Kubu AHY dan Moeldoko Butuh Strategi Politik yang Kuat untuk Perang Terbuka
Kamis, 18 Maret 2021 - 09:15 WIB
JAKARTA - Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly menyatakan, lembaganya tengah meneliti dokumen yang diserahkan dua kubu Partai Demokrat (PD) yang berselisih yakni kubu Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan kubu Ketum Moeldoko hasil Kongres Luar Biasa (KLB).
Yasonna pun berjanji akan memutuskan kisruh PD tersebut dalam waktu dekat. Tapi, jika setelah diputuskan, masing-masing kubu merasa tidak puas, maka berdasarkan mekanisme keduanya bisa bertempur di pengadilan dan Mahkamah Partai.
Dosen Ilmu Politik UIN Jakarta, Bakir Ihsan menilai, terlalu riskan jika pemerintah berani mengambil sikap untuk mengesahkan kepengurusan versi KLB Moeldoko. Sebab, peserta KLB masih dipertanyakan karena dianggap bukan pemilik suara yang sah. "KLB tidak akan disahkan karena dampaknya terlalu besar termasuk kegaduhan yang tak penting," ujarnya saat dihubungi, Kamis (18/3/2021). Baca juga: Langkah AHY Dekati Tokoh Tak Selesaikan Masalah, Kisruh Justru Semakin Akut
Bakir menganggap, posisi kubu Moeldoko cenderung lemah jika dihadapkan pada aturan yang berlaku di internal PD. Sehingga, Bakir menganggap, tak ada keuntungan bagi pemerintah untuk memenangkan pertarungan ini. "Tidak ada keuntungan pemerintah mengesahkan KLB," jelas pengajar Sosiologi Politik pada Fisip UIN Jakarta itu.
Sementara itu, Direktur Political and Public Policy Studies (P3S), Jerry Massie memandang Kemenkumham nantinya akan mengesahkan dua kubu dan membiarkan mereka bertarung di lembaga peradilan. "Tinggal strategi politik yang kuat (kubu AHY dan Moeldoko) untuk memenangkan perang terbuka," ujarnya saat dihubungi terpisah.
Jerry mengatakan, perang terbuka di ranah opini publik maupun lembaga peradilan menjadi menarik jika Moeldoko mau melepas jabatannya sebagai Kepala Staf Presiden. Mengingat, kedua Ketua Umum ini memiliki latarbelakang yang sama yakni mantan prajurit militer.
Hanya saja, kata Jerry, Moeldoko lebih unggul dari posisinya yang pernah menjadi Panglima TNI. Sedangkan AHY sebelum memutuskan terjun ke politik hanya berpangkat Mayor TNI. "Sebetulnya kalau Jokowi bertindak lebih baik dengan memecat Moeldoko, (dari jabatan KSP), sepertinya pertempuran lebih menarik," tandasnya. (Rakhmatulloh)
Yasonna pun berjanji akan memutuskan kisruh PD tersebut dalam waktu dekat. Tapi, jika setelah diputuskan, masing-masing kubu merasa tidak puas, maka berdasarkan mekanisme keduanya bisa bertempur di pengadilan dan Mahkamah Partai.
Dosen Ilmu Politik UIN Jakarta, Bakir Ihsan menilai, terlalu riskan jika pemerintah berani mengambil sikap untuk mengesahkan kepengurusan versi KLB Moeldoko. Sebab, peserta KLB masih dipertanyakan karena dianggap bukan pemilik suara yang sah. "KLB tidak akan disahkan karena dampaknya terlalu besar termasuk kegaduhan yang tak penting," ujarnya saat dihubungi, Kamis (18/3/2021). Baca juga: Langkah AHY Dekati Tokoh Tak Selesaikan Masalah, Kisruh Justru Semakin Akut
Bakir menganggap, posisi kubu Moeldoko cenderung lemah jika dihadapkan pada aturan yang berlaku di internal PD. Sehingga, Bakir menganggap, tak ada keuntungan bagi pemerintah untuk memenangkan pertarungan ini. "Tidak ada keuntungan pemerintah mengesahkan KLB," jelas pengajar Sosiologi Politik pada Fisip UIN Jakarta itu.
Sementara itu, Direktur Political and Public Policy Studies (P3S), Jerry Massie memandang Kemenkumham nantinya akan mengesahkan dua kubu dan membiarkan mereka bertarung di lembaga peradilan. "Tinggal strategi politik yang kuat (kubu AHY dan Moeldoko) untuk memenangkan perang terbuka," ujarnya saat dihubungi terpisah.
Jerry mengatakan, perang terbuka di ranah opini publik maupun lembaga peradilan menjadi menarik jika Moeldoko mau melepas jabatannya sebagai Kepala Staf Presiden. Mengingat, kedua Ketua Umum ini memiliki latarbelakang yang sama yakni mantan prajurit militer.
Hanya saja, kata Jerry, Moeldoko lebih unggul dari posisinya yang pernah menjadi Panglima TNI. Sedangkan AHY sebelum memutuskan terjun ke politik hanya berpangkat Mayor TNI. "Sebetulnya kalau Jokowi bertindak lebih baik dengan memecat Moeldoko, (dari jabatan KSP), sepertinya pertempuran lebih menarik," tandasnya. (Rakhmatulloh)
(cip)
Lihat Juga :
tulis komentar anda