Mengenang 98 Tahun Ibu Negara Fatmawati, Penjahit sang Saka Merah Putih
Jum'at, 05 Februari 2021 - 15:23 WIB
JAKARTA - Peristiwa kemerdekaan Republik Indonesia memiliki hubungan erat dengan sosok Ibu Negara Pertama, Fatmawati . Dari tangan lembutnya, bendara Merah Putih yang menjadi simbol negara Indonesia, tercipta.
Perempuan kelahiran Bengkulu, 5 Februari 1923 itu merupakan sosok di balik terciptanya bendara Merah Putih yang dikibarkan saat Upacara Proklamasi 1945.
Perjuangan dalam memproklamirkan Indonesia merdeka saat itu turut dirasakan istri Presiden Soekarno. Dalam kondisi tengah hamil tua dan sudah waktunya untuk melahirkan anak sulungnya, Fatmawati menyelesaikan tugasnya menjahit sang saka Merah Putih.
"Berulang kali saya menumpahkan air mata di atas bendera yang sedang saya jahit itu. Menjelang kelahiran Guntur ketika usianya kandungan telah mencukupi bulannya. Saya paksakan diri untuk menjahit bendera Merah Putih. Saya jahit berangsur-angsur dengan menggunakan mesin jahit singer yang dijalankan dengan tangan saja. Sebab dokter melarang saya menggunakan kaki untuk menggerakan mesin jahit," kata Fatmawati dalam buku "Berkibarlah Benderaku, Tradisi Pengibaran Bendara Pusaka" (2003).
Menjadi istri dari seorang Presiden di zaman itu bukanlah perkara mudah. Pasalnya, setelah Indonesia menyatakan diri merdeka, gelombang serangan kembali datang. Belanda yang diboncengi tentara Sekutu mencoba masuk menancapkan kembali kakinya di atas tanah Bumi Pertiwi.
Atas peristiwa itu tak ayal, Fatmawati harus rela berpindah-pindah tempat dan berpisah dari Soekarno untuk menghindari kejaran Belanda.
"Dalam keadaan begitu aku berusaha mengatur suasana kekeluargaan seberapa dapat, di samping mengurus dan memperhatikan kepentingan keluarga besar," kenang Fatmawati dalam memoarnya "Fatmawati dalam Catatan Kecil Bersama Bung Karno" (1985, hlm. 130-131).
Perempuan kelahiran Bengkulu, 5 Februari 1923 itu merupakan sosok di balik terciptanya bendara Merah Putih yang dikibarkan saat Upacara Proklamasi 1945.
Perjuangan dalam memproklamirkan Indonesia merdeka saat itu turut dirasakan istri Presiden Soekarno. Dalam kondisi tengah hamil tua dan sudah waktunya untuk melahirkan anak sulungnya, Fatmawati menyelesaikan tugasnya menjahit sang saka Merah Putih.
"Berulang kali saya menumpahkan air mata di atas bendera yang sedang saya jahit itu. Menjelang kelahiran Guntur ketika usianya kandungan telah mencukupi bulannya. Saya paksakan diri untuk menjahit bendera Merah Putih. Saya jahit berangsur-angsur dengan menggunakan mesin jahit singer yang dijalankan dengan tangan saja. Sebab dokter melarang saya menggunakan kaki untuk menggerakan mesin jahit," kata Fatmawati dalam buku "Berkibarlah Benderaku, Tradisi Pengibaran Bendara Pusaka" (2003).
Menjadi istri dari seorang Presiden di zaman itu bukanlah perkara mudah. Pasalnya, setelah Indonesia menyatakan diri merdeka, gelombang serangan kembali datang. Belanda yang diboncengi tentara Sekutu mencoba masuk menancapkan kembali kakinya di atas tanah Bumi Pertiwi.
Atas peristiwa itu tak ayal, Fatmawati harus rela berpindah-pindah tempat dan berpisah dari Soekarno untuk menghindari kejaran Belanda.
"Dalam keadaan begitu aku berusaha mengatur suasana kekeluargaan seberapa dapat, di samping mengurus dan memperhatikan kepentingan keluarga besar," kenang Fatmawati dalam memoarnya "Fatmawati dalam Catatan Kecil Bersama Bung Karno" (1985, hlm. 130-131).
(abd)
tulis komentar anda