Denny Indrayana Bawa Lebih dari 308 Bukti ke MK, Minta Sahbirin-Muhidin Didiskualifikasi
Rabu, 23 Juni 2021 - 15:06 WIB
4. Penegakan Hukum di Bawaslu Tidak Berjalan, Tidak Independen, Tidak Imparsial, Tidak Netral, dan Tidak Profesional. Hal ini karena sedari proses awal perekrutan, Bawaslu Provinsi Kalsel sudah disiapkan untuk menjadi bagian tim pemenangan Gubernur Petahana Sahbirin Noor.
5. KPU Berpihak kepada Paslon 1, Bukan Hanya dengan Mengulur Waktu Pelantikan KPPS, dan masih menggunakan KPPS yang Lama, KPU juga menerbitkan surat edaran syarat memilih yang melanggar UU Pilkada dan menguntungkan Paslon 1, yang telah melakukan mobilisasi pemilih untuk membuat KTP di hari-hari akhir menjelang 9 Juni 2021.
6. DPT sengaja dikacaukan oleh KPU demi Menghalangi Pemilih Sah Paslon 2 (Kehilangan Hak Pilihnya) dan Meloloskan Pemilih Tidak Sah Paslon 1 Agar tetap dapat Memilih.
Seluruh modus kecurangan itu dilakukan secara kasat-mata dan terang benderang. Calon Gubernur Paslon 1 Sahbirin Noor bahkan dengan sangat percaya diri membagikan uang dan barang kepada pemilih di wilayah PSU, sebelum pencoblosan 9 Juni 2021. Sahbirin tahu benar bahwa itu salah, karenanya warga yang mencoba memvideokan, selalu dilarang dan handphone-nya dirampas paksa, atau file videonya dihapus.
Modus kecurangan politik uang juga dilakukan dengan memberikan uang bukan saja pada pemilih di seluruh desa wilayah PSU, tetapi juga dengan memberikan politik uang berupa gaji bulanan kepada oknum kepala desa sebesar Rp 5 juta/bulan, oknum ketua RT sebesar Rp 2,5 juta/bulan dan oknum relawan RT sebesar Rp 2,5 juta/bulan selama waktu pelaksanaan PSU, di seluruh wilayah PSU.
Dengan praktik curang politik uang yang sangat terbuka demikian, Bawaslu Kalsel tetap dengan naifnya mengatakan tidak ada money politics dalam PSU 9 Juni 2021. Dalam laporan Paslon 2 atas politik uang yang TSM, Bawaslu Kalsel memutuskan bahwa laporan tersebut tidak memenuhi syarat masif, karena terjadi di kurang dari 7 kabupaten/kota. Bagaimana mungkin ada pembagian uang di minimal 7 Kabupaten/Kota, sedangkan PSU hanya dilaksanakan di 3 kabupaten/Kota? Pemahaman Bawaslu yang tidak logis dan tidak rasional demikian, didasarkan pada Perbawaslu 9/2020 yang tentu saja bertentangan dengan UU Pilkada. Atas pemahaman dan peraturan Bawaslu yang tidak akan pernah menjerat praktik politik uang yang masif demikian, Haji Denny Difri meminta kepada Mahkamah Konstitusi untuk menegakkan keadilan konstitusional dengan mendiskualifikasi Paslon 1 Sahbirin-Muhidin.
Bukan hanya Bawaslu, KPU Provinsi Kalsel juga melakukan kebijakan dan tindakan yang menguntungkan dan menjadi bagian strategi pemenangan Paslon 1. Salah satunya adalah ketika KPU Kalsel menerbitkan surat edaran tertanggal 8 Juni 2021, sehari sebelum pemungutan suara 9 Juni, yang mensyaratkan pemilih datang dengan membawa surat undangan dan KTP, atau Surat Keterangan. Surat edaran yang demikian menguntungkan Paslon 1 yang beberapa hari sebelumnya sudah memobilisasi orang-orang untuk menjadi pemilih, dengan membuat KTP-elektronik. Namun, pada saat yang sama surat edaran tersebut merugikan Paslon 2, karena banyak warga yang diidentifikasi sebagai pemilih Paslon 2, dengan sengaja tidak diberikan surat undangan oleh oknum RT atau timnya, yang telah menjadi bagian dari pemenangan Paslon 1. Modus kecurangan ini makin sempurna ketika banyak NIK surat undangan yang tidak sama dengan KTP, menyebabkan banyak pemilih Paslon 2 secara sengaja dihilangkan hak pilihnya. Atau, kecurangan yang nyata-nyata terbukti dengan tidak samanya jumlah pemilih dalam daftar hadir (absensi) dengan jumlah pemilih dalam formulir C hasil, yang mengindikasikan kuat adanya mobilisasi pemilih tidak sah dari Paslon 1.
"Semua modus dan kecurangan itu lagi-lagi menunjukkan bahwa pelaksanaan PSU nyata-nyata tidak menghormati Putusan MK yang mengamanatkan Pilgub Kalsel dilaksanakan dengan menghargai setiap suara pemilih. Yang terjadi lagi-lagi pelanggaran prinsip-prinsip konstitusi (constitutional breach) atas Pilgub yang LUBER, Jujur dan Adil serta Demokratis, dan pelanggaran proses (process breach) yang makin terstruktur, makin sistematis, dan makin masif. Dengan fakta-fakta hukum yang tidak terbantahkan demikian, dan demi menegakkan amanat konstitusi, maka kepada Mahkamah Konstitusi dimohonkan untuk memeriksa hingga akhir permohonan sengketa Pilgub Kalsel, serta memutuskan Paslon 1 dibatalkan (diskualifikasi), atau paling tidak dinihilkan suara PSU-nya."
5. KPU Berpihak kepada Paslon 1, Bukan Hanya dengan Mengulur Waktu Pelantikan KPPS, dan masih menggunakan KPPS yang Lama, KPU juga menerbitkan surat edaran syarat memilih yang melanggar UU Pilkada dan menguntungkan Paslon 1, yang telah melakukan mobilisasi pemilih untuk membuat KTP di hari-hari akhir menjelang 9 Juni 2021.
6. DPT sengaja dikacaukan oleh KPU demi Menghalangi Pemilih Sah Paslon 2 (Kehilangan Hak Pilihnya) dan Meloloskan Pemilih Tidak Sah Paslon 1 Agar tetap dapat Memilih.
Seluruh modus kecurangan itu dilakukan secara kasat-mata dan terang benderang. Calon Gubernur Paslon 1 Sahbirin Noor bahkan dengan sangat percaya diri membagikan uang dan barang kepada pemilih di wilayah PSU, sebelum pencoblosan 9 Juni 2021. Sahbirin tahu benar bahwa itu salah, karenanya warga yang mencoba memvideokan, selalu dilarang dan handphone-nya dirampas paksa, atau file videonya dihapus.
Modus kecurangan politik uang juga dilakukan dengan memberikan uang bukan saja pada pemilih di seluruh desa wilayah PSU, tetapi juga dengan memberikan politik uang berupa gaji bulanan kepada oknum kepala desa sebesar Rp 5 juta/bulan, oknum ketua RT sebesar Rp 2,5 juta/bulan dan oknum relawan RT sebesar Rp 2,5 juta/bulan selama waktu pelaksanaan PSU, di seluruh wilayah PSU.
Dengan praktik curang politik uang yang sangat terbuka demikian, Bawaslu Kalsel tetap dengan naifnya mengatakan tidak ada money politics dalam PSU 9 Juni 2021. Dalam laporan Paslon 2 atas politik uang yang TSM, Bawaslu Kalsel memutuskan bahwa laporan tersebut tidak memenuhi syarat masif, karena terjadi di kurang dari 7 kabupaten/kota. Bagaimana mungkin ada pembagian uang di minimal 7 Kabupaten/Kota, sedangkan PSU hanya dilaksanakan di 3 kabupaten/Kota? Pemahaman Bawaslu yang tidak logis dan tidak rasional demikian, didasarkan pada Perbawaslu 9/2020 yang tentu saja bertentangan dengan UU Pilkada. Atas pemahaman dan peraturan Bawaslu yang tidak akan pernah menjerat praktik politik uang yang masif demikian, Haji Denny Difri meminta kepada Mahkamah Konstitusi untuk menegakkan keadilan konstitusional dengan mendiskualifikasi Paslon 1 Sahbirin-Muhidin.
Bukan hanya Bawaslu, KPU Provinsi Kalsel juga melakukan kebijakan dan tindakan yang menguntungkan dan menjadi bagian strategi pemenangan Paslon 1. Salah satunya adalah ketika KPU Kalsel menerbitkan surat edaran tertanggal 8 Juni 2021, sehari sebelum pemungutan suara 9 Juni, yang mensyaratkan pemilih datang dengan membawa surat undangan dan KTP, atau Surat Keterangan. Surat edaran yang demikian menguntungkan Paslon 1 yang beberapa hari sebelumnya sudah memobilisasi orang-orang untuk menjadi pemilih, dengan membuat KTP-elektronik. Namun, pada saat yang sama surat edaran tersebut merugikan Paslon 2, karena banyak warga yang diidentifikasi sebagai pemilih Paslon 2, dengan sengaja tidak diberikan surat undangan oleh oknum RT atau timnya, yang telah menjadi bagian dari pemenangan Paslon 1. Modus kecurangan ini makin sempurna ketika banyak NIK surat undangan yang tidak sama dengan KTP, menyebabkan banyak pemilih Paslon 2 secara sengaja dihilangkan hak pilihnya. Atau, kecurangan yang nyata-nyata terbukti dengan tidak samanya jumlah pemilih dalam daftar hadir (absensi) dengan jumlah pemilih dalam formulir C hasil, yang mengindikasikan kuat adanya mobilisasi pemilih tidak sah dari Paslon 1.
"Semua modus dan kecurangan itu lagi-lagi menunjukkan bahwa pelaksanaan PSU nyata-nyata tidak menghormati Putusan MK yang mengamanatkan Pilgub Kalsel dilaksanakan dengan menghargai setiap suara pemilih. Yang terjadi lagi-lagi pelanggaran prinsip-prinsip konstitusi (constitutional breach) atas Pilgub yang LUBER, Jujur dan Adil serta Demokratis, dan pelanggaran proses (process breach) yang makin terstruktur, makin sistematis, dan makin masif. Dengan fakta-fakta hukum yang tidak terbantahkan demikian, dan demi menegakkan amanat konstitusi, maka kepada Mahkamah Konstitusi dimohonkan untuk memeriksa hingga akhir permohonan sengketa Pilgub Kalsel, serta memutuskan Paslon 1 dibatalkan (diskualifikasi), atau paling tidak dinihilkan suara PSU-nya."
(zik)
tulis komentar anda