MK Tolak Uji Materi Revisi UU KPK, Hakim Beda Pendapat
Selasa, 04 Mei 2021 - 16:01 WIB
JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi ( UU KPK ) perubahan atas UU Nomor 30 Tahun 2002 yang dilayangkan pimpinan KPK di era Agus Raharjo Cs.
Ketua Mahkamah Anwar Usman menyampaikan bahwa dalam pengambilan putusan ini, terjadi sebuah perbedaan pendapat atau dissenting opinion di tingkat hakim perihal permohonan pengujian formil terkait UU 19 Tahun 2019. "Satu orang hakim konstitusi yaitu hakim konstitusi Wahiddudin Adams memiliki pendapat berbeda," kata Hakim Anwar dalam pembacaan putusan yang disiarkan secara daring, Selasa (4/5/2021).
Dalam perbedaan pendapatnya, Wahiduddin Adam menyampaikan bahwa perbedaan pendapat itu terjadi setelah mencermati pokok permohonan secara sungguh-sungguh, seluruh dinamika persidangan dan karakteristik tiap-tiap perkara dalam pengujian Undang-Undang a quo terhadap Undang-Undang Dasar.
"Tibalah saya pada keyakinan dan pendirian yang sama dengan Keterangan Ahli Bagir Manan dalam persidangan yang pada pokoknya menyatakan bahwa yang dilakukan oleh pembentuk undang-undang melalui Undang-Undang a quo, sejatinya adalah membentuk "sebuah Undang- Undang baru tentang KPK, meskipun Undang-Undang a quo secara kasat mata terlihat seolah-olah terbatas sekedar membentuk "sebuah Undang-Undang perubahan KPK," ujar Wahiduddin Adams.
Dia melanjutkan,beberapa perubahan ketentuan mengenai KPK dalam Undang-Undang a quo secara nyata telah mengubah postur, struktur, arsitektur, dan fungsi KPK secara fundamental. Perubahan ini sangat nampak sengaja dilakukan dalam jangka waktu yang relatif sangat singkat serta dilakukan pada momentum yang spesifik.
"Yakni Hasil Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) dan Hasil Pemilihan Umum Legislatif (Pileg) telah diketahui dan kemudian mendapat persetujuan bersama antara DPR dan Presiden untuk disahkan Presiden menjadi Undang-Undang) hanya beberapa hari menjelang berakhirnya masa bakti anggota DPR RI periode 2014-2019 dan beberapa minggu menjelang berakhirnya pemerintahan Presiden Joko Widodo periode pertama," ujarnya.
Adams juga berpendapat, suatu pembentukan Undang-Undang yang dilakukan dalam jangka waktu yang relatif sangat singkat dan dilakukan pada momentum spesifik yang mengundang pertanyaan besar memang tidaklah secara langsung menyebabkan Undang- Undang tersebut inkonstitusional dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Ketua Mahkamah Anwar Usman menyampaikan bahwa dalam pengambilan putusan ini, terjadi sebuah perbedaan pendapat atau dissenting opinion di tingkat hakim perihal permohonan pengujian formil terkait UU 19 Tahun 2019. "Satu orang hakim konstitusi yaitu hakim konstitusi Wahiddudin Adams memiliki pendapat berbeda," kata Hakim Anwar dalam pembacaan putusan yang disiarkan secara daring, Selasa (4/5/2021).
Dalam perbedaan pendapatnya, Wahiduddin Adam menyampaikan bahwa perbedaan pendapat itu terjadi setelah mencermati pokok permohonan secara sungguh-sungguh, seluruh dinamika persidangan dan karakteristik tiap-tiap perkara dalam pengujian Undang-Undang a quo terhadap Undang-Undang Dasar.
"Tibalah saya pada keyakinan dan pendirian yang sama dengan Keterangan Ahli Bagir Manan dalam persidangan yang pada pokoknya menyatakan bahwa yang dilakukan oleh pembentuk undang-undang melalui Undang-Undang a quo, sejatinya adalah membentuk "sebuah Undang- Undang baru tentang KPK, meskipun Undang-Undang a quo secara kasat mata terlihat seolah-olah terbatas sekedar membentuk "sebuah Undang-Undang perubahan KPK," ujar Wahiduddin Adams.
Dia melanjutkan,beberapa perubahan ketentuan mengenai KPK dalam Undang-Undang a quo secara nyata telah mengubah postur, struktur, arsitektur, dan fungsi KPK secara fundamental. Perubahan ini sangat nampak sengaja dilakukan dalam jangka waktu yang relatif sangat singkat serta dilakukan pada momentum yang spesifik.
"Yakni Hasil Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) dan Hasil Pemilihan Umum Legislatif (Pileg) telah diketahui dan kemudian mendapat persetujuan bersama antara DPR dan Presiden untuk disahkan Presiden menjadi Undang-Undang) hanya beberapa hari menjelang berakhirnya masa bakti anggota DPR RI periode 2014-2019 dan beberapa minggu menjelang berakhirnya pemerintahan Presiden Joko Widodo periode pertama," ujarnya.
Adams juga berpendapat, suatu pembentukan Undang-Undang yang dilakukan dalam jangka waktu yang relatif sangat singkat dan dilakukan pada momentum spesifik yang mengundang pertanyaan besar memang tidaklah secara langsung menyebabkan Undang- Undang tersebut inkonstitusional dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Lihat Juga :
tulis komentar anda