Lompatan Kekuatan Laut Indonesia
Senin, 14 Juni 2021 - 06:01 WIB
Beni menjelaskan, untuk menghadapi pelanggaran wilayah lautan di Indonesia oleh kapal asing, kapal fregat FREMM yang canggih ini merupakan pilihan tepat dan bisa menjadi deterrent bagi pihak asing yang mencoba melanggar wilayah maritim Indonesia.
Di sisi lain Beni juga melihat pembelian fregat ini erat juga dikaitkan sebagai bentuk antisipasi terhadap kelanjutan eskalasi Laut Cina Selatan, terutama di sekitar Kepulauan Natuna.
Menurut Beni, dengan adanya ancaman aktual di wilayah Natuna Utara dan wilayah lainnya terutama ancaman pencurian ikan oleh kapal asing, pelanggaran wilayah oleh peralatan asing (seaglider) dan kapal asing, penyelundupan narkoba, penyelundupan orang, serta juga pembajakan kapal dan penculikan ABK Indonesia di laut Sulu, maka kapal Fregat multi misi ini sudah sangat tepat.
“Karena karakter ancaman non tradisional lintas negara (non traditional threats) seperti diatas harus dihadapi dengan kapal yang mumpuni dan tentunya memiliki peralatan deteksi dini dan pengawasan canggih justru bisa menjadi andalan utama kita. Kemudian, ancaman potensial yaitu kemungkinan pecah konflik akibat perseteruan geopolitik antara AS dan China di LCS, tentu menjadi perhitungan Indonesia dalam melakukan pengadaan alutsista.
Dia menandaskan, kendati Indonesia tidak berpihak pada kedua negara tersebut, namun spillover konflik di wilayah Natuna Utara atau LCS jelas bisa mengganggu stabilitas keamanan wilayah, serta sekaligus mengganggu jalur dagang (ekonomi) dan investasi seperti minyak dan gas (migas) di sekitar Natuna.
’’Pembelian fregat tersebut sebagai solusi tepat dalam pengetatan penjagaan di wilayah perairan Indonesia. Selain itu, tambahan armada tersebut dapat berdampak psikologis sekaligus sebagai peringatan kepada negara lain yang ingin memasuki wilayah Indonesia tanpa izin, termasuk antisipasi ‘psywar’ atas klaim China terhadap Natuna,’’ tegas dia.
Dia lantas menuturkan, bila dilihat dari sisi anggaran, rencana pengadaan alutsista difokuskan pada TNI AL dan TNI AU. Di matra laut (AL), pengadaan berfokus pada kapal kombatan permukaan, kapal selam dan pesawat udara beserta persenjataannya. Sedangkan untuk matra udara (AU) pengadaannya dipusatkan pada pesawat tempur dan persenjataannya, pesawat angkut, helikopter dan rudal pertahanan udara.
Tak hanya fregat, Beni juga menyebut pemerintah juga berencana membeli beberapa kapal selam demi menambah kekuatan militer laut. Apalagi, saat ini kapal selam yang dimiliki tersisa hanya empat unit setelah pasca tragedi tenggelamnya KRI Nanggala di perairan Bali beberapa bulan lalu. Rencana juga pembelian beberapa kapal selam baru, di antaranya buatan Jerman, Perancis, Korea Selatan.
Jika dilihat dari segi geografis, Beni menduga Indonesia sudah saatnya menambah kapal selam. Menurutnya, pengadaan kapal selam penting untuk mengawal seluruh perairan nasional dibutuhkan setidaknya 10-12 kapal selam. Dia pun berharap pembelian kapal selam bisa segera terlaksana.
Ia juga berharap pemerintah dapat membeli baru, bukan modernisasi dari perlengkapan bekas. “Untuk alutsista bekas, saya tidak menyarankan agar diakuisisi (beli) karena di masa depan akan membutuhkan ongkos pemeliharaan dan perawatan yang mahal,” pesannya.
Di sisi lain Beni juga melihat pembelian fregat ini erat juga dikaitkan sebagai bentuk antisipasi terhadap kelanjutan eskalasi Laut Cina Selatan, terutama di sekitar Kepulauan Natuna.
Menurut Beni, dengan adanya ancaman aktual di wilayah Natuna Utara dan wilayah lainnya terutama ancaman pencurian ikan oleh kapal asing, pelanggaran wilayah oleh peralatan asing (seaglider) dan kapal asing, penyelundupan narkoba, penyelundupan orang, serta juga pembajakan kapal dan penculikan ABK Indonesia di laut Sulu, maka kapal Fregat multi misi ini sudah sangat tepat.
“Karena karakter ancaman non tradisional lintas negara (non traditional threats) seperti diatas harus dihadapi dengan kapal yang mumpuni dan tentunya memiliki peralatan deteksi dini dan pengawasan canggih justru bisa menjadi andalan utama kita. Kemudian, ancaman potensial yaitu kemungkinan pecah konflik akibat perseteruan geopolitik antara AS dan China di LCS, tentu menjadi perhitungan Indonesia dalam melakukan pengadaan alutsista.
Dia menandaskan, kendati Indonesia tidak berpihak pada kedua negara tersebut, namun spillover konflik di wilayah Natuna Utara atau LCS jelas bisa mengganggu stabilitas keamanan wilayah, serta sekaligus mengganggu jalur dagang (ekonomi) dan investasi seperti minyak dan gas (migas) di sekitar Natuna.
’’Pembelian fregat tersebut sebagai solusi tepat dalam pengetatan penjagaan di wilayah perairan Indonesia. Selain itu, tambahan armada tersebut dapat berdampak psikologis sekaligus sebagai peringatan kepada negara lain yang ingin memasuki wilayah Indonesia tanpa izin, termasuk antisipasi ‘psywar’ atas klaim China terhadap Natuna,’’ tegas dia.
Dia lantas menuturkan, bila dilihat dari sisi anggaran, rencana pengadaan alutsista difokuskan pada TNI AL dan TNI AU. Di matra laut (AL), pengadaan berfokus pada kapal kombatan permukaan, kapal selam dan pesawat udara beserta persenjataannya. Sedangkan untuk matra udara (AU) pengadaannya dipusatkan pada pesawat tempur dan persenjataannya, pesawat angkut, helikopter dan rudal pertahanan udara.
Tak hanya fregat, Beni juga menyebut pemerintah juga berencana membeli beberapa kapal selam demi menambah kekuatan militer laut. Apalagi, saat ini kapal selam yang dimiliki tersisa hanya empat unit setelah pasca tragedi tenggelamnya KRI Nanggala di perairan Bali beberapa bulan lalu. Rencana juga pembelian beberapa kapal selam baru, di antaranya buatan Jerman, Perancis, Korea Selatan.
Jika dilihat dari segi geografis, Beni menduga Indonesia sudah saatnya menambah kapal selam. Menurutnya, pengadaan kapal selam penting untuk mengawal seluruh perairan nasional dibutuhkan setidaknya 10-12 kapal selam. Dia pun berharap pembelian kapal selam bisa segera terlaksana.
Ia juga berharap pemerintah dapat membeli baru, bukan modernisasi dari perlengkapan bekas. “Untuk alutsista bekas, saya tidak menyarankan agar diakuisisi (beli) karena di masa depan akan membutuhkan ongkos pemeliharaan dan perawatan yang mahal,” pesannya.
tulis komentar anda