Cukup Penting, Peran KNKT Dinilai Perlu Diperkuat dan Diperluas

Sabtu, 13 Februari 2021 - 14:01 WIB
loading...
Cukup Penting, Peran KNKT Dinilai Perlu Diperkuat dan Diperluas
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR mendorong Presiden Joko Widodo untuk melakukan penguatan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT). Foto/SINDOnews/Ilustrasi
A A A
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR mendorong Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk segera melakukan penguatan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), baik dari segi perundang undangan, kelembagaan, anggaran, sumber daya manusia (SDM) investigator, dan sarana prasarana.

(Baca juga: Boeing Bantu KNKT Investigasi Isi Rekaman Black Box Sriwijaya Air SJ182)

Sekadar diketahui, KNKT pada Rabu 10 Februari 2021 menyampaikan laporan pendahulu tentang jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182 pada tanggal 9 Januari 2021. KNKT menyatakan, sistem autothrottle pesawat Sriwijaya Air SJ182 diketahui sudah dua kali rusak.

(Baca juga: Hasil Investigasi Awal KNKT: SJ-182 Tidak Melalui Jalur Awan Hujan)

Autothrottle merupakan sistem pengatur gas yang memungkinkan pilot menentukan kecepatan (speed) dan dorongan (thrust) pesawat secara otomatis. KNKT menemukan bahwa sistem autothrottle Sriwijaya Air SJ 182 mengalami anomali.

Yang kiri mundur terlalu jauh, sedangkan yang kanan benar-benar tidak bergerak atau macet. Namun menurut KNKT lagi, autothrottle bukanlah komponen signifikan dan utama pesawat, sehingga saat terjadi kerusakan masih diizinkan terbang maksimal 10 hari.

(Baca juga: Black Box Berhasil Diunduh, KNKT Pastikan SJ182 Dalam Keadaan Hidup hingga Membentur Air)

Menanggapi laporan tersebut, PKS mengapresiasi kinerja KNKT dan mendorong penyelidikan lebih lanjut terhadap anomali autothrottle tersebut dan berharap KNKT segera dapat menemukan penyebab kecelakaan dan memberikan rekomendasi agar kecelakaan serupa tidak terulang kembali.

Namun demikian PKS juga menyoroti, selama ini sebagian besar rekomendasi KNKT terhadap investigasi kecelakaan penerbangan yang telah terjadi sebelumnya banyak yang belum tuntas ditindaklanjuti.

Hal ini juga tersirat dari penilaian ICAO tahun 2017 terhadap keselamatan penerbangan Indonesia dimana walaupun Skor EI (Effective Implementation) Indonesia adalah 80,84% yang berada di atas rata-rata negara-negara asia sebesar 75,12%, namun terdapat dua komponen Skor EI Indonesia tersebut yang nilainya dibawah rata-rata global.

Anggota Komisi V DPR dari Fraksi PKS, Suryadi Jaya Purnama menuturkan, kedua komponen tersebut adalah skor CE1 nilainya sebesar 72,73 sementara nilai rata-rata global yaitu 75,75 skor ini terkait dengan pembentukan undang-undang penerbangan sipil yang mendukung sistem penerbangan sipil dan fungsi peraturan negara yang sesuai dengan Konvensi Penerbangan Sipil Internasional (Konvensi Chicago).

"Yang kedua adalah skor CE8 yang nilainya sangat rendah sebesar 49,12 sedangkan nilai rata-rata global yaitu 51,81 skor ini terkait dengan pelaksanaan proses dan prosedur untuk menyelesaikan kekurangan yang diidentifikasi berdampak pada keselamatan penerbangan, yang mungkin telah berada di dalam sistem dan telah dideteksi oleh otoritas pengatur atau badan lain yang sesuai," ujar Suryadi Jaya Purnama dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Sabtu (13/2/2021).

Dia menjelaskan, hasil investigasi KNKT atas beberapa peristiwa kecelakaan di masa lalu banyak menyebutkan adanya faktor-faktor yang secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan mekanisme pengawasan, baik oleh Internal Maskapai Penerbangan maupun tata kelola pengawasan dari pihak otoritas penerbangan, dalam hal ini Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub.

"Tidak tuntasnya tindak lanjut hasil investigasi KNKT mungkin saja berkaitan dengan fakta bahwa KNKT secara administratif masih berada di bawah Sekretariat Jenderal Kemenhub, sehingga mungkin menyebabkan rekomendasi KNKT tidak memiliki kekuatan," tuturnya.

Selain itu kata dia, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 62 Tahun 2013 tentang Investigasi Kecelakaan Transportasi juga sangat lemah karena di dalamnya terdapat ketentuan wajibnya pihak-pihak terkait menindaklanjuti hasil investigasi KNKT, namun tidak memberikan sanksi apabila hasil investigasi tersebut tidak ditindaklanjuti.

Dari segi kelembagaan, dia mengatakan walaupun menurut Perpres Nomor 2 Tahun 2012 tentang KNKT Pasal 3, KNKT merupakan lembaga non-struktural yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden, namun menurut Perpres yang sama Pasal 9, dalam melaksanakan tugasnya KNKT dikoordinasikan oleh Menteri Perhubungan.

Dalam Keputusan Menhub Nomor PM 48 Tahun 2012, lanjut dia, KNKT ditempatkan di bawah Sekretariat Jenderal Kementerian Perhubungan. Di satu sisi menurut Perpres di atas Pasal 10 dinyatakan bahwa dalam melaksanakan tugasnya KNKT bersifat mandiri dan bertanggungjawab atas objektivitas dan kebenaran hasil investigasi kecelakaan transportasi.

Di sisi lain, secara organisasi KNKT belumlah mandiri. Dari segi anggaran, dia mengungkapkan alokasi anggaran KNKT tahun 2021 berdasarkan rapat Komisi V DPR RI dengan Setjen Kemenhub tanggal 9 September 2020 adalah sebesar Rp50,88 Miliar, berada di bawah anggaran Setjen Kemenhub sebesar Rp716,03 Miliar, dengan spesifik alokasi pemeriksaan lanjutan kecelakaan moda transportasi tahun 2021 adalah sebesar Rp 10,99 Miliar.

"Namun kemungkinan anggaran KNKT itu akan berkurang lagi karena berdasarkan rapat Komisi V DPR RI dengan Menhub tanggal 25 Januari 2021, anggaran Setjen dipotong menjadi Rp 575,16 Miliar. Padahal, biaya operasional investigasi kecelakaan meningkat setiap tahun sehingga dana yang dianggarkan untuk KNKT tak cukup membiayai seluruh kegiatan investigasi," imbuhnya.

Dari segi SDM investigator, menurut Perpres Nomor 2 Tahun 2012 Pasal 15 ayat (2) masing-masing Ketua Sub Komite Investigasi Kecelakaan, salah satunya Penerbangan, mengkoordinasikan paling banyak 10 Investigator. "Padahal, untuk investigator penerbangan saja, merujuk pada aturan otoritas penerbangan sipil dunia (ICAO) dan juga seringnya kecelakaan pesawat di Indonesia, KNKT idealnya memiliki 50 orang investigator," katanya.

Dari segi sarana prasarana, sambung dia, saat ini KNKT berkantor di sebagian lantai 3 gedung yang dikelola Badan Penelitian Pengembangan Perhubungan Kemenhub. "Hal ini menyebabkan kesulitan dalam merancang penyediaan ruang kerja, ruang rapat, laboratorium dan prasarana lainnya secara mandiri sesuai dengan kebutuhan organisasi," ujarnya.

Dia membeberkan pada rapat dengan Komisi V DPR RI pada 25 November 2019 lalu, KNKT telah mengusulkan agar diperkuat menjadi Badan Keselamatan Nasional yang tidak lagi di bawah Kemenhub dan diperluas lingkup kerjanya tidak hanya berkaitan dengan keselamatan transportasi, namun juga industri dan konstruksi.

Hal ini karena selama ini Kementerian PUPR, Pertamina dan lainnya sering meminta KNKT melakukan investigasi terkait kecelakaan di jembatan, grider, atau kasus lain di industri dan transportasi migas namun terkendala hirarki dan kewenangan penanganan kasus di lapangan. "Oleh karena itu, PKS mendorong Presiden agar segera melakukan penguatan KNKT, baik dari segi perundang-undangan, kelembagaan, anggaran, SDM investigator, dan sarana prasarana," pungkasnya.
(maf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1969 seconds (0.1#10.140)