Anak di Bawah Umur Sasaran Prostitusi
Rabu, 24 Maret 2021 - 06:01 WIB
Penyebab dimaksud adalah kebutuhan hidup, gaya hidup, serta rendahnya pengawasan dan peran pengasuhan orangtua karena sebagian orangtua yang tidak mengetahui anaknya terlibat kasus prostitusi.
"Untuk itu, Kemen PPPA menghimbau kepada para orangtua untuk memperhatikan kualitas pengasuhan dan pengawasan anak-anaknya. Memfasilitasi ini, Kemen PPPA telah membentuk 156 Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) dengan 365 Konselor yang ada di 12 Provinsi, 12 Kabupaten/Kota yang siap untuk memberikan konsultasi, informasi, rujukan dan konseling bagi keluarga," katanya.
Untuk mengantisipasi modus baru prostitusi anak melalui media online, Kementerian PPPA juga menekankan perlu adanya Digital Native Education. Kementerian PPPA melakukan upaya memperkenalkan dunia digital native kepada para orangtua serta mengedukasi mereka agar mampu mempersiapkan anak menghadapi kencangnya perkembangan teknologi.
Digital Native Education tersebut, bertitik tumpu pada pelibatan peran orangtua dalam mendampingi anaknya menghadapi era digital sehingga ada keahlian yang harus orangtua miliki agar tidak terkecoh dengan kecanggihan zaman sekarang.
Secara kongkrit, keahlian dimaksud berupa cara berkomunikasi terhadap anak, cara membuat kesepakatan kepada anak, serta cara memproteksi gadget anak, misalnya memproteksi situs Google Chrome, Youtube, Play Store di smartphone, tablet, laptop dan computer atau memanfaatkan fitur Hide Offensive Comment di Media Sosial seperti Instagram, Facebook, Twitter, TikTok, dan lain-lain.
"Kami bekerjasama dengan Google, Facebook, TikTok, dan Siber Kreasi sejak 2019 telah meluncurkan program tangkas berintenet bagi anak, dan pada tahun ini focus pada program edukasi Keluarga Tangkas Berinternet. Materi-materi edukasi ini semua tersedia daring di berbagai platform media sosial dan dapat dengan mudah diakses masyarakat," katanya.
Nahar juga menuturkan, Kementerian PPPA juga akan berkoordiansi dengan Kementerian Pariwisata terkait dengan Standar Operasional Prosedur Perhotelan untuk menegaskan aturan dalam Pasal 76I UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Pasal tersebut, ungkap dia, menegaskan bahwa setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual terhadap anak.
"Sehingga pihak perhotelan dapat menjalankan bisnisnya dengan tetap memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak," ujarnya.
Dia menggariskan, menanggapi berbagai kasus prostitusi yang melibatkan anak-anak di bawah umur, maka Kementerian PPPA menggunakan tiga upaya utama, yakni upaya pencegahan, penguatan peran serta masyarakat, dan pemberian layanan.
"Untuk itu, Kemen PPPA menghimbau kepada para orangtua untuk memperhatikan kualitas pengasuhan dan pengawasan anak-anaknya. Memfasilitasi ini, Kemen PPPA telah membentuk 156 Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) dengan 365 Konselor yang ada di 12 Provinsi, 12 Kabupaten/Kota yang siap untuk memberikan konsultasi, informasi, rujukan dan konseling bagi keluarga," katanya.
Untuk mengantisipasi modus baru prostitusi anak melalui media online, Kementerian PPPA juga menekankan perlu adanya Digital Native Education. Kementerian PPPA melakukan upaya memperkenalkan dunia digital native kepada para orangtua serta mengedukasi mereka agar mampu mempersiapkan anak menghadapi kencangnya perkembangan teknologi.
Digital Native Education tersebut, bertitik tumpu pada pelibatan peran orangtua dalam mendampingi anaknya menghadapi era digital sehingga ada keahlian yang harus orangtua miliki agar tidak terkecoh dengan kecanggihan zaman sekarang.
Secara kongkrit, keahlian dimaksud berupa cara berkomunikasi terhadap anak, cara membuat kesepakatan kepada anak, serta cara memproteksi gadget anak, misalnya memproteksi situs Google Chrome, Youtube, Play Store di smartphone, tablet, laptop dan computer atau memanfaatkan fitur Hide Offensive Comment di Media Sosial seperti Instagram, Facebook, Twitter, TikTok, dan lain-lain.
"Kami bekerjasama dengan Google, Facebook, TikTok, dan Siber Kreasi sejak 2019 telah meluncurkan program tangkas berintenet bagi anak, dan pada tahun ini focus pada program edukasi Keluarga Tangkas Berinternet. Materi-materi edukasi ini semua tersedia daring di berbagai platform media sosial dan dapat dengan mudah diakses masyarakat," katanya.
Nahar juga menuturkan, Kementerian PPPA juga akan berkoordiansi dengan Kementerian Pariwisata terkait dengan Standar Operasional Prosedur Perhotelan untuk menegaskan aturan dalam Pasal 76I UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Pasal tersebut, ungkap dia, menegaskan bahwa setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual terhadap anak.
"Sehingga pihak perhotelan dapat menjalankan bisnisnya dengan tetap memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak," ujarnya.
Baca Juga
Dia menggariskan, menanggapi berbagai kasus prostitusi yang melibatkan anak-anak di bawah umur, maka Kementerian PPPA menggunakan tiga upaya utama, yakni upaya pencegahan, penguatan peran serta masyarakat, dan pemberian layanan.
tulis komentar anda