Spirit Filantropi Bulan Ramadan

Selasa, 13 April 2021 - 06:00 WIB
Dengan demikian, Ramadan kali ini semestinya mengobarkan kembali spirit filantropi kita serta meningkatkan modal sosial kebangsaan dalam menghadapi segenap persoalan kemanusiaan dewasa ini. Filantropi yang dalam Islam termanifestasi melalui zakat, infak, sedekah, dan wakaf (Ziswaf), harus berpijak pada ihwal kebutuhan masyarakat. Dalam konteks terkini, ihwal tersebut yakni efek sosial-ekonomi pandemi dan bencana alam, seperti berkurangnya lahan pekerjaan, lumpuhnya aktivitas produksi, hingga hilangnya tempat tinggal akibat rumah terdampak bencana.

Dengan perkembangan platform digital yang kian menggeliat, saluran filantropi Islam tak harus melulu tertumpu pada lembaga filantropi mainstream, seperti Dompet Dhuafa, Rumah Zakat, Daarut Tauhid, Dana Sosial Al-Falah, dan Rumah Yatim, namun dapat pula melalui platform urun dana (crowdfunding) digital seperti KitaBisa, AyoPeduli, GandengTangan, dan Akseleran. Platform tersebut amat menarik karena selain menyasar pangsa pasar baru, seperti anak muda dan kalangan selebriti, juga memberikan ruang lebih bagi setiap orang yang peduli untuk mengelola dan berkiprah.

Platform crowdfunding juga terbukti efektif dan cepat. Selebgram Rachel Vennya misalnya, ketika melakukan galang dana via KitaBisa untuk korban banjir dan longsor di NTT dan NTB baru-baru ini, dalam rentang dua hari mampu menjaring lebih dari 50.000 donatur dengan total dana terkumpul lebih dari Rp3 miliar. Hal yang sama juga pernah terjadi pada Maret tahun lalu, ketika ia menggalang dana untuk pembelian alat pelindung diri (APD) bagi penanganan virus Covid-19, di mana ia mampu mengumpulkan Rp2 miliar dalam sehari.

Spirit filantropi semacam itu tak hanya berguna dalam meringankan beban ekonomi warga terdampak dan kebutuhan logistik tenaga medis, tapi juga meningkatkan modal sosial bangsa di tengah krisis. Robert Putnam (1995) menyebut, modal sosial sebagai norma dan kepercayaan, termasuk rasa saling percaya dan saling peduli satu sama lainnya. Modal sosial dinilai sebagai investasi terpenting bagi masa depan, bahkan dipandang lebih krusial ketimbang modal finansial.

Rasa peduli sebagai modal sosial mesti tumbuh seirama dengan ciri Ramadhan sebagai syahrul judd (bulan kemurahan), syahrul rahmah (bulan penuh kasih), dan syahrul mubarak (bulan penuh keberkahan) yang ditandai dengan dilipatgandakannya amal saleh. Dengan ciri tersebut, tentunya Ramadan dapat menjadi momen spiritual untuk meningkatkan filantropi bagi pengentasan krisis.

Krisis tentu tak selalu berkaitan dengan kekurangan finansial, namun dapat pula berbentuk rasa tidak percaya terhadap orang lain dan lingkungan sekitar (social distrust). Karena itu, Lawrence Wheeless (1978) menilai bahwa filantropi dan rasa saling percaya saling mengisi. Baginya, tak mungkin seseorang rela memberikan bantuan pada orang lain jika tak dilandasi rasa percaya. Sebab itulah, kata Wheeless, aktivitas berbagi memiliki dampak jangka panjang bagi harmoni sosial di lingkungan pemberi maupun penerima karena dilandasi rasa saling percaya. Itulah modal sosial.

Ala kulli hal, dengan spirit filantropi, selayaknya kita optimistis bahwa Ramadan kali ini akan dipenuhi kabar gembira, kendati harus diawali dengan serangkaian krisis yang menyertainya. Ramadan adalah oase yang menyalakan pelita bangsa, meski dalam gelap. Bangsa Indonesia punya segala modal sosial untuk melewati fase krisis ini. Kita harus percaya.
(bmm)
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More