PBNU Sebut Salat Idul Fitri di Rumah Bagian dari Menjalankan Syariat Agama
Selasa, 19 Mei 2020 - 17:31 WIB
JAKARTA - Lebaran Idul Fitri tahun ini harus dilalui umat muslim di tengah pandemi Covid-19 . Ada sejumlah kebiasaan yang kini dilarang untuk dilakukan. Misalnya, larangan mudik, Salat Idul Fitri di masjid atau di lapangan dengan banyak orang, termasuk larangan berjabat tangan. Semua larangan tersebut dimaksudkan untuk memutus rantai penyebaran virus Covid-19.
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Marsudi Syuhud mengatakan, Lebaran kali ini memang situasinya agak berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Banyak budaya yang sudah menancap di hati masyarakat, khususnya umat Islam, terpaksa hilang.
"Ketika mau meninggalkan sesuatu yang sudah biasa dilakukan, pasti rasanya sangat berat. Namun kebiasaan yang sudah ada itu jangan sampai ditinggalkan karena yang dilarang adalah kumpul-kumpulnya, karena di dalam kumpul-kumpul itu ditakutkan memudahkan menularnya virus corona yang belum ada obatnya," tutur Kiai Marsudi dihubungi SINDOnews, Selasa (19/5/2020).
Di sisi lain, menjaga jiwa itu juga merupakan kewajiban dan menjadi tujuan syariah Islam yang terbesar dan paling utama. "Maka ketika biasanya itu ada salat tarawih di masjid, Salat Idul Fitri, sungkeman, ziarah kubur, kebiasaan itu harus tetap dijaga karena kalau tidak, ada sesuatu yang hilang perasaannya," urainya.
Menurut Marsudi, kebiasaan itu muncul dari sebuah pikiran yang sudah dikerjakan oleh seseorang yang jika tidak dikerjakan ada sesuatu yang hilang perasaanya. "Untuk itu, biar tidak semua hilang, puasa sudah dijalankan, Salat Tarawih sudah dijalankan yang biasa di masjid dipindah ke rumah. Begitu pula nanti Salat Idul Fitri dibawa ke rumah. Kalau sekeluarga bapaknya jadi imam, syukur-syukur bisa jadi khatib kalau mampu. Kalau gak bisa jadi khatib atau imam, ya lakukan sendiri-sendiri. Syukur-syukur kalau ada empat orang, bisa berjamaah. Kalau gak ada khotbahnya juga gak apa-apa," urainya. ( ).
Begitu pula dengan ritual sungkeman atau kebiasaan ziarah kubur, karena dengan situasi sekarang tidak bisa mudik atau berziarah kubur maka kebiasaan itu tetap harus dilakukan dengan tata cara berbeda. Misalnya melakukan sungkeman tidak dengan bertemu atau berkumpul, atau ketika bertemu, duduk tetap dengan memperhatikan social distancing.
"Ketika biasa salaman pakai tangan, sekarang cukup dilakukan dengan isyarat badan yang tetap bisa hormat dan berakhlak baik. Ya apalah yang paling tepat. Menunduk dengan hormat dan selalu ketika ketemu orang mengucapkan: taqobbalallahu minna wa minkum taqobbal yaa karim. Minal aidin walfaizin, mohon maaf lahir batin," serunya.
Begitu pula dengan ritual ziarah kubur, mulai sekarang bisa dilakukan dengan melakukan tahlilan atau berdoa dari rumah saja. "Jadi kita melakukan yang semampunya, dan ini insya Allah akan menutupi yang tadinya ada menjadi tidak ada. Jadi itu tidak semuanya hilang," tuturnya.
Menurutnya, dalam kondisi apa pun, makna Idul Fitri tidak akan pernah berkurang. Hal yang terpenting adalah bagaimana bisa menerima keadaan karena semua ini berasal dari Allah SWT. "Dan ketika kita menjalankan Idul Fitri di rumah, itu juga sebenarnya sedang menjalankan perintah agama, antara lain menjaga jiwa, itu perintah agama yang paling utama. Jadi salat di rumah ya menjaga perintah agama, mencegah penularan penyakit, semua sesungguhnya juga sedang menjalankan perintah agama," urainya.
Termasuk ketika kita harus mengikuti aturan-aturan yang diterapkan dalam Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sekarang ini, tutur Marsudi Syuhud, juga dalam rangka menjalankan perintah agama.
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Marsudi Syuhud mengatakan, Lebaran kali ini memang situasinya agak berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Banyak budaya yang sudah menancap di hati masyarakat, khususnya umat Islam, terpaksa hilang.
"Ketika mau meninggalkan sesuatu yang sudah biasa dilakukan, pasti rasanya sangat berat. Namun kebiasaan yang sudah ada itu jangan sampai ditinggalkan karena yang dilarang adalah kumpul-kumpulnya, karena di dalam kumpul-kumpul itu ditakutkan memudahkan menularnya virus corona yang belum ada obatnya," tutur Kiai Marsudi dihubungi SINDOnews, Selasa (19/5/2020).
Di sisi lain, menjaga jiwa itu juga merupakan kewajiban dan menjadi tujuan syariah Islam yang terbesar dan paling utama. "Maka ketika biasanya itu ada salat tarawih di masjid, Salat Idul Fitri, sungkeman, ziarah kubur, kebiasaan itu harus tetap dijaga karena kalau tidak, ada sesuatu yang hilang perasaannya," urainya.
Menurut Marsudi, kebiasaan itu muncul dari sebuah pikiran yang sudah dikerjakan oleh seseorang yang jika tidak dikerjakan ada sesuatu yang hilang perasaanya. "Untuk itu, biar tidak semua hilang, puasa sudah dijalankan, Salat Tarawih sudah dijalankan yang biasa di masjid dipindah ke rumah. Begitu pula nanti Salat Idul Fitri dibawa ke rumah. Kalau sekeluarga bapaknya jadi imam, syukur-syukur bisa jadi khatib kalau mampu. Kalau gak bisa jadi khatib atau imam, ya lakukan sendiri-sendiri. Syukur-syukur kalau ada empat orang, bisa berjamaah. Kalau gak ada khotbahnya juga gak apa-apa," urainya. ( ).
Begitu pula dengan ritual sungkeman atau kebiasaan ziarah kubur, karena dengan situasi sekarang tidak bisa mudik atau berziarah kubur maka kebiasaan itu tetap harus dilakukan dengan tata cara berbeda. Misalnya melakukan sungkeman tidak dengan bertemu atau berkumpul, atau ketika bertemu, duduk tetap dengan memperhatikan social distancing.
"Ketika biasa salaman pakai tangan, sekarang cukup dilakukan dengan isyarat badan yang tetap bisa hormat dan berakhlak baik. Ya apalah yang paling tepat. Menunduk dengan hormat dan selalu ketika ketemu orang mengucapkan: taqobbalallahu minna wa minkum taqobbal yaa karim. Minal aidin walfaizin, mohon maaf lahir batin," serunya.
Begitu pula dengan ritual ziarah kubur, mulai sekarang bisa dilakukan dengan melakukan tahlilan atau berdoa dari rumah saja. "Jadi kita melakukan yang semampunya, dan ini insya Allah akan menutupi yang tadinya ada menjadi tidak ada. Jadi itu tidak semuanya hilang," tuturnya.
Menurutnya, dalam kondisi apa pun, makna Idul Fitri tidak akan pernah berkurang. Hal yang terpenting adalah bagaimana bisa menerima keadaan karena semua ini berasal dari Allah SWT. "Dan ketika kita menjalankan Idul Fitri di rumah, itu juga sebenarnya sedang menjalankan perintah agama, antara lain menjaga jiwa, itu perintah agama yang paling utama. Jadi salat di rumah ya menjaga perintah agama, mencegah penularan penyakit, semua sesungguhnya juga sedang menjalankan perintah agama," urainya.
Termasuk ketika kita harus mengikuti aturan-aturan yang diterapkan dalam Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sekarang ini, tutur Marsudi Syuhud, juga dalam rangka menjalankan perintah agama.
(zik)
Lihat Juga :
tulis komentar anda