Negara Safe Haven Bikin Koruptor Anteng
Jum'at, 23 April 2021 - 06:23 WIB
Eddy juga melihat kalau untuk saat ini perjanjian tersebut sudah lewat masanya. Di sisi lain, isu BLBI saat ini muncul kembali. Sehingga jika ingin menggunakan perjanjian tersebut maka harus melalui proses negosiasi ulang. “Itu pun kalau kedua negara mau, itu pun dengan klausul baru karena perkembangan sudah baru,” katanya.
Kerja Sama 13 Negara
Saat ini Indonesia telah menjalin kerjasam ekstradisi dengan sekitar 13 negara baik di kawasan Asean hingga Timur Tengah. Antara lain Korsel, Malaysia, Filipina, Thailand, Vietnam, Australia, Cina, India, Papua New Ghini, Persatuan Uni Emirat Arab dan Iran. “Kecuali dengan Singapura karena belum diratifikasi,” tambahnya.
Terkait dengan pengejaran aset yang ada di luar negeri, Eddy berpendapat hal itu tidaklah mudah. Terlebih saat ini RUU Perampasan Aset masih dalam proses penggodokan. Untuk dapat menarik aset yang ada di luar negeri tentunya pemerintah harus memiliki dasar hukumnya.
Anggota Komisi III DPR Arsul Sani mengakui belum disetujuinya ratifikasi karena Singapura meminta wilayah Indonesia dijadikan sebagai tempat latihan pesawat udaranya. “Harapan dari rakyat Indonesia agar legal assistance atau bantuan hukum yang diberikan hendaknya lebih luas lagi, termasuk ke depannya soal ekstradisi," tegasnya.
Menurut dia, masalah ekstradisi ini memang harus segera dituntaskan, pasalnya hal tersebut sangat penting guna mengakhiri kasus-kasus kriminal yang selama ini terjadi. Dia berpendapat, banyaknya orang Indonesia yang membawa hasil korupsinya ke Singapura dikhawatirkan dapat mengganggu hubungan hubungan kedua belah negara.
Oleh karena itu pembicaraan soal ekstradisi harus didorong, agar pada 2024 datang bisa dirasakan kebersamaannya. Dia juga meminta keseriusan dari pemerintah dan Parlemen Singapura dalam menyelesaikan masalah ekstradisi tersebut.
Wakil Ketua Komisi III DPR Erma Suryani Ranik menegaskan, DPR terus berupaya meratifikasi perjanjian ekstradisi dan bantuan timbal balik dalam masalah pidana. Di antaranya yang terakhir dengan Iran pada 14 Desember 2016.
"Kami yakin ini akan mendukung penegakan hukum di Indonesia, terutama yang berkaitan dengan kejahatan lintas negara," terang politikus partai Demokrat ini.
Erma menegaskan kesepakatan ini harus memperhatikan prinsip umum hukum internasional yang menitikberatkan pada asas penghormatan kedaulatan negara, kedaulatan hukum, kesetaraan, serta mengacu pada asas tindak pidana ganda. Dia menambahkan isi perjanjian tersebut telah mengatur segala komponen yang dibutuhkan.
Kerja Sama 13 Negara
Saat ini Indonesia telah menjalin kerjasam ekstradisi dengan sekitar 13 negara baik di kawasan Asean hingga Timur Tengah. Antara lain Korsel, Malaysia, Filipina, Thailand, Vietnam, Australia, Cina, India, Papua New Ghini, Persatuan Uni Emirat Arab dan Iran. “Kecuali dengan Singapura karena belum diratifikasi,” tambahnya.
Terkait dengan pengejaran aset yang ada di luar negeri, Eddy berpendapat hal itu tidaklah mudah. Terlebih saat ini RUU Perampasan Aset masih dalam proses penggodokan. Untuk dapat menarik aset yang ada di luar negeri tentunya pemerintah harus memiliki dasar hukumnya.
Anggota Komisi III DPR Arsul Sani mengakui belum disetujuinya ratifikasi karena Singapura meminta wilayah Indonesia dijadikan sebagai tempat latihan pesawat udaranya. “Harapan dari rakyat Indonesia agar legal assistance atau bantuan hukum yang diberikan hendaknya lebih luas lagi, termasuk ke depannya soal ekstradisi," tegasnya.
Menurut dia, masalah ekstradisi ini memang harus segera dituntaskan, pasalnya hal tersebut sangat penting guna mengakhiri kasus-kasus kriminal yang selama ini terjadi. Dia berpendapat, banyaknya orang Indonesia yang membawa hasil korupsinya ke Singapura dikhawatirkan dapat mengganggu hubungan hubungan kedua belah negara.
Oleh karena itu pembicaraan soal ekstradisi harus didorong, agar pada 2024 datang bisa dirasakan kebersamaannya. Dia juga meminta keseriusan dari pemerintah dan Parlemen Singapura dalam menyelesaikan masalah ekstradisi tersebut.
Wakil Ketua Komisi III DPR Erma Suryani Ranik menegaskan, DPR terus berupaya meratifikasi perjanjian ekstradisi dan bantuan timbal balik dalam masalah pidana. Di antaranya yang terakhir dengan Iran pada 14 Desember 2016.
"Kami yakin ini akan mendukung penegakan hukum di Indonesia, terutama yang berkaitan dengan kejahatan lintas negara," terang politikus partai Demokrat ini.
Erma menegaskan kesepakatan ini harus memperhatikan prinsip umum hukum internasional yang menitikberatkan pada asas penghormatan kedaulatan negara, kedaulatan hukum, kesetaraan, serta mengacu pada asas tindak pidana ganda. Dia menambahkan isi perjanjian tersebut telah mengatur segala komponen yang dibutuhkan.
tulis komentar anda