The New Istiqlal
Selasa, 23 Februari 2021 - 17:28 WIB
Bahkan mungkin yang juga unik, khususnya di Indonesia, adalah dihadirkannya tempat olah raga atau gym yang modern. Hal itu karena masjid Istiqlal memiliki wawasan membangun manusia seutuhnya. Sehat secara spiritual, intelektual, dan juga secara fisikal.
Tapi dari semua itu yang paling menggembirakan adalah bahwa visi Istiqlal tidak lagi bahwa masyarakat itu harus memberdayakan masjid. Tapi saat ini justeru minimal harus ada perhatian timbal balik. Sehingga yang berkembang dan kuat bukan saja masjidnya. Tapi juga masyarakat atau jamaah masjid tersebut.
Perberdayaan masjid sebagai pusat pemberdayaan masyarakat ini terlihat dalam inisiasi berbagai program yang, menurut saya pribadi, sangat maju dan inovatif. Saat ini ada 41 bentuk program yang dicanangkan Masjid Istiqlal . Dan bersamaan dengan hari Miladnya yang ke-43 program-program tersebut diluncurkan secara resmi oleh Wakil Presiden RI.
Saya tidak akan menyebutkan kesemua 41 program itu. Semuanya dapat diakses melalui website Masjid Istiqlal saat ini. Saya hanya akan menyebut tiga hal yang menurut saya sangat relevan dan diperlukan.
Pertama, terbentuknya Majelis Mudzakarah masjid Istiqlal yang beranggotakan 20 orang dan diketuai oleh Ahli Tafsir dan Ulama Indonesia, Prof. Dr. Quraish Shihab. Saya sendiri dimasukkan sebagai salah seorang anggota di Majelis tersebut.
Dengan terbentuknya Majelis Mudzakarah ini, masjid Istiqlal kemudian meluncurkan program pengkaderan ulama yang secara akademik setingkat S2 dan S3. Program ini dikerjasamakan dengan Institute Perguruan Tinggi Ilmu Al-Quran Jakarta.
Kedua, sebagai bagian dari pengkaderan ulama tadi, Masjid Istiqlal secara khusus melakukan pengkaderan ulama perempuan. Bagi saya pribadi hal ini sangat penting dan inovatif, bahkan sesungguhnya sangat diperlukan untuk tujuan-tujuan multidimensi yang sangat penting.
Pengkaderan ulama perempuan akan menjawab berbagai tuduhan bahwa Islam itu diskriminatif kepada kaum Hawa, khususnya dalam kajian keagamaan. Dan tentunya lebih khusus lagi bahwa perempuan akan memiliki akses besar dalam penafsiran-penafsiran yang selama ini diakui atau tidak memang masculine dominant (didominasi oleh ulama pria).
Setahu saya belum ada negara Islam yang melakukan hal ini selain Indonesia. Maroko beberapa waktu lalu mengadakan hal yang sama. Di mana kedudukan mufti juga diperbolehkan untuk diduduki oleh kaum Hawa. Hanya saja Indonesia melangkah lebih jauh karena memang program ini adalah mengkader ulama yang akan berkontribusi secara penuh dalam keilmuan dan pemikiran Islam.
Ketiga, Istiqlal ingin menjadi pelapor jaringan masjid-masjid besar dunia. Bagi saya pribadi hal ini sangat penting dan relevan karena memang masanya Indonesia berada di garis depan untuk meraih kepemimpinan di dunia global, khususnya di dunia Islam.
Tapi dari semua itu yang paling menggembirakan adalah bahwa visi Istiqlal tidak lagi bahwa masyarakat itu harus memberdayakan masjid. Tapi saat ini justeru minimal harus ada perhatian timbal balik. Sehingga yang berkembang dan kuat bukan saja masjidnya. Tapi juga masyarakat atau jamaah masjid tersebut.
Perberdayaan masjid sebagai pusat pemberdayaan masyarakat ini terlihat dalam inisiasi berbagai program yang, menurut saya pribadi, sangat maju dan inovatif. Saat ini ada 41 bentuk program yang dicanangkan Masjid Istiqlal . Dan bersamaan dengan hari Miladnya yang ke-43 program-program tersebut diluncurkan secara resmi oleh Wakil Presiden RI.
Saya tidak akan menyebutkan kesemua 41 program itu. Semuanya dapat diakses melalui website Masjid Istiqlal saat ini. Saya hanya akan menyebut tiga hal yang menurut saya sangat relevan dan diperlukan.
Pertama, terbentuknya Majelis Mudzakarah masjid Istiqlal yang beranggotakan 20 orang dan diketuai oleh Ahli Tafsir dan Ulama Indonesia, Prof. Dr. Quraish Shihab. Saya sendiri dimasukkan sebagai salah seorang anggota di Majelis tersebut.
Dengan terbentuknya Majelis Mudzakarah ini, masjid Istiqlal kemudian meluncurkan program pengkaderan ulama yang secara akademik setingkat S2 dan S3. Program ini dikerjasamakan dengan Institute Perguruan Tinggi Ilmu Al-Quran Jakarta.
Kedua, sebagai bagian dari pengkaderan ulama tadi, Masjid Istiqlal secara khusus melakukan pengkaderan ulama perempuan. Bagi saya pribadi hal ini sangat penting dan inovatif, bahkan sesungguhnya sangat diperlukan untuk tujuan-tujuan multidimensi yang sangat penting.
Pengkaderan ulama perempuan akan menjawab berbagai tuduhan bahwa Islam itu diskriminatif kepada kaum Hawa, khususnya dalam kajian keagamaan. Dan tentunya lebih khusus lagi bahwa perempuan akan memiliki akses besar dalam penafsiran-penafsiran yang selama ini diakui atau tidak memang masculine dominant (didominasi oleh ulama pria).
Setahu saya belum ada negara Islam yang melakukan hal ini selain Indonesia. Maroko beberapa waktu lalu mengadakan hal yang sama. Di mana kedudukan mufti juga diperbolehkan untuk diduduki oleh kaum Hawa. Hanya saja Indonesia melangkah lebih jauh karena memang program ini adalah mengkader ulama yang akan berkontribusi secara penuh dalam keilmuan dan pemikiran Islam.
Ketiga, Istiqlal ingin menjadi pelapor jaringan masjid-masjid besar dunia. Bagi saya pribadi hal ini sangat penting dan relevan karena memang masanya Indonesia berada di garis depan untuk meraih kepemimpinan di dunia global, khususnya di dunia Islam.
Lihat Juga :
tulis komentar anda