Bupati Nganjuk Terkena OTT KPK, Elektabilitas Partai Bisa Terdampak
Selasa, 11 Mei 2021 - 15:00 WIB
JAKARTA - Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat (NRH) terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK dalam kasus suap jual beli jabatan. Tertangkapnya politikus PDIP ini dapat memengaruhi elektabilitas partai.
"Elektabilitas partainya bisa hancur di Nganjuk bahkan nasional," kata Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komaruddin kepada wartawan, Selasa (11/5/2021).
Karena itulah, lanjut Ujang, ada kesan habis manis sepah dibuang, dalam kasus Bupati Nganjuk ini. Dulu, partai pengusungnya yaitu PKB dan PDIP, saling klaim sebagai pemilik kader. Sekarang, kedua partai itu saling mengelak mengakui sebagai kadernya. "Lempar tanggung jawab antara PKB dan PDIP, bisa saja karena PKB dan PDIP tak mau kena getahnya akibat kasus korupsi NRH ini," katanya.
Dikatakan Ujang, seharusnya kedua partai politik itu bertanggung jawab kepada masyarakat. Sebagai partai pengusung Novi Rahman pada Pilkada 2018 lalu, PKB dan PDIP harus meminta maaf kapada masyarakat, karena kepala daerah yang diusung mengkhianati amanah rakyat. "Partai-partai politik jangan hanya enaknya dong. Ketika berkasus, tak mau pikul tanggung jawab. Mesti gentle. Mesti bertanggung jawab mengakui kesalahannya, dan minta maaf ke publik," katanya.
Sebagaimana diketahui, beredar video di media sosial yang berisi pernyataan Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat, bahwa dirinya adalah kader PDIP. Namun, DPD PDIP Jatim membantah Novi Rahman sebagai kadernya, dan malah balik menuding DPW PKB Jatim sebagai partai yang menaungi NRH.
Sebelum terpilih jadi Bupati Nganjuk, Novi Rahman adalah seorang pengusaha nikel dan bidang finansial. Ia maju dalam Pilkada Nganjuk 2018-2023, diusung oleh PKB, PDIP dan Partai Hanura. Pada 10 Mei 2021, Novi Rahman bersama dengan camat di Kabupaten Nganjuk, ditetapkan sebagai tersangka olek Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), setelah dilakukan operasi tangkap tangan (OTT) dalam kasus jual beli jabatan.
"Elektabilitas partainya bisa hancur di Nganjuk bahkan nasional," kata Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komaruddin kepada wartawan, Selasa (11/5/2021).
Karena itulah, lanjut Ujang, ada kesan habis manis sepah dibuang, dalam kasus Bupati Nganjuk ini. Dulu, partai pengusungnya yaitu PKB dan PDIP, saling klaim sebagai pemilik kader. Sekarang, kedua partai itu saling mengelak mengakui sebagai kadernya. "Lempar tanggung jawab antara PKB dan PDIP, bisa saja karena PKB dan PDIP tak mau kena getahnya akibat kasus korupsi NRH ini," katanya.
Dikatakan Ujang, seharusnya kedua partai politik itu bertanggung jawab kepada masyarakat. Sebagai partai pengusung Novi Rahman pada Pilkada 2018 lalu, PKB dan PDIP harus meminta maaf kapada masyarakat, karena kepala daerah yang diusung mengkhianati amanah rakyat. "Partai-partai politik jangan hanya enaknya dong. Ketika berkasus, tak mau pikul tanggung jawab. Mesti gentle. Mesti bertanggung jawab mengakui kesalahannya, dan minta maaf ke publik," katanya.
Sebagaimana diketahui, beredar video di media sosial yang berisi pernyataan Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat, bahwa dirinya adalah kader PDIP. Namun, DPD PDIP Jatim membantah Novi Rahman sebagai kadernya, dan malah balik menuding DPW PKB Jatim sebagai partai yang menaungi NRH.
Sebelum terpilih jadi Bupati Nganjuk, Novi Rahman adalah seorang pengusaha nikel dan bidang finansial. Ia maju dalam Pilkada Nganjuk 2018-2023, diusung oleh PKB, PDIP dan Partai Hanura. Pada 10 Mei 2021, Novi Rahman bersama dengan camat di Kabupaten Nganjuk, ditetapkan sebagai tersangka olek Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), setelah dilakukan operasi tangkap tangan (OTT) dalam kasus jual beli jabatan.
(cip)
tulis komentar anda