SDGs dan Tantangan Desa Wisata
Kamis, 28 Januari 2021 - 07:05 WIB
Di samping itu, saat ini teknologi digital memudahkan para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam memasarkan produknya hingga tiba ke konsumen akhir. Menurut data Kementerian Koperasi dan UMKM kuartal III 2020 terdaftar 2,2 juta UMKM yang memanfaatkan teknologi digital sebagai “lapak” untuk berjualan secara daring dan telah melampaui target awal, yaitu 2 juta UMKM. Adanya e-commerce dapat memudahkan para pelaku UMKM di desa untuk menjual produk mereka.
Potensi pasar yang sangat luas tersebut merupakan jalan bagi masyarakat untuk memasarkan produk-produk kreatifnya seperti kerajinan tangan, produk pertanian, perikanan, dan perkebunan, kuliner, pakaian adat, seni budaya, dan sebagainya. Keterlibatan masyarakat desa wisata akan membentuk kolaborasi dalam membantu peningkatan ekonomi desanya.
SDGs Desa
Sustainable development goals (SDGs) atau tujuan pembangunan berkelanjutan merupakan upaya yang dilakukan untuk menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat dunia, serta upaya dalam melindungi lingkungan dengan tujuan dapat tercipta pembangunan yang berkelanjutan bagi generasi yang akan datang.
Pembangunan desa berbasis SDGs menjadi perhatian penting Pemerintah Indonesia saat ini. Hal ini didasari oleh dana desa yang belum dirasakan secara maksimal oleh masyarakat desa, khususnya golongan bawah, serta dana desa belum dapat secara maksimal membangkitkan perekonomian desa. Atas hal tersebutlah pemerintah membuat konsep pembangunan desa secara total melalui SDGs. SDGs memiliki prinsip no one left behind yang merupakan pemerataan kesejahteraan.
Dalam rekapitulasi kode dan data wilayah administrasi pemerintahan seluruh Indonesia disebutkan bahwa saat ini Indonesia memiliki 83.441 desa/setara desa yang tersebar di 34 Provinsi. Tidak kurang dari 91% wilayah Indonesia merupakan wilayah perdesaan. Di sinilah pentingnya peran SDGs desa dalam pencapaian pembangunan dan pencapaian SDGs nasional serta global mengoptimalkan kemitraan strategis. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno sudah menekankan tiga aspek penting, yakni inovasi, adaptasi, dan kolaborasi untuk mewujudkan strategi pengembangan pariwisata ke depan.
Tantangan Desa Wisata
Pemerintah telah mengupayakan 244 desa wisata menjadi desa wisata mandiri dan menambah 10 desa wisata yang akan mendapatkan sertifikat pariwisata berkelanjutan. Namun, tentu tidak hanya desa di wilayah destinasi superprioritas yang menjadi prioritas utama, tetapi pembangunan pariwisata di daerah lain juga. Terlebih saat ini pandemi Covid-19 masih menjadi tantangan semua pihak termasuk masyarakat perdesaan.
Di dalam Undang-Undang Nomor 10/2009 tentang Kepariwisataan disebutkan bahwa pelaksanaan pembangunan kepariwisataan dilakukan dengan memperhatikan keanekaragaman juga keunikan budaya dan alam, serta kebutuhan manusia untuk melakukan wisata dengan asas manfaat, kekeluargaan, adil dan merata, keseimbangan, kemandirian, kelestarian, partisipatif, berkelanjutan, demokratis, kesetaraan, dan kesatuan.
Untuk mencapai hal tersebut, komunikasi antarpemangku kepentingan menjadi sangat penting dalam menata keselarasan pembangunan desa wisata. Dengan pendekatan SDGs, desa bukan lagi sebagai objek, akan tetapi sebagai subjek yang memberikan kesempatan kepada setiap desa untuk dapat mandiri membangun desa sehingga pembangunan berkelanjutan tingkat desa akan terlaksana dengan adil dan merata.
Potensi pasar yang sangat luas tersebut merupakan jalan bagi masyarakat untuk memasarkan produk-produk kreatifnya seperti kerajinan tangan, produk pertanian, perikanan, dan perkebunan, kuliner, pakaian adat, seni budaya, dan sebagainya. Keterlibatan masyarakat desa wisata akan membentuk kolaborasi dalam membantu peningkatan ekonomi desanya.
SDGs Desa
Sustainable development goals (SDGs) atau tujuan pembangunan berkelanjutan merupakan upaya yang dilakukan untuk menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat dunia, serta upaya dalam melindungi lingkungan dengan tujuan dapat tercipta pembangunan yang berkelanjutan bagi generasi yang akan datang.
Pembangunan desa berbasis SDGs menjadi perhatian penting Pemerintah Indonesia saat ini. Hal ini didasari oleh dana desa yang belum dirasakan secara maksimal oleh masyarakat desa, khususnya golongan bawah, serta dana desa belum dapat secara maksimal membangkitkan perekonomian desa. Atas hal tersebutlah pemerintah membuat konsep pembangunan desa secara total melalui SDGs. SDGs memiliki prinsip no one left behind yang merupakan pemerataan kesejahteraan.
Dalam rekapitulasi kode dan data wilayah administrasi pemerintahan seluruh Indonesia disebutkan bahwa saat ini Indonesia memiliki 83.441 desa/setara desa yang tersebar di 34 Provinsi. Tidak kurang dari 91% wilayah Indonesia merupakan wilayah perdesaan. Di sinilah pentingnya peran SDGs desa dalam pencapaian pembangunan dan pencapaian SDGs nasional serta global mengoptimalkan kemitraan strategis. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno sudah menekankan tiga aspek penting, yakni inovasi, adaptasi, dan kolaborasi untuk mewujudkan strategi pengembangan pariwisata ke depan.
Tantangan Desa Wisata
Pemerintah telah mengupayakan 244 desa wisata menjadi desa wisata mandiri dan menambah 10 desa wisata yang akan mendapatkan sertifikat pariwisata berkelanjutan. Namun, tentu tidak hanya desa di wilayah destinasi superprioritas yang menjadi prioritas utama, tetapi pembangunan pariwisata di daerah lain juga. Terlebih saat ini pandemi Covid-19 masih menjadi tantangan semua pihak termasuk masyarakat perdesaan.
Di dalam Undang-Undang Nomor 10/2009 tentang Kepariwisataan disebutkan bahwa pelaksanaan pembangunan kepariwisataan dilakukan dengan memperhatikan keanekaragaman juga keunikan budaya dan alam, serta kebutuhan manusia untuk melakukan wisata dengan asas manfaat, kekeluargaan, adil dan merata, keseimbangan, kemandirian, kelestarian, partisipatif, berkelanjutan, demokratis, kesetaraan, dan kesatuan.
Untuk mencapai hal tersebut, komunikasi antarpemangku kepentingan menjadi sangat penting dalam menata keselarasan pembangunan desa wisata. Dengan pendekatan SDGs, desa bukan lagi sebagai objek, akan tetapi sebagai subjek yang memberikan kesempatan kepada setiap desa untuk dapat mandiri membangun desa sehingga pembangunan berkelanjutan tingkat desa akan terlaksana dengan adil dan merata.
Lihat Juga :
tulis komentar anda