Mengejar Ilmu Baterai ke Negeri China
Senin, 05 April 2021 - 06:20 WIB
China telah membuktikan bahwa mereka kini raksasa ekonomi dunia. Sejumlah perusahaan asal Negeri Panda bahkan merajai beberapa sektor. Dari jasa keuangan, manufaktur, hingga online games.Apa yang diraih China saat ini tentu bukan terjadi begitu saja. Perjalanan panjang telah mereka lalui dengan diiringi kebijakan Pemerintah Beijing yang total mendukung industri dalam negerinya.
Di samping itu, dengan jumlah penduduk terbesar di dunia, China menjadi pasar sangat menggiurkan bagi perusahaan-perusahaan untuk menancapkan pengaruhnya. Faktor lain adalah pertumbuhan ekonominya yang selalu di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi negara-negara lain, kendati di masa pandemi Covid-19 sekalipun.Tak mengherankan jika tahun lalu majalah Fortune menempatkan 133 perusahaan China masuk dalam daftar Fortune Global 500 yang memuat daftar korporasi terbesar di dunia. Jumlah itu meningkat dibanding tahun sebelumnya yang hanya menempatkan 129 perusahaan.
Maka, tidak mengherankan jika banyak negara ingin mencontoh kesuksesan China dalam hal pengelolaan perusahaan. Ini setidaknya dibuktikan dengan masifnya kerja-kerja sama secara business to business (b to b) antara perusahaan China dan di luar China.Selain memanfaatkan jaringan pasar yang luar biasa besar, tren kolaborasi ini sangat baik untuk sama-sama menumbuhkan kapasitas perusahaan sekaligus mengambil contoh kesuksesan dari negara lain. Harapannya tentu saja agar kolaborasi ini menciptakan nilai tambah lebih besar demi mengangkat nilai perusahaan ke level lebih atas lagi.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengakui, perusahaan-perusahaan China termasuk BUMN-nya, memiliki kapasitas yang sangat mumpuni di kancah global. Ini dibuktikan dengan masuknya BUMN-BUMN China dalam daftar Fortune Global 500, yakni sebanyak 44 perusahaan, jauh dibanding Indonesia yang hanya dua perusahaan pelat merah saja. Hal disampaikan di sela-sela kunjungannya ke China pada Jumat (2/4) lalu.Pada kesempatan tersebut Erick bersama Menteri Perdagangan M Lutfi dan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi sekaligus melakukan pembicaraan dengan sejumlah pihak di China, terkait pengembangan industri baterai kendaraan listrik di Tanah Air.
Pada kesempatan itu disebutkan bahwa pihak Indonesia yang di dalamnya terdapat konsorsium Indonesia Battery Corporation (IBC) akan bekerja sama Contemporary Amperex Technology Co Ltd (CATL). IBC merupakan gabungan dari empat perusahaan BUMN yakni Pertamina, MIND ID, Antam, dan PLN yang masing-masing menyetor 25% saham.Selain dengan China, pemerintah juga membidik kerja sama lain dengan produsen Korea Selatan, yakni LG Chem, meski sama-sama belum resmi berkontrak. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan IBC akan menggandeng perusahaan dari negara lain yang masih dijajaki.
CATL memang relatif pemain baru dalam industri baterai. Namun, kiprahnya sudah diakui industri automotif. Selain memasok kebutuhan baterai untuk kendaraan listrik, perusahaan yang berkantor pusat di Ningde, Fujian, China, itu juga merupakan produsen baterai untuk aplikasi komersial lain, seperti sistem penyimpanan energi dan daur ulang baterai. Perusahaan itu memiliki empat pusat riset dan pengembangan serta lima basis produksi di China dan satu di Jerman.Dikutip dari situs resmi Fortune.com, CATL yang didirikan pada 2011 kini telah menjadi pemasok baterai mobil listrik untuk beberapa pabrikan. Antara lain Volkswagen, BMW, Honda, serta sejumlah merek kendaraan China. Fortune pun pernah memasukkan CATL dalam daftar Fortune Futures 50 pada 2018 lalu, yakni daftar perusahaan yang dianggap sangat potensial di masa depan. Perusahaan lain yang tergabung dalam daftar ini antara lain Spotify, Xiaomi, Tencent, dan Twitter.
Melihat sederet portofolio yang selama ini dikerjakan oleh CATL, rasanya ada harapan besar kerja sama tersebut bisa sukses, tidak saja menjadikan industri baterai nasional berkiprah di level global, tetapi juga memberikan multiplier effect ke perekonomian secara keseluruhan. Di samping itu, yang mesti diingat adalah jangan sampai pada pelaksanaannya nanti, kerja sama itu abai dari upaya alih teknologi dan hanya memberikan akses ke sumber daya alam bagi sang mitra.Tak lupa, nilai investasi dari kerja sama IBC dengan CATAL yang diperkirakan mencapai Rp70 triliun itu diharapkan juga bisa menyerap banyak tenaga kerja lokal sehingga denyut ekonomi yang sempat terganggu karena pandemi bisa kembali menggeliat.
Lihat Juga: 3 Sasaran Kredit Pembiayaan KB Bank Tingkatkan Kinerja Bisnis, Mobil Listrik hingga Medical Industry
Di samping itu, dengan jumlah penduduk terbesar di dunia, China menjadi pasar sangat menggiurkan bagi perusahaan-perusahaan untuk menancapkan pengaruhnya. Faktor lain adalah pertumbuhan ekonominya yang selalu di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi negara-negara lain, kendati di masa pandemi Covid-19 sekalipun.Tak mengherankan jika tahun lalu majalah Fortune menempatkan 133 perusahaan China masuk dalam daftar Fortune Global 500 yang memuat daftar korporasi terbesar di dunia. Jumlah itu meningkat dibanding tahun sebelumnya yang hanya menempatkan 129 perusahaan.
Maka, tidak mengherankan jika banyak negara ingin mencontoh kesuksesan China dalam hal pengelolaan perusahaan. Ini setidaknya dibuktikan dengan masifnya kerja-kerja sama secara business to business (b to b) antara perusahaan China dan di luar China.Selain memanfaatkan jaringan pasar yang luar biasa besar, tren kolaborasi ini sangat baik untuk sama-sama menumbuhkan kapasitas perusahaan sekaligus mengambil contoh kesuksesan dari negara lain. Harapannya tentu saja agar kolaborasi ini menciptakan nilai tambah lebih besar demi mengangkat nilai perusahaan ke level lebih atas lagi.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengakui, perusahaan-perusahaan China termasuk BUMN-nya, memiliki kapasitas yang sangat mumpuni di kancah global. Ini dibuktikan dengan masuknya BUMN-BUMN China dalam daftar Fortune Global 500, yakni sebanyak 44 perusahaan, jauh dibanding Indonesia yang hanya dua perusahaan pelat merah saja. Hal disampaikan di sela-sela kunjungannya ke China pada Jumat (2/4) lalu.Pada kesempatan tersebut Erick bersama Menteri Perdagangan M Lutfi dan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi sekaligus melakukan pembicaraan dengan sejumlah pihak di China, terkait pengembangan industri baterai kendaraan listrik di Tanah Air.
Pada kesempatan itu disebutkan bahwa pihak Indonesia yang di dalamnya terdapat konsorsium Indonesia Battery Corporation (IBC) akan bekerja sama Contemporary Amperex Technology Co Ltd (CATL). IBC merupakan gabungan dari empat perusahaan BUMN yakni Pertamina, MIND ID, Antam, dan PLN yang masing-masing menyetor 25% saham.Selain dengan China, pemerintah juga membidik kerja sama lain dengan produsen Korea Selatan, yakni LG Chem, meski sama-sama belum resmi berkontrak. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan IBC akan menggandeng perusahaan dari negara lain yang masih dijajaki.
CATL memang relatif pemain baru dalam industri baterai. Namun, kiprahnya sudah diakui industri automotif. Selain memasok kebutuhan baterai untuk kendaraan listrik, perusahaan yang berkantor pusat di Ningde, Fujian, China, itu juga merupakan produsen baterai untuk aplikasi komersial lain, seperti sistem penyimpanan energi dan daur ulang baterai. Perusahaan itu memiliki empat pusat riset dan pengembangan serta lima basis produksi di China dan satu di Jerman.Dikutip dari situs resmi Fortune.com, CATL yang didirikan pada 2011 kini telah menjadi pemasok baterai mobil listrik untuk beberapa pabrikan. Antara lain Volkswagen, BMW, Honda, serta sejumlah merek kendaraan China. Fortune pun pernah memasukkan CATL dalam daftar Fortune Futures 50 pada 2018 lalu, yakni daftar perusahaan yang dianggap sangat potensial di masa depan. Perusahaan lain yang tergabung dalam daftar ini antara lain Spotify, Xiaomi, Tencent, dan Twitter.
Melihat sederet portofolio yang selama ini dikerjakan oleh CATL, rasanya ada harapan besar kerja sama tersebut bisa sukses, tidak saja menjadikan industri baterai nasional berkiprah di level global, tetapi juga memberikan multiplier effect ke perekonomian secara keseluruhan. Di samping itu, yang mesti diingat adalah jangan sampai pada pelaksanaannya nanti, kerja sama itu abai dari upaya alih teknologi dan hanya memberikan akses ke sumber daya alam bagi sang mitra.Tak lupa, nilai investasi dari kerja sama IBC dengan CATAL yang diperkirakan mencapai Rp70 triliun itu diharapkan juga bisa menyerap banyak tenaga kerja lokal sehingga denyut ekonomi yang sempat terganggu karena pandemi bisa kembali menggeliat.
Lihat Juga: 3 Sasaran Kredit Pembiayaan KB Bank Tingkatkan Kinerja Bisnis, Mobil Listrik hingga Medical Industry
(war)
tulis komentar anda