Eijkman: Vaksin Nusantara Pernah Dipakai untuk Terapi Kanker
Kamis, 25 Maret 2021 - 08:00 WIB
JAKARTA - Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman , Amin Soebandrio mengungkapkan bahwa metode dendritik yang digunakan untuk pembuatan Vaksin Nusantara pernah dipakai untuk terapi kanker. Amin menjelaskan bahwa metode ini adalah mengambil sel dendritik yakni satu sel yang menyusun kekebalan manusia.
“Sel dendritik ini adalah salah satu bagian dari sel-sel yang menyusun kekebalan manusia ya,” ujarnya dalam keterangannya, Rabu (24/3/2021).
“Jadi dia memang akan mengenali benda-benda asing yang masuk termasuk virus atau bakteri. Kemudian akan, ceritanya akan dimakan oleh dia dan katakanlah akan dipotong-potong dan bagiannya akan dimunculkan di permukaan sel tersebut,” sambung Amin.
Sel-sel yang muncul itu, kata Amin, yang akan merangsang dan membentuk kekebalan atau membentuk antibodi. “Nah bagian-bagian dari virus atau bakteri yang dimunculkan ke permukaan itu akan merangsang kekebalan seluler atau kalau dia akan bergabung dengan beberapa molekuler maka akan membentuk kekebalan. Artinya pembentukan antibodi,” jelasnya.
Metode dendritik ini, lanjut Amin, pernah dicoba untuk terapi kanker. Dan penggunaan untuk SARS-Cov-2 penyebab COVID-19 pertama kali di dunia. “Nah itu teknologi itu memang sudah dicoba dan itu untuk terapi. Terapi kanker. Untuk vaksin penyakit infeksi belum ada yang pernah digunakan. Jadi saat ini penggunaan SARS-Cov-2 ini memang salah satu yang dicoba pertama kali, yang akan diterapkan di manusia.”
Amin menjelaskan bahwa gagasan dari metode dendritik ini adalah untuk meningkatkan respons imun. “Memang gagasannya adalah untuk meningkatkan respons imun terhadap bagian-bagian dari mikroba yang akan dihentikan.”
“Jadi intinya, dalam penyiapan vaksin dendritik ini, dari sel manusia yang diambil kemudian di biak, atau diberi antigen yang berupa bagian-bagian dari virus SARS-Cov-2 ini. Sehingga, sel dendritik ini sesuai sifatnya akan mengambil protein yang diberikan. Kemudian akan dimunculkan. Nah itu yang diharapkan munculnya kekebalan,” papar Amin.
“Sel dendritik ini adalah salah satu bagian dari sel-sel yang menyusun kekebalan manusia ya,” ujarnya dalam keterangannya, Rabu (24/3/2021).
“Jadi dia memang akan mengenali benda-benda asing yang masuk termasuk virus atau bakteri. Kemudian akan, ceritanya akan dimakan oleh dia dan katakanlah akan dipotong-potong dan bagiannya akan dimunculkan di permukaan sel tersebut,” sambung Amin.
Sel-sel yang muncul itu, kata Amin, yang akan merangsang dan membentuk kekebalan atau membentuk antibodi. “Nah bagian-bagian dari virus atau bakteri yang dimunculkan ke permukaan itu akan merangsang kekebalan seluler atau kalau dia akan bergabung dengan beberapa molekuler maka akan membentuk kekebalan. Artinya pembentukan antibodi,” jelasnya.
Metode dendritik ini, lanjut Amin, pernah dicoba untuk terapi kanker. Dan penggunaan untuk SARS-Cov-2 penyebab COVID-19 pertama kali di dunia. “Nah itu teknologi itu memang sudah dicoba dan itu untuk terapi. Terapi kanker. Untuk vaksin penyakit infeksi belum ada yang pernah digunakan. Jadi saat ini penggunaan SARS-Cov-2 ini memang salah satu yang dicoba pertama kali, yang akan diterapkan di manusia.”
Amin menjelaskan bahwa gagasan dari metode dendritik ini adalah untuk meningkatkan respons imun. “Memang gagasannya adalah untuk meningkatkan respons imun terhadap bagian-bagian dari mikroba yang akan dihentikan.”
“Jadi intinya, dalam penyiapan vaksin dendritik ini, dari sel manusia yang diambil kemudian di biak, atau diberi antigen yang berupa bagian-bagian dari virus SARS-Cov-2 ini. Sehingga, sel dendritik ini sesuai sifatnya akan mengambil protein yang diberikan. Kemudian akan dimunculkan. Nah itu yang diharapkan munculnya kekebalan,” papar Amin.
(kri)
tulis komentar anda