Di Awal Tahun 2021 Pemerintah Dinilai Kebobolan Lagi Lindungi PMI

Jum'at, 05 Februari 2021 - 11:13 WIB
Mufida pun menekankan, screening terhadap perusahaan pengiriman juga mutlak ditegakkan. Pengawasan bagi yang memperoleh izin juga tidak boleh dikendurkan. Hal ini harus ditingkatkan untuk melindungi PMI dari ancaman penipuan, pemerasan dan hal buruk lainnya.

"Di era pandemi ini beberapa pihak pengirim PMI, mungkin menggoda calon PMI dengan menjanjikan pekerjaan di luar negeri tetapi secara nonprosedural. Negara tidak boleh kalah dengan pengiriman PMI nonprosedural ini," kata Mufida.

Menurut dia, Negara harus menyiapkan sistem yang jauh lebih mudah dan membantu PMI agar tetap bisa mendapatkan kesempatan bekerja di luar negeri dengan aman dan terlindungi, khususnya di masa pandemi ini.

"Sampaikan dan tunjukkan jika proses bekerja di luar negeri lewat jalur resmi mudah dan terjamin aman. Adalah kewajiban negara untuk menyediakan layanan tersebut sebagai wujud perlindungan negara terhadap PMI," ujar Mufida.

Sekadar diketahui, pemberantasan Mafia Penempatan Ilegal PMI ke Luar Negeri merupakan program pertama dari 9 program Prioritas BP2MI. Program ini dinyatakan oleh kepala BP2MI sebagai fokus utama tahun pertama implementasi Rencana Strategis BP2MI 2020-2024.

Karena pengiriman ilegal ini menjadi akar permasalahan tata kelola PMI. BP2MI menginformasikan bahwa dari laporan tahun 2020, telah diterima sekitar 1.725 pengaduan, dimana 67,4 persen dari pengaduan tersebut tentang pemberangkan PMI secara illegal.

Sementara itu, Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Moh Abdi Suhufan menilai Pemerintah Indonesia perlu segera meningkatkan upaya perlindungan awak kapal perikanan Indonesia yang bekerja di luar negeri, terutama kapal ikan berbendera Tiongkok. Pasalnya, sepanjang tahun 2020, Indonesia banyak kehilangan nyawa awak kapal perikanan yang bekerja di kapal ikan Tiongkok.

Mereka yang meninggal mayoritas merupakan korban kerja paksa dan perdagangan orang. Ironisnya, proses hukum kepada pelaku dan ganti rugi berupa pemenuhan hak-hak korban tidak pernah maksimal dilakukan.

Abdi mengatakan bahwa pihaknya mencatat sepanjang tahun 2020 terdapat 22 orang awak kapal perikanan Indonesia yang meninggal di kapal ikan berbendera Tiongkok. “Terdapat 22 orang Indonesia meninggal dan 3 diantaranya hilang di tengah laut dan sampai saat ini belum ditemukan,” kata Abdi.

Mereka yang meninggal rata-rata karena sakit, mengalami penyiksaan, kondisi kerja yang tidak layak dan keterlambatan penanganan. "Fasilitas kesehatan di kapal Ikan Tiongkok sangat buruk sehingga jika ada awak kapal yang sakit sering kali tidak mendapat perawatan medis dan ketersediaan obat yang terbatas," ujar Abdi.
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More