Cukup Penting, Peran KNKT Dinilai Perlu Diperkuat dan Diperluas

Sabtu, 13 Februari 2021 - 14:01 WIB
Hal ini juga tersirat dari penilaian ICAO tahun 2017 terhadap keselamatan penerbangan Indonesia dimana walaupun Skor EI (Effective Implementation) Indonesia adalah 80,84% yang berada di atas rata-rata negara-negara asia sebesar 75,12%, namun terdapat dua komponen Skor EI Indonesia tersebut yang nilainya dibawah rata-rata global.

Anggota Komisi V DPR dari Fraksi PKS, Suryadi Jaya Purnama menuturkan, kedua komponen tersebut adalah skor CE1 nilainya sebesar 72,73 sementara nilai rata-rata global yaitu 75,75 skor ini terkait dengan pembentukan undang-undang penerbangan sipil yang mendukung sistem penerbangan sipil dan fungsi peraturan negara yang sesuai dengan Konvensi Penerbangan Sipil Internasional (Konvensi Chicago).

"Yang kedua adalah skor CE8 yang nilainya sangat rendah sebesar 49,12 sedangkan nilai rata-rata global yaitu 51,81 skor ini terkait dengan pelaksanaan proses dan prosedur untuk menyelesaikan kekurangan yang diidentifikasi berdampak pada keselamatan penerbangan, yang mungkin telah berada di dalam sistem dan telah dideteksi oleh otoritas pengatur atau badan lain yang sesuai," ujar Suryadi Jaya Purnama dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Sabtu (13/2/2021).

Dia menjelaskan, hasil investigasi KNKT atas beberapa peristiwa kecelakaan di masa lalu banyak menyebutkan adanya faktor-faktor yang secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan mekanisme pengawasan, baik oleh Internal Maskapai Penerbangan maupun tata kelola pengawasan dari pihak otoritas penerbangan, dalam hal ini Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub.

"Tidak tuntasnya tindak lanjut hasil investigasi KNKT mungkin saja berkaitan dengan fakta bahwa KNKT secara administratif masih berada di bawah Sekretariat Jenderal Kemenhub, sehingga mungkin menyebabkan rekomendasi KNKT tidak memiliki kekuatan," tuturnya.

Selain itu kata dia, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 62 Tahun 2013 tentang Investigasi Kecelakaan Transportasi juga sangat lemah karena di dalamnya terdapat ketentuan wajibnya pihak-pihak terkait menindaklanjuti hasil investigasi KNKT, namun tidak memberikan sanksi apabila hasil investigasi tersebut tidak ditindaklanjuti.

Dari segi kelembagaan, dia mengatakan walaupun menurut Perpres Nomor 2 Tahun 2012 tentang KNKT Pasal 3, KNKT merupakan lembaga non-struktural yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden, namun menurut Perpres yang sama Pasal 9, dalam melaksanakan tugasnya KNKT dikoordinasikan oleh Menteri Perhubungan.

Dalam Keputusan Menhub Nomor PM 48 Tahun 2012, lanjut dia, KNKT ditempatkan di bawah Sekretariat Jenderal Kementerian Perhubungan. Di satu sisi menurut Perpres di atas Pasal 10 dinyatakan bahwa dalam melaksanakan tugasnya KNKT bersifat mandiri dan bertanggungjawab atas objektivitas dan kebenaran hasil investigasi kecelakaan transportasi.

Di sisi lain, secara organisasi KNKT belumlah mandiri. Dari segi anggaran, dia mengungkapkan alokasi anggaran KNKT tahun 2021 berdasarkan rapat Komisi V DPR RI dengan Setjen Kemenhub tanggal 9 September 2020 adalah sebesar Rp50,88 Miliar, berada di bawah anggaran Setjen Kemenhub sebesar Rp716,03 Miliar, dengan spesifik alokasi pemeriksaan lanjutan kecelakaan moda transportasi tahun 2021 adalah sebesar Rp 10,99 Miliar.

"Namun kemungkinan anggaran KNKT itu akan berkurang lagi karena berdasarkan rapat Komisi V DPR RI dengan Menhub tanggal 25 Januari 2021, anggaran Setjen dipotong menjadi Rp 575,16 Miliar. Padahal, biaya operasional investigasi kecelakaan meningkat setiap tahun sehingga dana yang dianggarkan untuk KNKT tak cukup membiayai seluruh kegiatan investigasi," imbuhnya.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More