Jokowi Didesak Tunda Pengiriman Jamaah Haji Tahun 2020

Jum'at, 22 Mei 2020 - 15:18 WIB
"Karenanya, berdasarkan fakta-fakta itu, Komnas Haji dan Umrah mendorong agar Presiden Joko Widodo melalui Kementerian Agama segera mengambil kebijakan tegas dengan menunda pengiriman misi haji Indonesia tahun 2020 karena pandemi COVID-19 yang masih menjadi gejala global dan belum ada tanda-tanda kapan akan berakhir, termasuk di Indonesia maupun di negara tuan rumah, Arab Saudi," bebernya.

Dia melanjutkan, Indonesia sebagai negara muslim terbesar di dunia yang mendapat kuota terbanyak 221 ribu jamaah tentu sangat berkepentingan untuk melindungi keselamatan jiwa warganya dari ancaman virus mematikan (hifzun nas). Tanpa menunggu keputusan pemerintah Arab Saudi, seharusnya Presiden Jokowi sebagai kepala pemerintahan dari sebuah negara yang berdaulat secepatnya mengambil kebijakan demi keselamatan jiwa ratusan ribu jamaah berikut ribuan petugas yang berasal dari berbagai instansi di luar Kemenag seperti tenaga medis dari Kementerian Kesehatan, Kepolisian, TNI, Polri, Kementerian Perhubungan dan unsur petugas daerah.

"Siapa yang akan bertanggung jawab dan bisa menjamin bila ratusan ribu orang tersebut tidak terinfeksi COVID-19 baik dalam proses di Tanah Air maupun manakala berada di Arab Saudi akibat berinteraksi dengan banyak orang dari berbagai negara yang juga belum bebas dari COVID-19 yang berpotensi membawa virus?" jelasnya. (Baca juga: Data Pemilih Pemilu Dibobol Hacker, KPU Langsung Cek Server Data )

Menurut dia, sangat sulit menerapkan strategi social distancing maupun physical distancing pada saat penyelenggaraan ibadah haji, terutama pada saat agenda-agenda krusial seperti thawaf, wukuf, sa’i, lempar jumrah dimana 1,3 juta orang dari berbagai penjuru dunia berkumpul pada saat yang bersamaan. Untuk saat ini, kata dia, masih sangat berisiko memberangkatkan jamaah saat ini.

"Selain alasan-alasan di atas ada beberapa hal lain yang bisa menjadi landasan Presiden (pemerintah) menunda (meniadakan) pelaksanaan rukun Islam kelima pada tahun 2020 adalah, pertama, pemerintah masih belum mencabut status darurat bencana nasional akibat pandemi COVID-19 sebagaimana tertuang melalui Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagai bencana nasional yang diberlakukan sejak 13 April 2020," terangnya.

Maka itu, kata dia, segala ketentuan dan pendekatan mestinya menggunakan perspektif kebencanaan. Dengan kata lain, lanjut dia, penundaan pemberangkatan misi haji bisa merujuk beleid tersebut bukan karena keinginan pemerintah, akan tetapi terhalang oleh bencana non alam berupa COVID-19 yang melanda dunia sehingga tugas dan kewajiban pemerintah menyelenggarakan haji terhalang oleh bencana atau dengan kata lain terjadi force majeur.

"Hal ini penting dikemukakan karena pihak Kemenag mungkin saja merasa khawatir bila haji ditunda akan mendapatkan gugatan dari berbagai pihak termasuk gugatan class action dari jemaah. Keinginan menunda tentu saja bukan dari pemerintah, tetapi karena situasi yang membahayakan jiwa jemaah," paparya.

Kedua, aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) masih berlaku di berbagai daerah. Kata dia, jika pemerintah konsisten terhadap aturan PSBB, maka larangan berkumpul atau ‘pengarahan massa’ juga berlaku terhadap kegiatan apapun tak terkecuali prosesi pemberangkatan jamaah haji yang melibatkan ratusan ribu orang, belum lagi kehadiran keluarga dan kolega jamaah yang biasanya turut mengantar bisa menjadi sumber pengumpulan massa sehingga bertentangan dengan PSBB.

Ketiga, akan keluar biaya atau anggaran ekstra jumbo minimal terkait dua sektor penting yaitu penerbangan (transportasi udara) dan kesehatan. Dia menerangkan, Peraturan Menteri Perhubungan perusahaan maskapai hanya boleh mengangkut 50% dari daya tampung karena harus memberlakukan social distanscing di dalam pesawat sehingga untuk keperluan haji harus menyediakan dua kali lipat angkutan pesawat yang sudah dijadwalkan, baik untuk pemberangkatan maupun pemulangan.

"Ilustrasinya, jika sebuah pesawat berkapasitas 500 penumpang, maka hanya boleh diisi setengahnya. Di sektor kesehatan juga harus ada anggaran tambahan untuk berbagai keperluan kesehatan seperti fasilitas, peralatan dan kebutuhan medis mencegah dan mengobati jemaah dari COVID-19," katanya.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More