La Nyalla Didukung Jadi Presiden, Akademisi: Milenial Bosan Retorika
Minggu, 16 Mei 2021 - 18:23 WIB
JAKARTA - Nama politikus AA La Nyalla Mahmud Mattalitti mulai mendapatkan banyak dukungan untuk menjadi Presiden Indonesia mendatang.
Kemampuan manajerial La Nyalla yang baik serta menghindari banyak retorika, dinilai menjadi keunggulan pria yang saat ini menjabat Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) itu.
Hal tersebut disampaikan akademisi asal Surabaya, Prof Dr Sam Abede Pareno menanggapi munculnya dukungan kepada La Nyalla untuk maju sebagai calon presiden tahun 2024 dan viral di media sosial.
“Saya tertarik untuk mempertanyakan di balik kehendak kaum muda tersebut. Kenapa mereka sudah yakin betul bahwa hanya La Nyalla yang sanggup melanjutkan estafet kepemimpinan nasional dibandingkan nama-nama yang digadang-gadang oleh oligarki partai politik dan kalangan oposisi?” kata Prof Sam Abede, Minggu (16/5/2021).
Jika berdasarkan filosof Engels, kata dia, mengenai tesis-antitesis-sintesis, maka sosok La Nyalla adalah calon sintesis dari calon-calon oligarki parpol dan golongan oposisi sebagai tesis dan antitesis.
“La Nyalla punya kemampuan manajerial yang lateral, namun beliau tak pernah mengkritik pemerintah. Bertahun-tahun memimpin Pemuda Pancasila di Jatim, tak pernah sekali pun konflik dengan pemerintah daerah ataupun mengerahkan massanya untuk mendukung gerakan oposisi. Itulah yang menjadikan dirinya sebagai sintesis,” tuturnya.Baca juga: Jadi King Maker Pilpres 2024, Jokowi Diyakini Tak Bakal Gegabah Pilih Jagoan
Dia juga menilai para milenial sudah jenuh dengan gaya dan retorika tokoh-tokoh yang ada. “Sebab, para tokoh yang ada itu kalau tidak membela, ya menghujat habis-habisan. Sementara La Nyalla adalah tokoh yang selalu memberikan solusi pada permasalahan yang ada, terutama yang menyangkut kepentingan daerah,” katanya.
Dia menilai La Nyalla sudah memiliki modal slogan untuk pencalonannya, yaitu ‘Dari daerah untuk Indonesia’ dan ‘Nyalakan Indonesia’.
Buat Prof Sam Abede, sosok La Nyalla juga bisa merepresentasikan kebudayaan Indonesia yang sangat kaya dan beragam. “Saya teringat Koentjaraningrat yang mengatakan kebudayaan nasional Indonesia adalah kebudayaan-kebudayaan daerah yang ada di Indonesia. Sedangkan LaNyalla berdarah Bugis-Makassar, namun lahir di Jakarta dan besar di Surabaya. Ayahnya, alm Mahmud Mattalitti adalah Kepala Biro Umum di Fakultas Hukum Unair. Kakeknya, alm Mattalitti, seorang saudagar muslim yang taat di Surabaya. La Nyalla lulusan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya,” tuturnya.
Menurut di, dalam jiwa La Nyalla bersemi nilai-nilai wirausaha, intelegensia, dan moral yang tinggi. Beliau tegas dan punya rasa percaya diri yang kuat, namun sangat menghormati para kiai, intelektual, dan pejuang moralitas.
“Dengan berbagai latar belakangnya, La Nyalla juga berpeluang diusung oleh partai-partai politik,” tandasnya.
Kemampuan manajerial La Nyalla yang baik serta menghindari banyak retorika, dinilai menjadi keunggulan pria yang saat ini menjabat Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) itu.
Hal tersebut disampaikan akademisi asal Surabaya, Prof Dr Sam Abede Pareno menanggapi munculnya dukungan kepada La Nyalla untuk maju sebagai calon presiden tahun 2024 dan viral di media sosial.
“Saya tertarik untuk mempertanyakan di balik kehendak kaum muda tersebut. Kenapa mereka sudah yakin betul bahwa hanya La Nyalla yang sanggup melanjutkan estafet kepemimpinan nasional dibandingkan nama-nama yang digadang-gadang oleh oligarki partai politik dan kalangan oposisi?” kata Prof Sam Abede, Minggu (16/5/2021).
Jika berdasarkan filosof Engels, kata dia, mengenai tesis-antitesis-sintesis, maka sosok La Nyalla adalah calon sintesis dari calon-calon oligarki parpol dan golongan oposisi sebagai tesis dan antitesis.
“La Nyalla punya kemampuan manajerial yang lateral, namun beliau tak pernah mengkritik pemerintah. Bertahun-tahun memimpin Pemuda Pancasila di Jatim, tak pernah sekali pun konflik dengan pemerintah daerah ataupun mengerahkan massanya untuk mendukung gerakan oposisi. Itulah yang menjadikan dirinya sebagai sintesis,” tuturnya.Baca juga: Jadi King Maker Pilpres 2024, Jokowi Diyakini Tak Bakal Gegabah Pilih Jagoan
Dia juga menilai para milenial sudah jenuh dengan gaya dan retorika tokoh-tokoh yang ada. “Sebab, para tokoh yang ada itu kalau tidak membela, ya menghujat habis-habisan. Sementara La Nyalla adalah tokoh yang selalu memberikan solusi pada permasalahan yang ada, terutama yang menyangkut kepentingan daerah,” katanya.
Dia menilai La Nyalla sudah memiliki modal slogan untuk pencalonannya, yaitu ‘Dari daerah untuk Indonesia’ dan ‘Nyalakan Indonesia’.
Buat Prof Sam Abede, sosok La Nyalla juga bisa merepresentasikan kebudayaan Indonesia yang sangat kaya dan beragam. “Saya teringat Koentjaraningrat yang mengatakan kebudayaan nasional Indonesia adalah kebudayaan-kebudayaan daerah yang ada di Indonesia. Sedangkan LaNyalla berdarah Bugis-Makassar, namun lahir di Jakarta dan besar di Surabaya. Ayahnya, alm Mahmud Mattalitti adalah Kepala Biro Umum di Fakultas Hukum Unair. Kakeknya, alm Mattalitti, seorang saudagar muslim yang taat di Surabaya. La Nyalla lulusan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya,” tuturnya.
Menurut di, dalam jiwa La Nyalla bersemi nilai-nilai wirausaha, intelegensia, dan moral yang tinggi. Beliau tegas dan punya rasa percaya diri yang kuat, namun sangat menghormati para kiai, intelektual, dan pejuang moralitas.
“Dengan berbagai latar belakangnya, La Nyalla juga berpeluang diusung oleh partai-partai politik,” tandasnya.
(dam)
Lihat Juga :
tulis komentar anda