Pilpres 2024, Gatot Nurmantyo-Rizal Ramli Layak Jadi Capres-Cawapres Alternatif
Selasa, 11 Mei 2021 - 15:12 WIB
JAKARTA - Pengamat politik dari Universitas Jayabaya Igor Dirgantara mengatakan bahwa salah satu fenomena menarik dalam suksesi kepemimpinan nasional adalah munculnya atau dimunculkannya capres alternatif. Di Pilpres 2024 , tokoh seperti Gatot Nurmantyo dan Rizal Ramli bisa menjadi alternatif.
Menurut Igor, capres alternatif itu di luar nama-nama mainstream yang beredar di kalangan publik dan survei, seperti Prabowo Subianto, Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, atau Sandiaga Uno. "Capres alternatif sebenarnya bisa membuat kompetisi pilpres lebih menarik karena calon tidak didominasi oleh kader partai politik," kata Igor kepada SINDOnews, Selasa (11/5/2021).
Dia melanjutkan, calon alternatif biasanya tidak terkait dengan afiliasi politik tertentu, tetapi cukup dikenal oleh publik. Dia pun memberikan contoh yang pernah muncul pada dekade lalu adalah Dahlan Iskan.
"Dan sekarang misalnya Gatot Nurmantyo (GN) dan Rizal Ramli (RR). Keduanya cukup layak sebagai alternatif capres-cawapres di 2024 nanti," ungkap Direktur Lembaga Survei dan Polling Indonesia (SPIN) ini.
Namun, menurut dia, biasanya tokoh-tokoh alternatif tersebut muncul dan fenomenal di awal, tetapi tenggelam di akhir. "Mereka pada gilirannya hanya menjadi endorsement bagi calon real dari partai politik, entah itu dari kalangan menteri di kabinet atau kepala daerah," ujarnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, calon alternatif di dalam pemilu sama halnya dengan calon independen di pilkada serentak. "Untuk bisa sukses, mereka minimal harus punya syarat popularitas minimal sebesar 80 persen. Faktanya untuk meningkatkan elektabilitas lebih menguntungkan bagi calon yang diusung oleh partai politik," katanya.
Bahkan, lanjut dia, tokoh alternatif berpeluang eksis jika sebuah partai politik membuka konvensi terbuka dalam mencari figur politik alternatif untuk diusung. "Itu sebab figur alternatif seperti GN dan RR bisa saja maju dan berpasangan sebagai pasangan calon, hanya jika terpilih dalam konvensi parpol dan diusung oleh parpol," tuturnya.
Kata Igor, Dahlan Iskan misalnya dulu adalah pemenang konvensi Partai Demokrat tahun 2014, tetapi tetap tidak diusung oleh Partai Demokrat. "Kendala lainnya bagi calon alternatif adalah presidential threshold (PT) yang membatasi tokoh masyarakat untuk bisa berlaga dalam kompetisi pemilu," imbuhnya.
Dia menambahkan, ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold sebesar 20 persen menghanguskan tampilnya Capres alternatif yang kompeten. "Rizal Ramli dikenal sebagai pakar ekonomi, dan hanya populer di TV. Gatot Nurmantyo populer sebagai inisiator KAMI, aksinya hanya marak di awal saja, tetapi sekarang nyaris tak terdengar. Tokoh alternatif kuat di wacana, tetapi lemah di akar rumput," pungkasnya.
Menurut Igor, capres alternatif itu di luar nama-nama mainstream yang beredar di kalangan publik dan survei, seperti Prabowo Subianto, Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, atau Sandiaga Uno. "Capres alternatif sebenarnya bisa membuat kompetisi pilpres lebih menarik karena calon tidak didominasi oleh kader partai politik," kata Igor kepada SINDOnews, Selasa (11/5/2021).
Dia melanjutkan, calon alternatif biasanya tidak terkait dengan afiliasi politik tertentu, tetapi cukup dikenal oleh publik. Dia pun memberikan contoh yang pernah muncul pada dekade lalu adalah Dahlan Iskan.
"Dan sekarang misalnya Gatot Nurmantyo (GN) dan Rizal Ramli (RR). Keduanya cukup layak sebagai alternatif capres-cawapres di 2024 nanti," ungkap Direktur Lembaga Survei dan Polling Indonesia (SPIN) ini.
Namun, menurut dia, biasanya tokoh-tokoh alternatif tersebut muncul dan fenomenal di awal, tetapi tenggelam di akhir. "Mereka pada gilirannya hanya menjadi endorsement bagi calon real dari partai politik, entah itu dari kalangan menteri di kabinet atau kepala daerah," ujarnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, calon alternatif di dalam pemilu sama halnya dengan calon independen di pilkada serentak. "Untuk bisa sukses, mereka minimal harus punya syarat popularitas minimal sebesar 80 persen. Faktanya untuk meningkatkan elektabilitas lebih menguntungkan bagi calon yang diusung oleh partai politik," katanya.
Bahkan, lanjut dia, tokoh alternatif berpeluang eksis jika sebuah partai politik membuka konvensi terbuka dalam mencari figur politik alternatif untuk diusung. "Itu sebab figur alternatif seperti GN dan RR bisa saja maju dan berpasangan sebagai pasangan calon, hanya jika terpilih dalam konvensi parpol dan diusung oleh parpol," tuturnya.
Kata Igor, Dahlan Iskan misalnya dulu adalah pemenang konvensi Partai Demokrat tahun 2014, tetapi tetap tidak diusung oleh Partai Demokrat. "Kendala lainnya bagi calon alternatif adalah presidential threshold (PT) yang membatasi tokoh masyarakat untuk bisa berlaga dalam kompetisi pemilu," imbuhnya.
Dia menambahkan, ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold sebesar 20 persen menghanguskan tampilnya Capres alternatif yang kompeten. "Rizal Ramli dikenal sebagai pakar ekonomi, dan hanya populer di TV. Gatot Nurmantyo populer sebagai inisiator KAMI, aksinya hanya marak di awal saja, tetapi sekarang nyaris tak terdengar. Tokoh alternatif kuat di wacana, tetapi lemah di akar rumput," pungkasnya.
(zik)
Lihat Juga :
tulis komentar anda