Kamus Sejarah Indonesia Jilid I & II Masih Beredar, Fikri Faqih: Bila Tidak Dilarang, Berarti Benar Adanya
Sabtu, 24 April 2021 - 10:25 WIB
JAKARTA - Wakil Ketua Komisi X DPR , Abdul Fikri Faqih menyayangkan kamus kontroversial terbitan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ( Kemendikbud ) berjudul Kamus Sejarah Indonesia Jilid I dan II tetap beredar. Bahkan diperjualbelikan di toko daring (online Shop).
“Padahal kata Mas Menteri (Nadiem) dan Dirjen (Kebudayaan) sudah ditarik, tapi percuma karena sudah beredar di masyarakat, kecuali dilarang,” ujar Fikri dalam keterangannya, Sabtu (24/4/2021).
Kamus Sejarah Indonesia Jilid I dan II terbitan Kemendikbud tersebut mudah ditemui di olshop semudah mengklik di mesin pencari di internet. “Jadi ini seperti mau menghapus kesalahan, tapi dosanya terlanjur menjalar kemana-mana,” ucap Fikri. Baca juga:
Politisi PKS ini menyatakan setelah sebelumnya Mendikbud dan Dirjen Kebudayaan mengakui adanya kesalahan atas penerbitan buku tersebut, sebaiknya Kemendikbud mulai melakukan pembersihan ‘dosa’. “Segera larang peredarannya, karena sangat meresahkan, bila tidak dilarang, berarti memang benar demikian isi buku tersebut,” kata Fikri.
Seperti diketahui, Kamus Sejarah Indonesia terdiri atas dua jilid. Jilid I dengan sub-judul Nation Formation (1900-1950) dan Jilid II: Nation Building (1951-1998). Namun disayangkan, tokoh penting nasional yang sekaligus Pendiri Nahdlatul Ulama (NU), Hadratusy Syaikh Hasyim Asy'ari tidak ada dalam entry khusus (yang disusun secara alfabetis) dalam kamus tersebut. Demikian pula dengan kiprah Proklamator RI, Soekarno dan M Hatta tidak ditemukan dalam entry alfabetis di dalam Kamus Jilid II.
Fikri mengajak semua elemen negeri ini untuk bersama meluruskan sejarah bangsa yang mulai dicemari upaya pembelokan dan penghilangan sejarah, terutama kiprah KH Hasyim Asyhari. “Bila tanpa adanya fatwa jihad dari Hadratusy Syaikh Hasyim Asy'ari pada waktu itu, Bung Tomo dan puluhan ribu rakyat Surabaya tidak mungkin bertempur gagah berani dengan satu semboyan: merdeka atau mati, karena ulama adalah tokoh paling ditaati saat itu,” urainya.
Fikri menilai kamus sebagai referensi pengetahuan yang sudah berani menghilangkan salah satu tokoh kunci pahlawan pejuang kemerdekaan akan sangat menyesatkan keilmuan bagi anak bangsa ke depannya. “Kemendikbud adalah leading sector yang paling bertanggung jawab dalam upaya perbaikan literasi, terutama literasi sejarah,” tandasnya.
Sudah Terbit ISBN
Di sisi lain, Fikri mengungkap keanehan soal penerbitan Kamus Sejarah Indonesia Jilid I dan II yang katanya akibat ‘ketidaksengajaan’ pihak Direktorat Sejarah Kemendikbud itu. “Bagaimana bisa, katanya belum siap diedarkan tapi kok sudah terbit ISBN,” kata Fikri.
“Padahal kata Mas Menteri (Nadiem) dan Dirjen (Kebudayaan) sudah ditarik, tapi percuma karena sudah beredar di masyarakat, kecuali dilarang,” ujar Fikri dalam keterangannya, Sabtu (24/4/2021).
Kamus Sejarah Indonesia Jilid I dan II terbitan Kemendikbud tersebut mudah ditemui di olshop semudah mengklik di mesin pencari di internet. “Jadi ini seperti mau menghapus kesalahan, tapi dosanya terlanjur menjalar kemana-mana,” ucap Fikri. Baca juga:
Politisi PKS ini menyatakan setelah sebelumnya Mendikbud dan Dirjen Kebudayaan mengakui adanya kesalahan atas penerbitan buku tersebut, sebaiknya Kemendikbud mulai melakukan pembersihan ‘dosa’. “Segera larang peredarannya, karena sangat meresahkan, bila tidak dilarang, berarti memang benar demikian isi buku tersebut,” kata Fikri.
Seperti diketahui, Kamus Sejarah Indonesia terdiri atas dua jilid. Jilid I dengan sub-judul Nation Formation (1900-1950) dan Jilid II: Nation Building (1951-1998). Namun disayangkan, tokoh penting nasional yang sekaligus Pendiri Nahdlatul Ulama (NU), Hadratusy Syaikh Hasyim Asy'ari tidak ada dalam entry khusus (yang disusun secara alfabetis) dalam kamus tersebut. Demikian pula dengan kiprah Proklamator RI, Soekarno dan M Hatta tidak ditemukan dalam entry alfabetis di dalam Kamus Jilid II.
Fikri mengajak semua elemen negeri ini untuk bersama meluruskan sejarah bangsa yang mulai dicemari upaya pembelokan dan penghilangan sejarah, terutama kiprah KH Hasyim Asyhari. “Bila tanpa adanya fatwa jihad dari Hadratusy Syaikh Hasyim Asy'ari pada waktu itu, Bung Tomo dan puluhan ribu rakyat Surabaya tidak mungkin bertempur gagah berani dengan satu semboyan: merdeka atau mati, karena ulama adalah tokoh paling ditaati saat itu,” urainya.
Fikri menilai kamus sebagai referensi pengetahuan yang sudah berani menghilangkan salah satu tokoh kunci pahlawan pejuang kemerdekaan akan sangat menyesatkan keilmuan bagi anak bangsa ke depannya. “Kemendikbud adalah leading sector yang paling bertanggung jawab dalam upaya perbaikan literasi, terutama literasi sejarah,” tandasnya.
Sudah Terbit ISBN
Di sisi lain, Fikri mengungkap keanehan soal penerbitan Kamus Sejarah Indonesia Jilid I dan II yang katanya akibat ‘ketidaksengajaan’ pihak Direktorat Sejarah Kemendikbud itu. “Bagaimana bisa, katanya belum siap diedarkan tapi kok sudah terbit ISBN,” kata Fikri.
tulis komentar anda