TIMING

Senin, 14 Juni 2021 - 07:11 WIB
Penyampaian informasi yang sangat cepat, di mana setiap orang dapat memproduksi dan menerima informasi secara instan tanpa batas. Terlebih, informasi yang dikeluarkan oleh orang perorang maupun badan usaha melalui media sosial dan elektronik ketika telah terkirim dan dibaca oleh banyak orang dapat mempengaruhi emosi, perasaan, pikiran bahkan tindakan seseorang atau kelompok.

Sangat disayangkan apabila informasi yang disampaikan tersebut adalah informasi yang tidak akurat diiringi dengan judul yang provokatif mengiring pembaca dan penerima kepada opini yang negatif. Data Kementerian Komunikasi dan Informatika menyebutkan bahwa pada 2016 saja setidaknya telah terdapat 800.000 situs di Indonesia yang terindikasi sebagai penyebar berita palsu dan ujaran kebencian (hate speech). Data tersebut berpotensi terus meningkat setiap tahunnya seiring dengan semakin meningkatnya jumlah pengguna internet di Indonesia.

Media sosial yang difungsikan sebagai alat untuk menampung opini, pendapat, serta pengaplikasian secara nyata dari freedom of speech seharusnya dapat menjadi tempat berdiskusi atau bertukar pikiran dengan kepala dingin untuk mencapai kesepakatan tentang suatu masalah.

Namun kini di Indonesia, tak sedikit akun di media sosial yang kerap menimbulkan kegaduhan atau mengganggu ketertiban nasional dengan berbagai tujuan. Terbaru, isu terkait wacana penerapan pajak pertambahan nilai (PPN) Bahan Pokok sejatinya hanyalah sebuah ide yang sempat terlontar dalam rapat internal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang belum dikaji lebih lanjut.

Bahkan, hingga saat belum ada rapat koordinasi antarkementerian untuk membahas isu tersebut. Kini pemerintah masih memberikan fokus dan perhatiannya lebih dalam pada penanganan Covid 19 dan juga pemulihan ekonomi nasional.

Pemerintah tak memungkiri bahwa pandemi Covid 19 telah turut memberikan dampak penurunan pada pendapatan negara. Di masa pandemi, pajak diarahkan sebagai stimulus, artinya, penerimaan negara tertekan, di sisi lain belanja negara meningkat tajam. Meski demikian, pemerintah tidak akan membabi buta dalam memungut pajak dan tetap realistis dalam mencari solusi untuk meningkatkan penerimaan negara.

Pemerintah tak memungkiri bahwa kini pemerintah terus berupaya memperluas basis PPN serta kenaikan PPN. Hal itu dilakukan mengingat kinerja perpajakan Indonesia yang cenderung masih rendah.

Beberapa negara juga diketahui melakukan penataan ulang sistem PPN baik melalui perluasan basis pajak serta penyesuaian tarif. Data menunjukkan bahwa rata-rata tarif PPN di 127 negara adalah 15,4%. Sementara, tarif PPN di Indonesia cenderung lebih rendah, yakni 10%.

Perluasan basis dan kenaikan PPN ini masih terus dikaji, dipertajam, dan disempurnakan. Pada waktunya nanti akan dibahas dengan DPR. Pelaksanaannya pun pemerintah juga tetap akan selalu memperhatikan momentum yang tepat serta memperhatikan pemulihan ekonomi. Kesejahteraan dan kepentingan masyarakat adalah prioritas utama. Kini, kita bersiap untuk masa depan Indonesia yang lebih baik. Semoga.
(ynt)
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More