Kunjungan Prabowo ke China, Bara Maritim-SETARA Institute: Misintrepretasi Potensi Kerjasama Kemaritiman

Senin, 11 November 2024 - 07:17 WIB
loading...
Kunjungan Prabowo ke...
Kunjungan Presiden Prabowo ke China untuk bertemu dengan Presiden Xi Jinping menandai dimulainya hubungan mitra strategis yang lebih jelas dan eksplisit. Foto/Ist
A A A
JAKARTA - Kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke China untuk bertemu dengan Presiden Xi Jinping setelah pelantikannya sebagai Presiden pada 20 Oktober 2024 menandai dimulainya hubungan mitra strategis yang lebih jelas dan eksplisit.

Dalam penandatanganan nota kesepahaman meliputi pengembangan bersama di sektor perikanan, minyak, dan gas di wilayah maritim yang merupakan klaim tumpang tindih antara kedua negara.


Selain itu, terdapat kesepakatan mengenai keselamatan maritim serta pendalaman kerja sama di bidang ekonomi biru, sumber daya air dan mineral, serta mineral hijau.



Merisa Dwi Juanita, Founder Bara Maritim & Peneliti HAM dan Sektor Keamanan SETARA Institute
menilai langkah ini sebagai kebijakan yang keliru dan berisiko serius bagi Indonesia.

Beberapa Alasan yang Mendasari:

1. Penolakan Klaim Sepihak China


Indonesia tidak pernah mengakui klaim sepihak China atas peta 10 garis putus-putus (ten dash line) di Laut Cina Selatan yang diterbitkan pada 28 Agustus 2023 oleh Kementerian Sumber Daya Alam China.



Klaim ini mencakup wilayah luas di Laut Cina Selatan, termasuk pulau, terumbu karang, dan zona maritim negara lain, serta mencaplok wilayah perairan Indonesia yang sah di sekitar Pulau Natuna.

2. Kepatuhan terhadap UNCLOS 1982

Indonesia dan China adalah negara yang telah meratifikasi Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982. Klaim ruang laut Indonesia saat ini sepenuhnya didasarkan pada ketentuan UNCLOS 1982.

Wilayah China jauh melampaui 200 nm ZEE dan 350 nm landas kontinen sehingga jelas tidak ada tumpang tindih klaim wilayah.

Oleh karena itu, memulai kerja sama di wilayah yang menjadi klaim tumpang tindih tidak memiliki dasar yang kuat, terutama mengingat protes terhadap klaim China yang konsisten dilakukan sejak tahun 1995 oleh Menlu Ali Alatas hingga Menlu Retno Marsudi pada periode 2019-2024.

Sehingga pernyataan bersama terkait klaim tumpang tindih pada wilayah maritim kedua negara merupakan inkonsistensi yang serius.

3. Putusan Arbitrase Internasional 2016


Klaim China melalui ten dash line (sebelumnya nine dash line) telah terbantahkan oleh Arbitrase Internasional pada tahun 2016 sehingga tidak memiliki basis hukum yang sah.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0902 seconds (0.1#10.140)