Menggagas Desain Negara Kesejahteraan di Indonesia
Selasa, 26 Mei 2020 - 12:09 WIB
Dalam kaitan tersebut, kita bisa belajar pada jalan bersejarah dimana Jerman, Inggris dan negara-negara lain mengembangkan sistem negara kesejahteraan mereka secara bertahap. Negara-negara Nordik, seperti Islandia, Swedia, Norwegia, Denmark, dan Finlandia pada saat ini dikenal telah mempraktekkan sistem welfare paling modern yang dikenal sebagai “Nordics model”. Warga negara di negara-negara tersebut telah menikmati tingkat kesejaheraan hidup paling tinggi dibanding negara manapun di dunia ini.
Dalam tataran praktis, adalah Jerman yang pertama kali memperkenalkan konsep negara kesejahteraan modern. Jerman menggunakan istilah “Sozialstaat” (social state/negara sosial) sejak 1870 untuk menggambarkan berbagai program sosial yang dipelopori oleh para sozialpolitiker (politisi sosialis) dan dilaksanakan sebagai bagian dari reformasi konservatif Otto Van Bismarck.
Kanselir Jerman tersebut termotivasi untuk memperkenalkan sistem asuransi sosial baik untuk mempromosikan kesejahteraan pekerja, untuk menjaga ekonomi agar dapat beroperasi pada efisiensi maksimum, serta untuk mencegah gerakan sosialis yang lebih radikal. Inisatif Bismarck disebabkan karena munculnya solidaritas kaum buruh dalam menghadapi berbagai ekses industrialisasi yang mulai muncul sejak abad ke-17.
Pada saat itu, kaum buruh betul-betul mengalami ekses negatif dari industrialisasi yang kejam. Pada saat itu, Jerman berambisi menjadi negara pusat produsen mesin dunia dengan mendirikan beberapa pusat kawasan industri.
Kaum pekerja banyak berdatangan dari desa ke kota pusata kawasan tersebut tanpa ada tempat tinggal layak, perlindungan dan fasilitas memadai, dan secara umum diperlakukan dengan buruk oleh industriawan. Banyak di antara mereka diupah dengan sangat rendah sehingga tidak mencukupi untuk membiayai hidup secara layak, dipecat semena-mena, tidak mendapat hari libur, dan tidak mendapatkan uang pensiun. Mereka juga tidak diberikan asuransi kesehatan sehingga tidak bisa berobat dan banyak diantara mereka meninggal ketika sakit atau mengalami kecelakaan kerja.
Untuk menanggulangi hal tersebut, kaum buruh mengorganisir skema santunan diantara mereka sendiri, berdasarkan iuran keanggotaan. Santunan tersebut pada awalnya terbatas pada pemberian bantuan kepada anggota yang sakit dan atau meninggal dunia.
Jenis-jenis santunan kemudian berkembang lebih banyak, seperti santunan terhadap anggota yang mendapatkan pemberhentian kerja, atau juga bantuan untuk membeli rumah tinggal. Gerakan kaum buruh ini kemudian didukung secara politik oleh partai buruh sehingga dari hari ke hari jumlah pemilih partai buruh cepat berkembang dan mengancam dominasi partai konservatif.
Untuk memotong dukungan terhadap partai buruh, pada 1883, pemerintah konservatif mulai mengambil alih gagasan serikat pekerja dengan membuat asuransi kesehatan (sickness insurance) yang diikuti oleh program kompensasi pekerja yang didirikan pada tahun 1884. Hal ini memberi Jerman sistem jaminan penghasilan yang komprehensif berdasarkan prinsip asuransi sosial yang ditanggung negara.
Pada saat ini, program jaminan sosial pemerintah di Indonesia, masih dilaksanakan secara parsial, belum terstruktur dalam suatu sistem yang integratif. Terdapat pula beberapa mekanisme perlindungan sosial yang secara informal berkembang di beberapa daerah dan kelompok masyarakat.
Keduanya pada umumnya masih dikelola secara segmentatif dan segregatif, serta hanya menjangkau sebagian kecil penduduk, khususnya pekerja pada sektor formal saja. Sedangkan kelompok miskin dan pekerja informal hanya menerima manfaat karitatif yang tidak permanen.
Dalam tataran praktis, adalah Jerman yang pertama kali memperkenalkan konsep negara kesejahteraan modern. Jerman menggunakan istilah “Sozialstaat” (social state/negara sosial) sejak 1870 untuk menggambarkan berbagai program sosial yang dipelopori oleh para sozialpolitiker (politisi sosialis) dan dilaksanakan sebagai bagian dari reformasi konservatif Otto Van Bismarck.
Kanselir Jerman tersebut termotivasi untuk memperkenalkan sistem asuransi sosial baik untuk mempromosikan kesejahteraan pekerja, untuk menjaga ekonomi agar dapat beroperasi pada efisiensi maksimum, serta untuk mencegah gerakan sosialis yang lebih radikal. Inisatif Bismarck disebabkan karena munculnya solidaritas kaum buruh dalam menghadapi berbagai ekses industrialisasi yang mulai muncul sejak abad ke-17.
Pada saat itu, kaum buruh betul-betul mengalami ekses negatif dari industrialisasi yang kejam. Pada saat itu, Jerman berambisi menjadi negara pusat produsen mesin dunia dengan mendirikan beberapa pusat kawasan industri.
Kaum pekerja banyak berdatangan dari desa ke kota pusata kawasan tersebut tanpa ada tempat tinggal layak, perlindungan dan fasilitas memadai, dan secara umum diperlakukan dengan buruk oleh industriawan. Banyak di antara mereka diupah dengan sangat rendah sehingga tidak mencukupi untuk membiayai hidup secara layak, dipecat semena-mena, tidak mendapat hari libur, dan tidak mendapatkan uang pensiun. Mereka juga tidak diberikan asuransi kesehatan sehingga tidak bisa berobat dan banyak diantara mereka meninggal ketika sakit atau mengalami kecelakaan kerja.
Untuk menanggulangi hal tersebut, kaum buruh mengorganisir skema santunan diantara mereka sendiri, berdasarkan iuran keanggotaan. Santunan tersebut pada awalnya terbatas pada pemberian bantuan kepada anggota yang sakit dan atau meninggal dunia.
Jenis-jenis santunan kemudian berkembang lebih banyak, seperti santunan terhadap anggota yang mendapatkan pemberhentian kerja, atau juga bantuan untuk membeli rumah tinggal. Gerakan kaum buruh ini kemudian didukung secara politik oleh partai buruh sehingga dari hari ke hari jumlah pemilih partai buruh cepat berkembang dan mengancam dominasi partai konservatif.
Untuk memotong dukungan terhadap partai buruh, pada 1883, pemerintah konservatif mulai mengambil alih gagasan serikat pekerja dengan membuat asuransi kesehatan (sickness insurance) yang diikuti oleh program kompensasi pekerja yang didirikan pada tahun 1884. Hal ini memberi Jerman sistem jaminan penghasilan yang komprehensif berdasarkan prinsip asuransi sosial yang ditanggung negara.
Pada saat ini, program jaminan sosial pemerintah di Indonesia, masih dilaksanakan secara parsial, belum terstruktur dalam suatu sistem yang integratif. Terdapat pula beberapa mekanisme perlindungan sosial yang secara informal berkembang di beberapa daerah dan kelompok masyarakat.
Keduanya pada umumnya masih dikelola secara segmentatif dan segregatif, serta hanya menjangkau sebagian kecil penduduk, khususnya pekerja pada sektor formal saja. Sedangkan kelompok miskin dan pekerja informal hanya menerima manfaat karitatif yang tidak permanen.
tulis komentar anda