Asa Pemulihan Ekonomi 2021
Selasa, 09 Februari 2021 - 15:01 WIB
Prof Candra Fajri Ananda, Ph.D
Staf Khusus Menteri Keuangan RI
PANDEMI dengan segala polemiknya masih belum usai. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2020 mencapai minus 2,07%. Sementara itu pada triwulan IV-2020 pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi sebesar 0,42% dan secara year on year kontraksi sebesar 2,19%. Meski masih menunjukkan angka pertumbuhan yang negatif, namun pertumbuhan ekonomi Indonesia terus mengalami perbaikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Jika menilik catatan sejarah resesi Indonesia yang juga pernah terjadi di 1998, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun tersebut mengalami kontraksi yang lebih dalam hingga empat kuartal berturut-turut. Sehingga di sepanjang 1998, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat minus 13,1%.
Indonesia tak sendiri, perekonomian di berbagai negara pun juga mengalami pertumbuhan negatif dan masih dibayangi oleh ketidakpastian Covid 19. Sejatinya pertumbuhan ekonomi Indonesia di sepanjang 2020 lebih baik jika dibandingkan negara tetangga seperti Singapura yang tumbuh minus 5,8% ataupun Filipina yang terkontraksi minus 9,5%. Bahkan, Amerika Serikat mengalami pertumbuhan minus 3,5% dan Uni Eropa minus 6,4%. Kontraksi pertumbuhan ekonomi di berbagai negara selama tahun 2020 tak lain disebabkan pandemi Covid-19 yang membuat produktivitas dari sisi produksi pada beberapa sektor mengalami penurunan. Akibatnya, dunia harus terperangkap dalam jurang kelesuan ekonomi.
Program PEN 2021
Ketidakpastian pandemi Covid 19 membawa kebijakan ekonomi Indonesia pada 2021 tak jauh berbeda dari tahun sebelumnya. Kebijakan counter cyclical atau menjaga kestabilan ekonomi akan dilanjutkan kembali pada tahun ini di tengah ancaman resesi ekonomi dunia. Pemerintah memastikan adanya kebijakan counter cyclical atau mendukung adanya stimulus bagi pertumbuhan dalam menghadapi dinamika kondisi ekonomi yang melambat dan masih diliputi ketidakpastian. APBN sebagai alat kebijakan fiskal ini pada 2021 akan kembali memberikan banyak stimulus mengingat kondisi ekonomi dalam negeri masih berjibaku menghadapi tantangan pandemic Covid 19 yang belum usai.
Program Penanganan Covid dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) masih akan akan menjadi prioritas pemerintah dalam menghadapi pandemi Covid 19. Menteri Keuangan menyebutkan bahwa alokasi dana penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021 akan naik hingga Rp 619 triliun, atau meningkat Rp 85,9 triliun dari pagu saat ini sebesar Rp533,1 triliun. Pagu PC-PEN 2021 tersebut hampir sama dengan anggaran PC-PEN tahun lalu sebesar Rp695,2 triliun yang realisasinya hanya mencapai Rp579,8 triliun. Pemerintah sudah dua kali merevisi anggaan PC-PEN 2021. Semula, anggaran PC-PEN ditetapkan sebesar Rp372,3 triliun. Angka tersebut kemudian dinaikkan menjadi Rp403,9 triliun, lalu direvisi kembali menjadi Rp553,09 triliun. Alokasi anggaran program PC-PEN masih akan bergerak dinamis untuk memastikan dukungan fiskal bagi program PC-PEN masih menjadi prioritas pemerintah. Selain itu, perubahan ini menunjukkan betapa pemerintah sangat concern untuk mendorong pemulihan ekonomi pada 2021, termasuk juga menjaga keberhasilan vaksinasi yang saat ini sedang berjalan.
Di sisi lain, meski anggaran PC-PEN 2021 meningkat, Menkeu memastikan tidak akan memperlebar outlook defisit APBN 2021 yang telah ditetapkan. Sebelumnya, pemerintah telah mencatatkan defisit APBN 2020 mencapai Rp956,3 triliun atau 6,09% dari Produk Domestik Bruto. Sementara dalam APBN 2021, kekurangan anggaran ditargetkan Rp1.006,4 triliun atau 5,7% dari PDB. Oleh karena itu, demi menjaga defisit anggaran, maka pemerintah akan berupaya mengelola pembiayaan dengan cara prudent dan berkelanjutan.
Posisi utang pemerintah Indonesia per akhir Desember 2020 sebesar Rp6.074,56 triliun dengan rasio terhadap PDB sebesar 38,68%. Jumlah utang tersebut meningkat 27% dibandingkan 2019 yang sebesar Rp4.778 triliun atau 29,8% terhadap PDB. Peningkatan ini disebabkan oleh pelemahan ekonomi akibat Covid-19, sehingga terjadi peningkatan kebutuhan pembiayaan dalam menangani masalah kesehatan dan pemulihan ekonomi nasional.
Staf Khusus Menteri Keuangan RI
PANDEMI dengan segala polemiknya masih belum usai. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2020 mencapai minus 2,07%. Sementara itu pada triwulan IV-2020 pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi sebesar 0,42% dan secara year on year kontraksi sebesar 2,19%. Meski masih menunjukkan angka pertumbuhan yang negatif, namun pertumbuhan ekonomi Indonesia terus mengalami perbaikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Jika menilik catatan sejarah resesi Indonesia yang juga pernah terjadi di 1998, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun tersebut mengalami kontraksi yang lebih dalam hingga empat kuartal berturut-turut. Sehingga di sepanjang 1998, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat minus 13,1%.
Indonesia tak sendiri, perekonomian di berbagai negara pun juga mengalami pertumbuhan negatif dan masih dibayangi oleh ketidakpastian Covid 19. Sejatinya pertumbuhan ekonomi Indonesia di sepanjang 2020 lebih baik jika dibandingkan negara tetangga seperti Singapura yang tumbuh minus 5,8% ataupun Filipina yang terkontraksi minus 9,5%. Bahkan, Amerika Serikat mengalami pertumbuhan minus 3,5% dan Uni Eropa minus 6,4%. Kontraksi pertumbuhan ekonomi di berbagai negara selama tahun 2020 tak lain disebabkan pandemi Covid-19 yang membuat produktivitas dari sisi produksi pada beberapa sektor mengalami penurunan. Akibatnya, dunia harus terperangkap dalam jurang kelesuan ekonomi.
Program PEN 2021
Ketidakpastian pandemi Covid 19 membawa kebijakan ekonomi Indonesia pada 2021 tak jauh berbeda dari tahun sebelumnya. Kebijakan counter cyclical atau menjaga kestabilan ekonomi akan dilanjutkan kembali pada tahun ini di tengah ancaman resesi ekonomi dunia. Pemerintah memastikan adanya kebijakan counter cyclical atau mendukung adanya stimulus bagi pertumbuhan dalam menghadapi dinamika kondisi ekonomi yang melambat dan masih diliputi ketidakpastian. APBN sebagai alat kebijakan fiskal ini pada 2021 akan kembali memberikan banyak stimulus mengingat kondisi ekonomi dalam negeri masih berjibaku menghadapi tantangan pandemic Covid 19 yang belum usai.
Program Penanganan Covid dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) masih akan akan menjadi prioritas pemerintah dalam menghadapi pandemi Covid 19. Menteri Keuangan menyebutkan bahwa alokasi dana penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021 akan naik hingga Rp 619 triliun, atau meningkat Rp 85,9 triliun dari pagu saat ini sebesar Rp533,1 triliun. Pagu PC-PEN 2021 tersebut hampir sama dengan anggaran PC-PEN tahun lalu sebesar Rp695,2 triliun yang realisasinya hanya mencapai Rp579,8 triliun. Pemerintah sudah dua kali merevisi anggaan PC-PEN 2021. Semula, anggaran PC-PEN ditetapkan sebesar Rp372,3 triliun. Angka tersebut kemudian dinaikkan menjadi Rp403,9 triliun, lalu direvisi kembali menjadi Rp553,09 triliun. Alokasi anggaran program PC-PEN masih akan bergerak dinamis untuk memastikan dukungan fiskal bagi program PC-PEN masih menjadi prioritas pemerintah. Selain itu, perubahan ini menunjukkan betapa pemerintah sangat concern untuk mendorong pemulihan ekonomi pada 2021, termasuk juga menjaga keberhasilan vaksinasi yang saat ini sedang berjalan.
Di sisi lain, meski anggaran PC-PEN 2021 meningkat, Menkeu memastikan tidak akan memperlebar outlook defisit APBN 2021 yang telah ditetapkan. Sebelumnya, pemerintah telah mencatatkan defisit APBN 2020 mencapai Rp956,3 triliun atau 6,09% dari Produk Domestik Bruto. Sementara dalam APBN 2021, kekurangan anggaran ditargetkan Rp1.006,4 triliun atau 5,7% dari PDB. Oleh karena itu, demi menjaga defisit anggaran, maka pemerintah akan berupaya mengelola pembiayaan dengan cara prudent dan berkelanjutan.
Posisi utang pemerintah Indonesia per akhir Desember 2020 sebesar Rp6.074,56 triliun dengan rasio terhadap PDB sebesar 38,68%. Jumlah utang tersebut meningkat 27% dibandingkan 2019 yang sebesar Rp4.778 triliun atau 29,8% terhadap PDB. Peningkatan ini disebabkan oleh pelemahan ekonomi akibat Covid-19, sehingga terjadi peningkatan kebutuhan pembiayaan dalam menangani masalah kesehatan dan pemulihan ekonomi nasional.
tulis komentar anda