Solusi Damai Palestina
Kamis, 20 Mei 2021 - 05:10 WIB
Secara politik, Palestina juga lemah dan sendirian. Banyak negara Arab yang semula berperang melawan Israel kini bahkan memiliki hubungan diplomatik erat dengan Tel Aviv. Dimulai pengakuan Mesir atas Israel pada 1969 Pascaperang 1967, kepentingan nasional masing-masing membuat konstelasi politik berubah dinamis. Kini yang tersisa hanya solidaritas berwujud pernyataan diplomatik baik melalui Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) maupun Liga Arab yang sering kali tidak efektif dan bergigi dalam implementasi.
Di sisi sebaliknya, Israel justru terus menikmati perlindungan Amerika, salah satu pemilik hak veto di Dewan Keamanan PBB. Belum lagi jika Inggris dan Prancis yang dalam Perang Arab-Israel dimasukkan dalam kalkulasi. Realitas ini membuat jomplang keseimbangan kekuatan militer dan diplomasi Palestina- Israel.
Koeksistensi Damai
Dalam konteks seperti itu, Palestina harus bertindak kalkulatif. Karenanya, koeksistensi damai menjadi pilihan paling rasional. Fakta yang dihadapi kini adalah bahwa kedua bangsa bertikai telah lama hidup di wilayah yang berdekatan tersebut.
Israel telah berdiri sebagai negara sejak 1948 dan mendapat pengakuan banyak negara. Sebaliknya Palestina masih berjuang keras meraih pengakuan internasional. Perjuangan pengakuannya di PBB pun masih tertahan.
Oleh karenanya, perjuangan senjata oleh Palestina harus ditinggalkan. Solusi politik dan diplomatik harus diyakini sebagai strategi realistik demi masa depan Palestina. Sebaliknya, Israel juga harus sensitif dan menahan kebijakan agresifnya.
Seluruh komponen kekuatan Palestina baik Fatah dan Hamas harus berani mengakui hak hidup bangsa Yahudi di Israel. Dengan demikian, Israel merasa terjamin keamanan nasionalnya. Ini bukan kekalahan namun strategi perjuangan. Pada gilirannya, dunia termasuk Israel akan mendukung hak bernegara rakyat Palestina.
Strategi seperti itu juga sejalan dengan upaya lama masyarakat internasional yang menekankan solusi dua negara (two state solution) sebagai yang paling realistis untuk mengakhiri konflik. Ini bahkan sudah diusulkan melalui Rencana Pembagian wilayah 1947. Artinya, bangsa Arab Palestina harus bisa mengakui hak hidup bangsa Yahudi Israel dan demikian pula sebaliknya.
Oleh karena itu, bagian penting dari solusi perdamaian kedua bangsa sejatinya terletak pada penerimaan atas ide solusi dua negara ini. Di kedua pihak pasti ada kelompok rasional yang bisa membaca situasi ini dengan logis dan berwawasan masa depan. Sejauh mana kelompok ini terus menyebarkan ide gagasan kemanusiaan dan perdamaian serta memegang kendali kekuasaan akan sangat menentukan masa depan perdamaian.
Memang hal itu tidak mudah karena di masing- masing pihak ada kelompok garis keras yang masih berusaha saling menegasikan. Diplomasi dua tingkat (two level game) sangat dibutuhkan karenanya. Ke dalam pihak masing-masing harus diyakinkan bahwa jalan perdamaian adalah satu-satunya solusi. Ke luar, harus komitmen dan langkah nyatanya harus dibuktikan
Di sisi sebaliknya, Israel justru terus menikmati perlindungan Amerika, salah satu pemilik hak veto di Dewan Keamanan PBB. Belum lagi jika Inggris dan Prancis yang dalam Perang Arab-Israel dimasukkan dalam kalkulasi. Realitas ini membuat jomplang keseimbangan kekuatan militer dan diplomasi Palestina- Israel.
Koeksistensi Damai
Dalam konteks seperti itu, Palestina harus bertindak kalkulatif. Karenanya, koeksistensi damai menjadi pilihan paling rasional. Fakta yang dihadapi kini adalah bahwa kedua bangsa bertikai telah lama hidup di wilayah yang berdekatan tersebut.
Israel telah berdiri sebagai negara sejak 1948 dan mendapat pengakuan banyak negara. Sebaliknya Palestina masih berjuang keras meraih pengakuan internasional. Perjuangan pengakuannya di PBB pun masih tertahan.
Oleh karenanya, perjuangan senjata oleh Palestina harus ditinggalkan. Solusi politik dan diplomatik harus diyakini sebagai strategi realistik demi masa depan Palestina. Sebaliknya, Israel juga harus sensitif dan menahan kebijakan agresifnya.
Seluruh komponen kekuatan Palestina baik Fatah dan Hamas harus berani mengakui hak hidup bangsa Yahudi di Israel. Dengan demikian, Israel merasa terjamin keamanan nasionalnya. Ini bukan kekalahan namun strategi perjuangan. Pada gilirannya, dunia termasuk Israel akan mendukung hak bernegara rakyat Palestina.
Strategi seperti itu juga sejalan dengan upaya lama masyarakat internasional yang menekankan solusi dua negara (two state solution) sebagai yang paling realistis untuk mengakhiri konflik. Ini bahkan sudah diusulkan melalui Rencana Pembagian wilayah 1947. Artinya, bangsa Arab Palestina harus bisa mengakui hak hidup bangsa Yahudi Israel dan demikian pula sebaliknya.
Oleh karena itu, bagian penting dari solusi perdamaian kedua bangsa sejatinya terletak pada penerimaan atas ide solusi dua negara ini. Di kedua pihak pasti ada kelompok rasional yang bisa membaca situasi ini dengan logis dan berwawasan masa depan. Sejauh mana kelompok ini terus menyebarkan ide gagasan kemanusiaan dan perdamaian serta memegang kendali kekuasaan akan sangat menentukan masa depan perdamaian.
Memang hal itu tidak mudah karena di masing- masing pihak ada kelompok garis keras yang masih berusaha saling menegasikan. Diplomasi dua tingkat (two level game) sangat dibutuhkan karenanya. Ke dalam pihak masing-masing harus diyakinkan bahwa jalan perdamaian adalah satu-satunya solusi. Ke luar, harus komitmen dan langkah nyatanya harus dibuktikan
tulis komentar anda