Djoko Tjandra Divonis 4 Tahun 6 Bulan Penjara dan Denda Rp100 Juta
Senin, 05 April 2021 - 16:43 WIB
JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman empat tahun dan enam bulan penjara terhadap Djoko Soegiarto Tjandra (Djoko Tjandra). Djoko juga divonis untuk membayar denda sebesar Rp100 juta subsidair enam bulan kurungan.
"Menyatakan terdakwa Joko Soegiarto Tjandra terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama. Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan, dan pidana denda Rp100 juta subsider 6 bulan," ujar Ketua Majelis Hakim M Damis saat membacakan amar putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (5/4/2021).
Dalam menjatuhkan putusan, hakim mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan maupun meringankan. Adapun, hal yang memberatkan putusan hakim terhadap Djoko Tjandra yakni karena terdakwa tidak mendukung pemerintah dalam mencegah dan memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme. Kemudian, perbuatan Djoko Tjandra juga dinyatakan dilakukan sebagai upaya untuk menghindari keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, serta melakukan tindak pidana penyuapan terhadap penegak hukum. "Sedangkan hal yang meringankan, bersikap sopan selama persidangan, terdakwa berusia lanjut," sambungnya.
Diketahui, putusan tersebut lebih berat dari tuntutan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Di mana sebelumya, JPU mentuntut agar majelis hakim hanya menjatuhkan empat tahun penjara terhadap Djoko Tjandra dan denda sebesar Rp100 juta subsidair enam bulan kurungan.
Dalam amar putusannya, hakim meyakini Djoko Tjandra terbukti bersalah karena menyuap penyelenggara negara. Djoko Tjandra diyakini menyuap Jaksa Pinangki Sirna Malasari sebesar USD500.000 melalui adik iparnya, Herriyadi Angga Kusuma, dan Andi Irfan Jaya sebagai uang muka rencana pengurusan hukum yang dihadapinya berupa fatwa MA melalui Kejaksaan Agung.
Selain itu, Djoko Tjandra juga diyakini telah memberikan uang sebesar USD100.000 kepada mantan Kepala Biro Koordinator Pengawas PPNS Bareskrim Polri Brigjen Pol Prasetijo Utomo, dan mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Napoleon Bonaparte sejumlah 200.000 dolar Singapura dan USD370.000.
Pemberian uang itu dilakukan melalui perantara pengusaha Tommy Sumardi. Usaha penghapusan status DPO Joko Tjandra dalam sistem ECS Ditjen Imigrasi dilakukan agar ia bisa masuk ke Indonesia dan mengajukan peninjauan kembali (PK) pada Juni 2020 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Atas perbuatannya, Djoko Tjandra dinyatakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a dan Pasal 15 Juncto Pasal 13 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 65 ayat (1) dan (2) KUHP.
"Menyatakan terdakwa Joko Soegiarto Tjandra terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama. Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan, dan pidana denda Rp100 juta subsider 6 bulan," ujar Ketua Majelis Hakim M Damis saat membacakan amar putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (5/4/2021).
Dalam menjatuhkan putusan, hakim mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan maupun meringankan. Adapun, hal yang memberatkan putusan hakim terhadap Djoko Tjandra yakni karena terdakwa tidak mendukung pemerintah dalam mencegah dan memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme. Kemudian, perbuatan Djoko Tjandra juga dinyatakan dilakukan sebagai upaya untuk menghindari keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, serta melakukan tindak pidana penyuapan terhadap penegak hukum. "Sedangkan hal yang meringankan, bersikap sopan selama persidangan, terdakwa berusia lanjut," sambungnya.
Diketahui, putusan tersebut lebih berat dari tuntutan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Di mana sebelumya, JPU mentuntut agar majelis hakim hanya menjatuhkan empat tahun penjara terhadap Djoko Tjandra dan denda sebesar Rp100 juta subsidair enam bulan kurungan.
Dalam amar putusannya, hakim meyakini Djoko Tjandra terbukti bersalah karena menyuap penyelenggara negara. Djoko Tjandra diyakini menyuap Jaksa Pinangki Sirna Malasari sebesar USD500.000 melalui adik iparnya, Herriyadi Angga Kusuma, dan Andi Irfan Jaya sebagai uang muka rencana pengurusan hukum yang dihadapinya berupa fatwa MA melalui Kejaksaan Agung.
Selain itu, Djoko Tjandra juga diyakini telah memberikan uang sebesar USD100.000 kepada mantan Kepala Biro Koordinator Pengawas PPNS Bareskrim Polri Brigjen Pol Prasetijo Utomo, dan mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Napoleon Bonaparte sejumlah 200.000 dolar Singapura dan USD370.000.
Pemberian uang itu dilakukan melalui perantara pengusaha Tommy Sumardi. Usaha penghapusan status DPO Joko Tjandra dalam sistem ECS Ditjen Imigrasi dilakukan agar ia bisa masuk ke Indonesia dan mengajukan peninjauan kembali (PK) pada Juni 2020 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Atas perbuatannya, Djoko Tjandra dinyatakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a dan Pasal 15 Juncto Pasal 13 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 65 ayat (1) dan (2) KUHP.
(cip)
tulis komentar anda