Sidang Kasus Korupsi Bansos, Kubu Juliari: Keterangan Saksi Tak Konsisten
Selasa, 09 Maret 2021 - 01:23 WIB
JAKARTA - Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi anggaran Bantuan Sosial (Bansos) Kementerian Sosial (Kemensos) kembali digelar di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat, Senin 8 Maret 2021 untuk terdakwa Harry Van Sidabuke dan Ardian Iskandar Maddanatja.
Agenda sidang tersebut mendengarkan kembali keterangan lanjutan dari 5 orang saksi yakni Sekjen Kemensos Hartono Laras, Dirjen Linjamsos Pepen Nazaruddin, Sekdir Linjamsos Mokhamad O Royani, Staf Subag Keuangan Robin Saputra, dan Kasubag Sesdirjen Linjamsos Riski Maulana.
Dalam sidang tersebut, terungkap 2 orang dari 5 orang saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yaitu Hartono Laras dan Pepen Nazaruddin tidak konsisten dalam memberi keterangan. "Hari ini dalam sidang untuk terdakwa Harry Sidabukke dan Ardian Iskandar terlihat dua saksi yang dihadirkan oleh KPK yaitu Hartono Laras dan Pepen Nazaruddin juga tidak konsisten mengenai arahan Mensos, di mana dalam sidang pada tanggal 3 Maret 2021 saksi Hartono Laras dan Pepen Nazaruddin menyampaikan bahwa para saksi sama sekali tidak melakukan konfirmasi kepada Menteri Juliari atas cerita Adi Wahyono mengenai pungutan operasional bansos," ujar Kuasa Hukum Juliari Batubara, Dion Pongkor dalam keterangannya, Senin 8 Maret 2021.
Dion menganggap keterangan yang disampaikan Hartono dan Pepen berubah-ubah antara keterangan persidangan 3 Maret 2021 dan 8 Maret 2021. "Namun, pada sidang hari ini tanggal 8 Maret 2021 saksi Pepen Nazaruddin dan saksi Hartono Laras merubah keterangannya dengan menyatakan mereka telah melakukan konfirmasi kepada Mensos Juliari Natubara setelah mendengar adanya laporan dari Adi Wahyono bahwa menteri mengarahkan untuk melakukan pungutan terhadap Bansos," kata Dion.
Ketidakkonsistenan dua saksi itu, kata Dion, yang merupakan alat bukti yang digunakan KPK untuk menjerat mensos Juliari Batubara menunjukkan bahwa fakta itu sebenarnya patut diduga tidak terjadi.
"Pasalnya, keterangan mereka berubah-ubah mengenai melakukan konfirmasi kepada Menteri Juliari terkait arahan pungutan operasional bansos," jelasnya.
Dion pun mempertanyakan fakta sebenarnya dari keterangan Hartono dan Pepen yang tidak konsisten tersebut. "Apakah mereka melakukan konfirmasi mengenai pungutan kepada menteri? Atau tidak melakukan konfirmasi sama sekali? Jangan-jangan, informasi adanya arahan tersebut tidak ada sama sekali sehingga mereka akhirnya hanya mengarang cerita," pungkasnya.
Sekadar informasi, Presiden Direktur PT Tiga Pilar Agro Harry Van Sidabukke dan konsultan hukum Ardian Iskandar Maddanatja didakwa menyuap mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara senilai Rp3,2 miliar. Suap itu disebut untuk memuluskan penunjukan perusahaan penyedia bantuan sosial (bansos) untuk penanganan Covid-19 di wilayah Jabodetabek.
Jaksa menyebut Harry Van Sidabukke menyuap Juliari Batubara sebesar Rp1,28 miliar. Sedangkan Ardian Iskandar, disebut Jaksa, menyuap Juliari senilai Rp1,95 miliar. Total suap yang diberikan kedua terdakwa kepada Juliari sejumlah Rp3,2 miliar.
Dalam perkaranya, Harry Sidabukke disebut mendapat proyek pengerjaan paket sembako sebanyak 1,5 juta melalui PT Pertani (Persero) dan PT Mandala Hamonganan Sude. Sementara Ardian, menyuap Juliari terkait penunjukkan perusahaannya sebagai salah satu vendot yang mengerjakan pendistribusian bansos corona.
Uang sebesar Rp3,2 miliar itu, menurut Jaksa, tak hanya dinikmati oleh Juliari Peter Batubara. Uang itu juga mengalir untuk Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan bansos Covid-19 di Direktorat Perlindungan dan Jaminan Sosial Korban Bencana Kemensoso, Adi Wahyono serta Matheus Joko Santoso.
Agenda sidang tersebut mendengarkan kembali keterangan lanjutan dari 5 orang saksi yakni Sekjen Kemensos Hartono Laras, Dirjen Linjamsos Pepen Nazaruddin, Sekdir Linjamsos Mokhamad O Royani, Staf Subag Keuangan Robin Saputra, dan Kasubag Sesdirjen Linjamsos Riski Maulana.
Dalam sidang tersebut, terungkap 2 orang dari 5 orang saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yaitu Hartono Laras dan Pepen Nazaruddin tidak konsisten dalam memberi keterangan. "Hari ini dalam sidang untuk terdakwa Harry Sidabukke dan Ardian Iskandar terlihat dua saksi yang dihadirkan oleh KPK yaitu Hartono Laras dan Pepen Nazaruddin juga tidak konsisten mengenai arahan Mensos, di mana dalam sidang pada tanggal 3 Maret 2021 saksi Hartono Laras dan Pepen Nazaruddin menyampaikan bahwa para saksi sama sekali tidak melakukan konfirmasi kepada Menteri Juliari atas cerita Adi Wahyono mengenai pungutan operasional bansos," ujar Kuasa Hukum Juliari Batubara, Dion Pongkor dalam keterangannya, Senin 8 Maret 2021.
Dion menganggap keterangan yang disampaikan Hartono dan Pepen berubah-ubah antara keterangan persidangan 3 Maret 2021 dan 8 Maret 2021. "Namun, pada sidang hari ini tanggal 8 Maret 2021 saksi Pepen Nazaruddin dan saksi Hartono Laras merubah keterangannya dengan menyatakan mereka telah melakukan konfirmasi kepada Mensos Juliari Natubara setelah mendengar adanya laporan dari Adi Wahyono bahwa menteri mengarahkan untuk melakukan pungutan terhadap Bansos," kata Dion.
Ketidakkonsistenan dua saksi itu, kata Dion, yang merupakan alat bukti yang digunakan KPK untuk menjerat mensos Juliari Batubara menunjukkan bahwa fakta itu sebenarnya patut diduga tidak terjadi.
"Pasalnya, keterangan mereka berubah-ubah mengenai melakukan konfirmasi kepada Menteri Juliari terkait arahan pungutan operasional bansos," jelasnya.
Dion pun mempertanyakan fakta sebenarnya dari keterangan Hartono dan Pepen yang tidak konsisten tersebut. "Apakah mereka melakukan konfirmasi mengenai pungutan kepada menteri? Atau tidak melakukan konfirmasi sama sekali? Jangan-jangan, informasi adanya arahan tersebut tidak ada sama sekali sehingga mereka akhirnya hanya mengarang cerita," pungkasnya.
Sekadar informasi, Presiden Direktur PT Tiga Pilar Agro Harry Van Sidabukke dan konsultan hukum Ardian Iskandar Maddanatja didakwa menyuap mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara senilai Rp3,2 miliar. Suap itu disebut untuk memuluskan penunjukan perusahaan penyedia bantuan sosial (bansos) untuk penanganan Covid-19 di wilayah Jabodetabek.
Jaksa menyebut Harry Van Sidabukke menyuap Juliari Batubara sebesar Rp1,28 miliar. Sedangkan Ardian Iskandar, disebut Jaksa, menyuap Juliari senilai Rp1,95 miliar. Total suap yang diberikan kedua terdakwa kepada Juliari sejumlah Rp3,2 miliar.
Dalam perkaranya, Harry Sidabukke disebut mendapat proyek pengerjaan paket sembako sebanyak 1,5 juta melalui PT Pertani (Persero) dan PT Mandala Hamonganan Sude. Sementara Ardian, menyuap Juliari terkait penunjukkan perusahaannya sebagai salah satu vendot yang mengerjakan pendistribusian bansos corona.
Uang sebesar Rp3,2 miliar itu, menurut Jaksa, tak hanya dinikmati oleh Juliari Peter Batubara. Uang itu juga mengalir untuk Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan bansos Covid-19 di Direktorat Perlindungan dan Jaminan Sosial Korban Bencana Kemensoso, Adi Wahyono serta Matheus Joko Santoso.
(mhd)
tulis komentar anda