La Nyalla: Perilaku Koruptif Hambat Pembangunan Daerah
Kamis, 20 Mei 2021 - 16:48 WIB
JAKARTA - Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) La Nyalla Mahmud Mattalitti mengajak seluruh elemen masyarakat, khususnya di pemerintahan untuk menghentikan perilaku koruptif.
Perilaku tersebut dinilai akan menghambat pembangunan daerah. Hal tersebut disampaikan La Nyalla kepada sejumlah tokoh yang hadir dalam Webinar Kebangkitan Nasional sekaligus peluncuran buku mantan Ketua DPD Irman Gusman, di Hutan Kota Plataran, Senayan, Jakarta, Kamis (20/5/2021)
Hadir dalam acara itu, Ketua DPD periode 2009-2016 Irman Gusman, Wakil Menteri Hukum dan HAM Eddy Hiariej, Koordinator Presidium Majelis Nasional KAHMI Viva Yoga Mauladi, Sekjen Majelis Nasional KAHMI Manimbang Kahariyady, juga para pembicara diskusi Hamdan Zoelva, Erman Suparman, dan Fahri Hamzah.
Menurut La Nyalla, meski DPD memiliki kewenangan pengawasan atas undang-undang tertentu dan atas Peraturan Daerah, tetapi DPD bukan lembaga pencegah korupsi, tetapi memiliki kewajiban untuk melakukan penguatan perekonomian daerah.
"Di DPD sendiri, ada tiga isu strategis daerah yang harus disuarakan. Pertama percepatan dan pemerataan pembangunan di daerah, kedua peningkatan indeks fiskal daerah, dan ketiga, kesejahteraan dan kemakmuran daerah," lanjutnya.
Senator asal Jawa Timur ini mengatakan, ketiga isu tersebut sangat berkaitan dengan pencegahan korupsi di daerah. "Karena, perilaku koruptif akan menghambat dan memperlambat pencapaian ketiga hal strategis tersebut. Dampaknya adalah semakin terhambatnya pembangunan daerah," ujarnya.
Mengenai banyaknya kepala daerah serta anggota DPRD yang menjadi terpidana dalam kasus korupsi, La Nyalla mencoba untuk melihat dari sudut pandang lain. "Dalam konteks pencegahan korupsi, kita sebagai bangsa harus memiliki pandangan yang sama. Pandangan itu harus dipahami dan tertanam dalam benak semua kepala daerah, khususnya, dan penyelenggara negara pada umumnya," ujarnya.
Dia menjelaskan, tujuan dibangunnya Indonesia sudah dituangkan dalam konstitusi, salah satunya adalah untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan seterusnya.
"Untuk mencapai tujuan tersebut, maka negara membentuk pemerintahan dan aparatur. Termasuk lembaga negara dalam fungsi legislatif, yudikatif dan auditif. Ketika dalam pelaksanaan tugasnya, lembaga dan aparatur tersebut berbuat untuk kepentingan sendiri atau kelompok dan bukan untuk tujuan negara, maka itulah korupsi," tuturnya.
Menurut dia, ketika ada undang-undang yang memerintahkan penyerahan hajat hidup orang banyak kepada mekanisme pasar, maka sejatinya undang-undang tersebut adalah undang-undang koruptif.
"Ini bukan hanya soal APBD atau APBN saja. Juga bukan hanya tentang kepala daerah saja. Tetapi soal komitmen kita sebagai bangsa untuk mencapai dan mewujudkan tujuan negara ini,” katanya.
Perilaku tersebut dinilai akan menghambat pembangunan daerah. Hal tersebut disampaikan La Nyalla kepada sejumlah tokoh yang hadir dalam Webinar Kebangkitan Nasional sekaligus peluncuran buku mantan Ketua DPD Irman Gusman, di Hutan Kota Plataran, Senayan, Jakarta, Kamis (20/5/2021)
Hadir dalam acara itu, Ketua DPD periode 2009-2016 Irman Gusman, Wakil Menteri Hukum dan HAM Eddy Hiariej, Koordinator Presidium Majelis Nasional KAHMI Viva Yoga Mauladi, Sekjen Majelis Nasional KAHMI Manimbang Kahariyady, juga para pembicara diskusi Hamdan Zoelva, Erman Suparman, dan Fahri Hamzah.
Menurut La Nyalla, meski DPD memiliki kewenangan pengawasan atas undang-undang tertentu dan atas Peraturan Daerah, tetapi DPD bukan lembaga pencegah korupsi, tetapi memiliki kewajiban untuk melakukan penguatan perekonomian daerah.
"Di DPD sendiri, ada tiga isu strategis daerah yang harus disuarakan. Pertama percepatan dan pemerataan pembangunan di daerah, kedua peningkatan indeks fiskal daerah, dan ketiga, kesejahteraan dan kemakmuran daerah," lanjutnya.
Senator asal Jawa Timur ini mengatakan, ketiga isu tersebut sangat berkaitan dengan pencegahan korupsi di daerah. "Karena, perilaku koruptif akan menghambat dan memperlambat pencapaian ketiga hal strategis tersebut. Dampaknya adalah semakin terhambatnya pembangunan daerah," ujarnya.
Mengenai banyaknya kepala daerah serta anggota DPRD yang menjadi terpidana dalam kasus korupsi, La Nyalla mencoba untuk melihat dari sudut pandang lain. "Dalam konteks pencegahan korupsi, kita sebagai bangsa harus memiliki pandangan yang sama. Pandangan itu harus dipahami dan tertanam dalam benak semua kepala daerah, khususnya, dan penyelenggara negara pada umumnya," ujarnya.
Dia menjelaskan, tujuan dibangunnya Indonesia sudah dituangkan dalam konstitusi, salah satunya adalah untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan seterusnya.
"Untuk mencapai tujuan tersebut, maka negara membentuk pemerintahan dan aparatur. Termasuk lembaga negara dalam fungsi legislatif, yudikatif dan auditif. Ketika dalam pelaksanaan tugasnya, lembaga dan aparatur tersebut berbuat untuk kepentingan sendiri atau kelompok dan bukan untuk tujuan negara, maka itulah korupsi," tuturnya.
Menurut dia, ketika ada undang-undang yang memerintahkan penyerahan hajat hidup orang banyak kepada mekanisme pasar, maka sejatinya undang-undang tersebut adalah undang-undang koruptif.
"Ini bukan hanya soal APBD atau APBN saja. Juga bukan hanya tentang kepala daerah saja. Tetapi soal komitmen kita sebagai bangsa untuk mencapai dan mewujudkan tujuan negara ini,” katanya.
(dam)
tulis komentar anda