Aplikasi Pelacak Covid-19, Efektifkah?
Sabtu, 26 Juni 2021 - 07:00 WIB
Kondisi di RSDC menggambarkan fasilitas kesehatan (faskes) dan pusat karantina sudah memilah-milah pasien yang akan diterima. Kepala Bidang Penanganan Kesehatan Satgas Penanganan Covid-19 Alexander K Ginting mengatakan pasien-pasien dengan gejala sedang berat harus segera mendapatkan pelayanan kesehatan di RS. Sementara itu pasien dengan gejala ringan isolasi mandiri di rumah atau pusat karantina yang disediakan pemerintah.
Purnawirawan TNI bintang satu itu mengungkapkan beberapa strategi penanganan pasien Covid-19 yang tengah melonjak ini. Pertama, RS diminta menambah tempat tidur dan ICU untuk perawatan pasien Covid-19. Misalnya RS dengan bed occupancy rate (BOR) di bawah 60% harus menambah 20% tempat tidur untuk rawat inap dan 10% untuk ICU Covid-19.
Kemudian yang BOR-nya 60–80% mengubah 30% ruang rawat inap dan 15% ICU untuk penanganan pasien Covid-19. RS yang BOR-nya sudah di atas 80% harus mengonversi 40% tempat tidur rawat inap dan 25% ICU untuk pasien Covid-19. Pemerintah pusat sendiri sudah menetapkan tiga RS di bawah kendali Kementerian Kesehatan (Kemenkes), yakni RS Persahabatan, RS Fatmawati, dan RS Sulianti Saroso, untuk 100% menangani pasien Covid-19.
“Artinya orang-orang sakit biasa yang ke Fatmawati pindah (dulu) ke yang lain. Jadi yang ke Fatmawati hanya untuk Covid-19 atau dengan komorbid. Strategi berikutnya SDM. SDM ini penting, (harus) ada dokter, perawat, farmasi, dan sebagianya. Itu (harus) mengatur jadwal dan beban kerja, kapan naik, turun, dan istirahat,” ujarnya saat dihubungi KORAN SINDO, Jumat (25/6/2021).
Kemudian pemerintah daerah (pemda) atau RS harus menyiapkan akomodasi, alat pelindung diri (APD), dan tes swab berkala untuk para tenaga kesehatan (nakes). Menurut Alex––sapaan akrab Alexander––, pemerintah juga akan menyiapkan logistik seperti obat-obatan Covid-19 dan non-Covid-19 untuk tiga bulan ke depan.
“Kemudian rumah sakit mulai dari UGD harus bisa melakukan pembagian mana yang gejala ringan, sedang, berat, dan kritis. Ini semua dibagi-bagi untuk bisa menentukan area perawatannya. Tapi sebenarnya rumah sakit ini bisa berkurang bebannya kalau di hulunya (kasus positif) turun,” tuturnya.
Kasus positif Covid-19 di Indonesia terus menanjak setelah sempat stabil di kisaran 4.000–7.000 per hari sebelum Lebaran walaupun itu tidak juga bisa disebut sedikit. Dalam seminggu terakhir, kasus positif selalu di atas 12.000 kasus per hari. Alex menegaskan segala aturan yang tertera dalam Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro harus dipatuhi masyarakat.
“Mereka yang tidak patuh diberi tindakan yang keras. Kasus sudah tembus 20.000 dan kematian 355 (jiwa), kita harus serius. Enggak boleh main-main lagi. Kalau di rumah, harus di rumah. Kalau ada yang keluar, kalau perlu ada tongkat untuk menghalau mereka. Kecuali mereka yang perlu makan dan obat itu harus difasilitasi,” jelasnya.
Posko-posko terpadu yang di ada di setiap desa diharapkan aktif memantau kesehatan masyarakat. Jika ada yang positif dan mengalami pemburukan, segera dibawa ke RS. Alexander mengatakan pentingnya pelacakan terhadap orang-orang yang diduga terpapar. Dia mengklaim pelacakan ini sempat lumayan baik ketika dipegang Satgas Penanganan Covid-19.
Saat itu Satgas dengan bantuan relawan sudah bisa melakukan pelacakan 1:8 orang. Artinya bila ada 1 orang positif bisa dilacak 8 orang yang kontak erat. Menurutnya pelacakan saat ini di bawah kendali Kemenkes menurun agresivitasnya. Padahal idealnya pelacakan ini 1:30 orang. Namun Alexander memahami penurunan ini karena beban kerja di puskesmas-puskesmas juga cukup berat.
Purnawirawan TNI bintang satu itu mengungkapkan beberapa strategi penanganan pasien Covid-19 yang tengah melonjak ini. Pertama, RS diminta menambah tempat tidur dan ICU untuk perawatan pasien Covid-19. Misalnya RS dengan bed occupancy rate (BOR) di bawah 60% harus menambah 20% tempat tidur untuk rawat inap dan 10% untuk ICU Covid-19.
Kemudian yang BOR-nya 60–80% mengubah 30% ruang rawat inap dan 15% ICU untuk penanganan pasien Covid-19. RS yang BOR-nya sudah di atas 80% harus mengonversi 40% tempat tidur rawat inap dan 25% ICU untuk pasien Covid-19. Pemerintah pusat sendiri sudah menetapkan tiga RS di bawah kendali Kementerian Kesehatan (Kemenkes), yakni RS Persahabatan, RS Fatmawati, dan RS Sulianti Saroso, untuk 100% menangani pasien Covid-19.
“Artinya orang-orang sakit biasa yang ke Fatmawati pindah (dulu) ke yang lain. Jadi yang ke Fatmawati hanya untuk Covid-19 atau dengan komorbid. Strategi berikutnya SDM. SDM ini penting, (harus) ada dokter, perawat, farmasi, dan sebagianya. Itu (harus) mengatur jadwal dan beban kerja, kapan naik, turun, dan istirahat,” ujarnya saat dihubungi KORAN SINDO, Jumat (25/6/2021).
Kemudian pemerintah daerah (pemda) atau RS harus menyiapkan akomodasi, alat pelindung diri (APD), dan tes swab berkala untuk para tenaga kesehatan (nakes). Menurut Alex––sapaan akrab Alexander––, pemerintah juga akan menyiapkan logistik seperti obat-obatan Covid-19 dan non-Covid-19 untuk tiga bulan ke depan.
“Kemudian rumah sakit mulai dari UGD harus bisa melakukan pembagian mana yang gejala ringan, sedang, berat, dan kritis. Ini semua dibagi-bagi untuk bisa menentukan area perawatannya. Tapi sebenarnya rumah sakit ini bisa berkurang bebannya kalau di hulunya (kasus positif) turun,” tuturnya.
Kasus positif Covid-19 di Indonesia terus menanjak setelah sempat stabil di kisaran 4.000–7.000 per hari sebelum Lebaran walaupun itu tidak juga bisa disebut sedikit. Dalam seminggu terakhir, kasus positif selalu di atas 12.000 kasus per hari. Alex menegaskan segala aturan yang tertera dalam Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro harus dipatuhi masyarakat.
“Mereka yang tidak patuh diberi tindakan yang keras. Kasus sudah tembus 20.000 dan kematian 355 (jiwa), kita harus serius. Enggak boleh main-main lagi. Kalau di rumah, harus di rumah. Kalau ada yang keluar, kalau perlu ada tongkat untuk menghalau mereka. Kecuali mereka yang perlu makan dan obat itu harus difasilitasi,” jelasnya.
Posko-posko terpadu yang di ada di setiap desa diharapkan aktif memantau kesehatan masyarakat. Jika ada yang positif dan mengalami pemburukan, segera dibawa ke RS. Alexander mengatakan pentingnya pelacakan terhadap orang-orang yang diduga terpapar. Dia mengklaim pelacakan ini sempat lumayan baik ketika dipegang Satgas Penanganan Covid-19.
Saat itu Satgas dengan bantuan relawan sudah bisa melakukan pelacakan 1:8 orang. Artinya bila ada 1 orang positif bisa dilacak 8 orang yang kontak erat. Menurutnya pelacakan saat ini di bawah kendali Kemenkes menurun agresivitasnya. Padahal idealnya pelacakan ini 1:30 orang. Namun Alexander memahami penurunan ini karena beban kerja di puskesmas-puskesmas juga cukup berat.
tulis komentar anda