DPD Soroti Penyebab Terbengkalainya Proyek PLTMG di Maluku
Selasa, 16 Maret 2021 - 12:35 WIB
JAKARTA - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Abdul Rachman Thaha menerima kedatangan tokoh masyarakat dan Ketua Adat Kabupaten Buru, Maluku.
Adapun salah satu aspirasi yang disampaikan mereka ke Abdul Rachman mengenai pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG). "Yang terbengkalai selama hampir lima tahun di Kabupaten Buru, Kota Namlea," katanya dalam keterangan tertulis, Selasa (16/3/2021).
Abdul Rachman menjelaskan ihwal persoalan ini. Dia mengatakan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku menganggap lahan yang telah dibebaskan seseorang bernama Fery Tanaya oleh pihak PLN adalah milik negara.
Di sisi lain lahan tersebut yang telah di miliki oleh ferry berdasarkan Akte Jual Beli secara sah sejak 1985 dan memiliki bukti juridis atas lahan tersebut.
"Hak keperdataan masih hak saudara Ferry tanaya sebagai mana pihak BPN telah menunjukkan peta bidang memang milik saudara Ferry Tanaya, bukan milik negara. Jika memang ada kekeliruan persoalan lahan tersebut harus uji sah keperdataannya di pengadilan," katanya.
Dia menilai kejaksaan tidak punya wewenang untuk membatalkan hak-hak keperdataan seseorang dengan berbekal pendapat ahli. Bukan lantas pihak kejaksaan tinggi maluku langsung mengklaim secara langsung bahwa tanah tersebut atau lahan tersebut milik negara (aset negara ).
Abdul Rachman juga menilai keliru langkah kejaksaan menetapkan Ferry sebagai tersangka. Sebab Ferry adalah pihak swasta, bukan seorang penyelenggara.
"Pertanyaan saya bagaimana ada sebuah kerugian negara yang timbul sedangkan saudara ferry tanaya menerima uang ganti rugi lahan dan PLN telah menerima lahan tersebut dengan aman," tuturnya.
Apalagi, kata dia, kenapa hanya Ferry yang menjadi tersangka. Padahal ada banyak warga yang menerima ganti rugi lahan dari pihak PLN.
Adapun salah satu aspirasi yang disampaikan mereka ke Abdul Rachman mengenai pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG). "Yang terbengkalai selama hampir lima tahun di Kabupaten Buru, Kota Namlea," katanya dalam keterangan tertulis, Selasa (16/3/2021).
Abdul Rachman menjelaskan ihwal persoalan ini. Dia mengatakan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku menganggap lahan yang telah dibebaskan seseorang bernama Fery Tanaya oleh pihak PLN adalah milik negara.
Di sisi lain lahan tersebut yang telah di miliki oleh ferry berdasarkan Akte Jual Beli secara sah sejak 1985 dan memiliki bukti juridis atas lahan tersebut.
"Hak keperdataan masih hak saudara Ferry tanaya sebagai mana pihak BPN telah menunjukkan peta bidang memang milik saudara Ferry Tanaya, bukan milik negara. Jika memang ada kekeliruan persoalan lahan tersebut harus uji sah keperdataannya di pengadilan," katanya.
Dia menilai kejaksaan tidak punya wewenang untuk membatalkan hak-hak keperdataan seseorang dengan berbekal pendapat ahli. Bukan lantas pihak kejaksaan tinggi maluku langsung mengklaim secara langsung bahwa tanah tersebut atau lahan tersebut milik negara (aset negara ).
Abdul Rachman juga menilai keliru langkah kejaksaan menetapkan Ferry sebagai tersangka. Sebab Ferry adalah pihak swasta, bukan seorang penyelenggara.
"Pertanyaan saya bagaimana ada sebuah kerugian negara yang timbul sedangkan saudara ferry tanaya menerima uang ganti rugi lahan dan PLN telah menerima lahan tersebut dengan aman," tuturnya.
Apalagi, kata dia, kenapa hanya Ferry yang menjadi tersangka. Padahal ada banyak warga yang menerima ganti rugi lahan dari pihak PLN.
tulis komentar anda