Juga :
tulis komentar anda