Ambisi Bumi Lebih Bersih
Senin, 26 April 2021 - 05:45 WIB
Apa yang disampaikan oleh IEA sepertinya juga terasa di Tanah Air. Ambisi menjadikan Indonesia sebagai negara pengguna energi bersih tampaknya masih jauh panggang dari api. Ini terlihat dari masih rendahnya persentase penggunaan energi baru terbarukan yang baru mencapai 11,3% dari target 23% pada 2025.
Kondisi ini, menurut pakar energi Iwa Garniwa, sangat disayangkan karena target 23% pada empat tahun ke depan kurang realistis. Dia memperkirakan, dalam kurun waktu hingga 2025, penambahan bauran energi hanya akan ada di kisaran 19–20%. Dengan demikian, kata dia, perlu akselerasi lebih cepat, terutama di masa transisi energi fosil ke EBT.
Terkait KTT Perubahan Iklim pada 22 April lalu, Presiden Jokowi yang memberikan sambutan secaraonlinemenyatakan bahwa Covid-19 dan resesi global membuat tantangan semakin kompleks. Untuk itu Presiden menyampaikan tiga pemikiran sebagai upaya menghadapi perubahan iklim di masa mendatang.
Pertama, kata Jokowi, Indonesia sangat serius dalam pengendalian perubahan iklim dan mengajak dunia untuk melakukan aksi-aksi nyata dengan memberikan kepemimpinan melalui contoh nyata atauto lead by example.
Kedua, Jokowi mengusulkan agar memajukan “pembangunan hijau” untuk dunia yang lebih baik. Indonesia, kata dia, menyambut baik target sejumlah negara menujunet-zero emissionstahun 2050. Namun agar kredibel, komitmen tersebut harus dijalankan berdasarkan pemenuhan komitmen pengurangan emisi pada 2030.
Akan tetapi, menurut Jokowi, negara berkembang akan melaksanakan komitmen serupa jika komitmen negara maju kredibel disertai dukungan riil. Dukungan dan pemenuhan komitmen negara-negara maju sangat diperlukan.
Ketiga, untuk mencapai target Persetujuan Paris dan agenda bersama berikutnya, kemitraan global harus diperkuat. Karena itu para pemimpin negara harus membangun kesepahaman dalam mencapainet-zero emissionsdan menuju UNFCCC – COP26 (United Nation Framework Convention on Climate Change – Conference of the Parties-26th) Glasgow.
Kondisi ini, menurut pakar energi Iwa Garniwa, sangat disayangkan karena target 23% pada empat tahun ke depan kurang realistis. Dia memperkirakan, dalam kurun waktu hingga 2025, penambahan bauran energi hanya akan ada di kisaran 19–20%. Dengan demikian, kata dia, perlu akselerasi lebih cepat, terutama di masa transisi energi fosil ke EBT.
Terkait KTT Perubahan Iklim pada 22 April lalu, Presiden Jokowi yang memberikan sambutan secaraonlinemenyatakan bahwa Covid-19 dan resesi global membuat tantangan semakin kompleks. Untuk itu Presiden menyampaikan tiga pemikiran sebagai upaya menghadapi perubahan iklim di masa mendatang.
Pertama, kata Jokowi, Indonesia sangat serius dalam pengendalian perubahan iklim dan mengajak dunia untuk melakukan aksi-aksi nyata dengan memberikan kepemimpinan melalui contoh nyata atauto lead by example.
Kedua, Jokowi mengusulkan agar memajukan “pembangunan hijau” untuk dunia yang lebih baik. Indonesia, kata dia, menyambut baik target sejumlah negara menujunet-zero emissionstahun 2050. Namun agar kredibel, komitmen tersebut harus dijalankan berdasarkan pemenuhan komitmen pengurangan emisi pada 2030.
Akan tetapi, menurut Jokowi, negara berkembang akan melaksanakan komitmen serupa jika komitmen negara maju kredibel disertai dukungan riil. Dukungan dan pemenuhan komitmen negara-negara maju sangat diperlukan.
Ketiga, untuk mencapai target Persetujuan Paris dan agenda bersama berikutnya, kemitraan global harus diperkuat. Karena itu para pemimpin negara harus membangun kesepahaman dalam mencapainet-zero emissionsdan menuju UNFCCC – COP26 (United Nation Framework Convention on Climate Change – Conference of the Parties-26th) Glasgow.
(war)
tulis komentar anda