Refly Harun Dukung Amendemen Konstitusi Periode Jabatan Presiden
Minggu, 14 Maret 2021 - 03:38 WIB
JAKARTA - Guru besar hukum tata negara Refly Harun mengaku sangat mendukung upaya untuk mengubah aturan pembatasan masa jabatan presiden . Dengan kata lain, dia setuju upaya untuk mengamendemen UUD 1945 . Bukan menambah panjang periode kekuasaan presiden, melainkan malah memotongnya.
”Sebagaimana pernah saya sampaikan di Taman Ismail Marzuki pada 2017, saya mengatakan masa jabatan presiden itu dibuat satu periode saja selama tujuh tahun. Atau boleh lebih dari satu periode, tetapi tidak berturut-turut. Berapa 2 atau 3 periode pun boleh, yang penting waktunya berselang,” ujar Refly melalui youtube, Sabtu (13/3/2021) malam.
(Baca: Hasil Survei indEX: Publik Dukung Masa Jabatan Presiden 1 Periode 7 Tahun)
Refly berpendapat bahwa dia melihat selama ini yang menjadi pangkal masalah adalah kesempatan berkuasa berturut-turut. Dalam praktiknya, hal ini membuat periode jabatan presiden tidak bisa efektif digunakan bekerja untuk rakyat. Di tengah masa jabatan seorang presiden sudah berpikir untuk bisa mendapatkan periode keduanya.
”Kalau tidak berturut-turut tujuh tahun, maka seorang presiden tidak akan memikirkan bgaimna bisa terpilih kembali. Dia hanya berkonsentrasi pada pekerjaannya dan mudah-mudahan tidak ada gangguan untuk periode-periode berikutnya,” tutur lelaki kelahiran Palembang itu.
(Baca: Isu Masa Jabatan Presiden Bukan Hal Baru, Tidak Tepat Dimunculkan Saat Ini)
Hal inilah yang menurut Refly tidak dilihatnya selama ini. ”Kalau sekarang misalnya, terlihat betul sepertinya 6 bulan pertama setelah terpilih pada 2014 Presiden Jokowi melakukan adjustment. 2,5 tahun bekerja, 2 tahun terakhir sudah persiapan untuk pemilihan kembali. Jadi bagaimana masa jabatan bisa efektif kalau yang dipikirkan adalah bagaimana bisa terpilih kembali,” katanya.
”Sebagaimana pernah saya sampaikan di Taman Ismail Marzuki pada 2017, saya mengatakan masa jabatan presiden itu dibuat satu periode saja selama tujuh tahun. Atau boleh lebih dari satu periode, tetapi tidak berturut-turut. Berapa 2 atau 3 periode pun boleh, yang penting waktunya berselang,” ujar Refly melalui youtube, Sabtu (13/3/2021) malam.
(Baca: Hasil Survei indEX: Publik Dukung Masa Jabatan Presiden 1 Periode 7 Tahun)
Refly berpendapat bahwa dia melihat selama ini yang menjadi pangkal masalah adalah kesempatan berkuasa berturut-turut. Dalam praktiknya, hal ini membuat periode jabatan presiden tidak bisa efektif digunakan bekerja untuk rakyat. Di tengah masa jabatan seorang presiden sudah berpikir untuk bisa mendapatkan periode keduanya.
”Kalau tidak berturut-turut tujuh tahun, maka seorang presiden tidak akan memikirkan bgaimna bisa terpilih kembali. Dia hanya berkonsentrasi pada pekerjaannya dan mudah-mudahan tidak ada gangguan untuk periode-periode berikutnya,” tutur lelaki kelahiran Palembang itu.
(Baca: Isu Masa Jabatan Presiden Bukan Hal Baru, Tidak Tepat Dimunculkan Saat Ini)
Hal inilah yang menurut Refly tidak dilihatnya selama ini. ”Kalau sekarang misalnya, terlihat betul sepertinya 6 bulan pertama setelah terpilih pada 2014 Presiden Jokowi melakukan adjustment. 2,5 tahun bekerja, 2 tahun terakhir sudah persiapan untuk pemilihan kembali. Jadi bagaimana masa jabatan bisa efektif kalau yang dipikirkan adalah bagaimana bisa terpilih kembali,” katanya.
(muh)
tulis komentar anda