Pengamat Sebut Penyerangan Mabes Polri Aksi Teror ke-553 Sejak Tahun 2000
Kamis, 01 April 2021 - 17:30 WIB
JAKARTA - Pengamat Intelijen dan Terorisme dari Universitas Indonesia (UI) Ridwan Habib mengatakan berdasarkan data yang ia miliki, aksi teror di Mabes Polri itu merupakan aksi teror ke-553 sejak 2000 sampai 2021. Ini merupakan data hasil riset yang dilakukannya.
“Jadi kalau dari data, kemarin aksi ke-553 sejak 2000 sampai 2021, ini merupakan data kami, data riset, dan ini merupakan serangan bersenjata ke-149, dan serangan ke aparat polisi ke-97,” kata Ridwan dalam diskusi Dialektika Demokrasi DPR yang bertajuk “Lawan Geliat Radikal-Terorisme di Tanah Air” di Media Center DPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (1/4/2021).
Merujuk pertanyaan mantan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, kata dia, sebenarnya negara mau menyelesaikan atau tidak. Dan apa perlu Presiden Joko Widodo (Jokowi), Menteri Agama (Menag), dan para pejabat mengatakan terorsime tidak terkait agama. Menurutnya, dalam teori sekarang ini, hal ini penting disampaikan ke pejabat publik. “Ini denial, denial penting disampaikan karena pelaku tidak relevan menggambarkan mayoritas agama Islam di Indonesia yang jauh lebih moderat dan damai,” ujarnya.
Ridwan mengungkap, masih ada 875 narapidana terorisme yang masih di dalam penjara, dan 220 yang ada dalam proses persidangan. Dia mengaku menemui mereka di penjara saat dia membuat tesisnya yang berjudul “Kegagalan Deradikalisasi oleh BNPT”. Di situ, dia mencoba menanyakan dan berdiskusi dengan mereka.
“Saya tanyakan ke mereka, mereka antek intelijen atau bukan. Ustadz Abu Tholut di Semarang marah. Saya katakan jangan-jangan antek intelijen untuk merekrut banyak orang, mereka marah besar. Dari situ kita melihat ternyata mereka ini juga beragama, melakukan itu dalam keyakinan agama dia. Walaupun jumlahnya tidak relevan dengan mayoritas kita yang NU yang Muhammadiyah, PKS, Partai Gelora,” sambung Ridwan.
“Jadi kalau dari data, kemarin aksi ke-553 sejak 2000 sampai 2021, ini merupakan data kami, data riset, dan ini merupakan serangan bersenjata ke-149, dan serangan ke aparat polisi ke-97,” kata Ridwan dalam diskusi Dialektika Demokrasi DPR yang bertajuk “Lawan Geliat Radikal-Terorisme di Tanah Air” di Media Center DPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (1/4/2021).
Merujuk pertanyaan mantan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, kata dia, sebenarnya negara mau menyelesaikan atau tidak. Dan apa perlu Presiden Joko Widodo (Jokowi), Menteri Agama (Menag), dan para pejabat mengatakan terorsime tidak terkait agama. Menurutnya, dalam teori sekarang ini, hal ini penting disampaikan ke pejabat publik. “Ini denial, denial penting disampaikan karena pelaku tidak relevan menggambarkan mayoritas agama Islam di Indonesia yang jauh lebih moderat dan damai,” ujarnya.
Ridwan mengungkap, masih ada 875 narapidana terorisme yang masih di dalam penjara, dan 220 yang ada dalam proses persidangan. Dia mengaku menemui mereka di penjara saat dia membuat tesisnya yang berjudul “Kegagalan Deradikalisasi oleh BNPT”. Di situ, dia mencoba menanyakan dan berdiskusi dengan mereka.
“Saya tanyakan ke mereka, mereka antek intelijen atau bukan. Ustadz Abu Tholut di Semarang marah. Saya katakan jangan-jangan antek intelijen untuk merekrut banyak orang, mereka marah besar. Dari situ kita melihat ternyata mereka ini juga beragama, melakukan itu dalam keyakinan agama dia. Walaupun jumlahnya tidak relevan dengan mayoritas kita yang NU yang Muhammadiyah, PKS, Partai Gelora,” sambung Ridwan.
(cip)
Lihat Juga :
tulis komentar anda