Meruwat Bumi, Merawat Kehidupan
Kamis, 22 April 2021 - 05:00 WIB
Kawasan permukiman, perkantoran, dan perniagaan di zona rawan bencana harus direlokasi ke zona aman. Kawasan zona merah dikonservasi sebagai ruang terbuka hijau berupa hutan lindung, kebun raya di pegunungan dan dataran atau hutan mangrove di tepi pantai. Pengendalian dan pemanfaatan ruang harus dilakukan dengan ketat dan tegas untuk mengurangi dampak risiko bencana.
Ketiga, pembangunan kota harus berbasis risiko bencana, dikelola secara berkelanjutan, agar kota memberikan lebih banyak manfaat, baik aspek ekonomi, sosial, maupun lingkungan. Kota direncanakan dan dikelola dengan baik, ditata lebih kompak dan terpadu, serta tangguh bencana. Maka dengan jumlah penduduk yang sama maka lingkungan alam yang harus diubah bisa lebih kecil, dibanding jika penduduk tersebar.
Kota direncanakan, dirancang, dibangun, dan dikelola berbasis mitigasi bencana, maka kota dapat memberikan manfaat untuk semua pihak termasuk meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat, pertumbuhan ekonomi inklusif, dan kelestarian lingkungan bagi setiap masyarakat. Kota menuntut para pengelola untuk membangun kembali kota dengan lebih baik.
Pemerintah harus menciptakan lingkungan yang memungkinkan kota untuk berkembang dan beradaptasi pascabencana. Pembenahan permukiman padat penduduk terutama yang berada di zona rawan bencana. Pembangunan infrastruktur fisik, infrastruktur sosial, dan infrastruktur kesehatan masyarakat yang seimbang, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi secara optimal, pengembangan energi terbarukan, serta perbaikan kualitas lingkungan.
Keempat, UN Environment Programme mencatat bahwa 90% kasus Covid-19 terjadi di kota di seluruh dunia, memperlihatkan ketimpangan/kesenjangan di dalam kota, menguji ketangguhan kota dan kemanusiaan, dan kurang dari 50% penduduk dunia yang memiliki akses ke ruang publik/taman dalam jarak 400 meter dari rumah.
Pemulihan kota pascabencana maupun pandemi harus memberikan peluang untuk menata ulang kehidupan perkotaan, memitigasi perubahan iklim, serta mengantisipasi pandemi di masa depan untuk meningkatkan kualitas kehidupan kota dan kita.
Pemerintah didorong menyediakan perumahan yang lebih terjangkau dan lebih layak huni, mempererat kolaborasi, mendukung pekerja dan bisnis lokal, memperkuat ketangguhan kota, mengembangkan ketahangan pangan lokal, model bisnis sirkular, memperbanyak taman di permukiman, serta menyediakan jalur evakuasi lengkap dengan rambu dan papan petunjuk evakuasi.
Kelima, konstruksi bangunan harus memenuhi standar tahan gempa sesuai Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (UUBG), Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pelaksanaan UUBG, Peraturan Menteri PUPR Nomor 5 Tahun 2016 tentang Pelaksanaan BG dan Pembentukan Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG). TABG diterjunkan untuk mengaudit dan memastikan prioritas pembangunan/perbaikan bangunan memenuhi standar tahan gempa.
Rehabilitasi dan rekonstruksi kota/kabupaten pascabencana didasarkan pada kemampuan dan ketersediaan sumberdaya alam, manusia, dan dana lokal agar berkelanjutan. Pemulihan rumah melibatkan warga didukung tenaga konstruksi dan akademisi setempat. Bantuan dana pemerintah ditempatkan sebagai stimulan.
Keenam, untuk memitigasi bencana, pemerintah harus memperkuat sistem masyarakat setiap daerah untuk peduli dan berperan aktif dalam pencegahan terjadinya bencana sebagai tanggung jawab bersama. Masyarakat harus mampu memahami bahasa alam dan menyesuaikan dengan siklusnya, serta beradaptasi dan mempersiapkan diri bila terjadi bencana. Masyarakat dilatih memiliki kemampuan bertahan hidup dan memberikan pertolongan pertama.
Ketiga, pembangunan kota harus berbasis risiko bencana, dikelola secara berkelanjutan, agar kota memberikan lebih banyak manfaat, baik aspek ekonomi, sosial, maupun lingkungan. Kota direncanakan dan dikelola dengan baik, ditata lebih kompak dan terpadu, serta tangguh bencana. Maka dengan jumlah penduduk yang sama maka lingkungan alam yang harus diubah bisa lebih kecil, dibanding jika penduduk tersebar.
Kota direncanakan, dirancang, dibangun, dan dikelola berbasis mitigasi bencana, maka kota dapat memberikan manfaat untuk semua pihak termasuk meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat, pertumbuhan ekonomi inklusif, dan kelestarian lingkungan bagi setiap masyarakat. Kota menuntut para pengelola untuk membangun kembali kota dengan lebih baik.
Pemerintah harus menciptakan lingkungan yang memungkinkan kota untuk berkembang dan beradaptasi pascabencana. Pembenahan permukiman padat penduduk terutama yang berada di zona rawan bencana. Pembangunan infrastruktur fisik, infrastruktur sosial, dan infrastruktur kesehatan masyarakat yang seimbang, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi secara optimal, pengembangan energi terbarukan, serta perbaikan kualitas lingkungan.
Keempat, UN Environment Programme mencatat bahwa 90% kasus Covid-19 terjadi di kota di seluruh dunia, memperlihatkan ketimpangan/kesenjangan di dalam kota, menguji ketangguhan kota dan kemanusiaan, dan kurang dari 50% penduduk dunia yang memiliki akses ke ruang publik/taman dalam jarak 400 meter dari rumah.
Pemulihan kota pascabencana maupun pandemi harus memberikan peluang untuk menata ulang kehidupan perkotaan, memitigasi perubahan iklim, serta mengantisipasi pandemi di masa depan untuk meningkatkan kualitas kehidupan kota dan kita.
Pemerintah didorong menyediakan perumahan yang lebih terjangkau dan lebih layak huni, mempererat kolaborasi, mendukung pekerja dan bisnis lokal, memperkuat ketangguhan kota, mengembangkan ketahangan pangan lokal, model bisnis sirkular, memperbanyak taman di permukiman, serta menyediakan jalur evakuasi lengkap dengan rambu dan papan petunjuk evakuasi.
Kelima, konstruksi bangunan harus memenuhi standar tahan gempa sesuai Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (UUBG), Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pelaksanaan UUBG, Peraturan Menteri PUPR Nomor 5 Tahun 2016 tentang Pelaksanaan BG dan Pembentukan Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG). TABG diterjunkan untuk mengaudit dan memastikan prioritas pembangunan/perbaikan bangunan memenuhi standar tahan gempa.
Rehabilitasi dan rekonstruksi kota/kabupaten pascabencana didasarkan pada kemampuan dan ketersediaan sumberdaya alam, manusia, dan dana lokal agar berkelanjutan. Pemulihan rumah melibatkan warga didukung tenaga konstruksi dan akademisi setempat. Bantuan dana pemerintah ditempatkan sebagai stimulan.
Keenam, untuk memitigasi bencana, pemerintah harus memperkuat sistem masyarakat setiap daerah untuk peduli dan berperan aktif dalam pencegahan terjadinya bencana sebagai tanggung jawab bersama. Masyarakat harus mampu memahami bahasa alam dan menyesuaikan dengan siklusnya, serta beradaptasi dan mempersiapkan diri bila terjadi bencana. Masyarakat dilatih memiliki kemampuan bertahan hidup dan memberikan pertolongan pertama.
Lihat Juga :
tulis komentar anda