Anak di Bawah Umur Sasaran Prostitusi

Rabu, 24 Maret 2021 - 06:01 WIB
Dalam upaya pencegahan, kata Nahar, Kementerian PPPA telah menginisiasi dan mendorong penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pemgumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual.

Pihak kepolisian, dalam hal ini Polda Metro Jaya, juga menyadari banyaknya anak di bawah umur terlibat prostitusi yang menggunakan media online. Karena itulah, mereka tengah berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika terkait proses takedown terhadap aplikasi MiChat.

"Kami berkoordinasi dengan Kominfo agar bisa men-takedown," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri , saat press rilis pengungkapan kasus eksploitasi terhadap anak di Gedung Ditreskrimum Mapolda Metro Jaya, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan 19/3).

Menurut dia, sejumlah upaya menekan praktik tersebut sebenarnya telah dilakukan pihak berwajib. Namun upaya tersebut belum membuahkan hasil karena sering kali pelaku melakukan modus-modus baru dalam praktik prostitusi menggunakan aplikasi Michat itu. Anak-anak ini ditawarkan oleh muncikari ke pria hidung belang melalui media online. Mereka ditarif ratusan ribu hingga jutaan rupiah.

"Kami sudah berkoordinasi dengan teman-teman Kominfo agar bisa menekan tapi ini berjalan terus. Mereka kucing-kucingan, bukan cuma prostitusi online saja," ujar Yusri.

Dia lantas menuturkan, manajemen Hotel Alona dan juga pemiliknya yang juga artis Cynthiara Alona mengizinkan anak di bawah umur menggunakan kamar hotel untuk prostitusi. Padahal, manajemen hotel tahu anak itu tidak memiliki kartu tanda penduduk (KTP) yang menunjukkan identitasnya sudah dewasa.

’’Harapannya bagaimana jumlah tamu yang menginap itu bisa dipertahankan bagi dia," kata Yusri.

Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate menyatakan, akan menindak tegas dengan men-takedown akun praktik prostitusi online lewat aplikasi. Kominfo meminta komitmen penyelenggara aplikasi pesan instan untuk melakukan take down akun yang digunakan untuk praktik prostitusi online.

“Kami sudah meminta komitmen dari pengelola aplikasi pesan instan untuk melakukan takedown akun yang disalahgunakan untuk kegiatan ilegal atau melanggar hukum, termasuk prostitusi online,” ujar Johnny dalam keterangan pers, Sabtu (20/03).



Menurutnya praktik ilegal ini mengunakan beberapa aplikasi pesan singkat untuk melakukan kegiatan melanggar hukum. Adapun aplikasi pesan singkat seperti MiChat dan WhatsApp yang sering disalahgunakan oleh pengguna di Indonesia untuk melakukan komunikasi kegiatan yang berbau prostitusi online.

Berkaitan dengan adanya praktik prostitusi daring yang menggunakan aplikasi MiChat, dia menyatakan penyelenggara aplikasi sudah berjanji akan melakukan take down atas akun tersebut.

“MiChat sendiri sudah ada perwakilannya di Indonesia, dan sudah berkomitmen untuk melakukan take down akun-akun di MiChat yang disalahgunakan oleh netizen di Indonesia yang melakukan janji pertemuan ataupun promosi kegiatan prostitusi online, yang dilaporkan oleh Kominfo, Polri, ataupun masyarakat," ungkapnya.

Hingga saat ini, kata Johnny, memang belum ada permintaan resmi dari kepolisian mengenai akun-akun yang terkait dengan prostitusi daring. "Belum ada formal request dari Polri, namun Tim Cyber Drone Kominfo akan berkoordinasi bersama Polri terkait pemanfaatan konten MiChat tersebut agar ruang digital kita bersih dan bermanfaat, sebagaimana amanat berbagai perundangan-undangan di Indonesia," pungkasnya.

Mengapa bisnis prositusi tidak pernah berhenti? Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menilai seks merupakan salah kebutuhan biologis manusia. Munculnya prostitusi bisa saja adanya hasrat mencari kepuasan lain meskipun sudah memiliki pasangan hidup. Hal itu turut memicu hadirnya pelacuran.

“Seks itu kebutuhan manusia. Ada yang cukup dengan istri yang resmi, ada juga yang tidak cukup. Karena itu pelacuran selalu ada pasarnya,” tutur Fickar kepada SINDO, Selasa (23/3/2021).

Bagaimana bisa mengatasinya? Menurut dia, aparat harus bisa menjerat mucikari. Pasalnya. dalam ketentuan di Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tidak ada pasal yang menjerat bagi pengguna prostitusi maupun PSK itu sendiri. Terhadap muncikari yang menawarkan bentuk apapun dapat dijerat dengan Pasal 296 juncto Pasal 506 KUHP.

‘’Dalam KUHP hanya mengatur perihal orang-orang yang menyediakan prostitusi atau disebut muncikari. Hal ini seperti yang tertuang dalam Pasal 296 jo Pasal 506 KUHP. Sesungguhnya ada ketentuan yang dapat menjerat baik wanita maupun laki-laki jika diterapkan Pasal 284 KUHP (perzinahan) baik bagi pria maupun wanita yang berkeluarga. Sedangkan bagi wanita maupun pria lajang, KUHP tidak menjeratnya,” jelas dia.

Jika muncikari tersebut terlibat dalam prostitusi anak, maka ada sanksi berat yang diberikan. Ketentuan hukum itu terkait dengan prostitusi anak di bawah umur serta peran dan fungsi pemerintah dalam melakukan pendidikan atau pembinaan terhadap pelaku prostitusi tersebut agar tidak terjerumus kembali, antara lain UU No. 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan Konvensi ILO No. 182 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak.

Dalam Bagian IV angka 3 UU 1/2000 dan Pasal 3 huruf (a) Konvensi No. 182, mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera untuk Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak dalam Lampiran UU 1/2000 diterangkan bahwa pemanfaatan, penyediaan atau penawaran anak untuk pelacuran adalah salah satu bentuk pekerjaan terburuk untuk anak.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Terpopuler
Berita Terkini More