Banyak Kabulkan PK Terpidana Korupsi, Begini Alasan MA
Jum'at, 22 Januari 2021 - 17:57 WIB
JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) belakangan disorot karena kerap memotong vonis koruptor melalui putusan peninjauan kembali (PK). Wakil Ketua MA Bidang Yudisial Andi Samsan Nganro mengungkapkan alasan di balik sikap MA tersebut. "Yang pertama alasan disparitas pemidanaan,´ ujar Andi Samsan dalam diskusi daring, Jumat (22/1/2021).
Baca Juga: Angkat Direksi Milenial, Bukti BRI Jalankan Regenerasi dengan Baik
Menurut dia, fakta menunjukkan bahwa ada sebuah tindak pidana yang dilakukan beberapa orang, namun di dalam persidangan disidangkan terpisah. Dari awal itu memang kewenangan penuntut umum untuk menggabungkan atau memisahkan berkas sat diajukan ke pengadilan.
Baca Juga: Jasa Besar Sunan Giri, Jadi Hakim Kasus Syeikh Siti Jenar
Mantan Ketua Kamar Pengawasan MA ini menyebut pihaknya beberapa kali menemukan adanya disparitas. Misalnya hukuman seorang terpidana dipukul rata dengan terpidana lainnya padahal dalam perkara itu terpidana tersebut telah mengembalikan barang ataupun hadiah yang diberikan pada saat dirinya disuap.
(Baca: Batalkan Putusan PK Pertama, MA Bebaskan Terpidana Bank Century)
"Bahwa ya jadi terjadi diskriminasi hukum, menimbulkan ketidakadilan, ya bagaimana MA memutus perkara kasasi, kendati majelis hakimnya berbeda, kok berbeda-beda? Inilah yang antara lain yang dijadikan alasan untuk mengajukan PK. Nah kalau diajukan PK perkara yang demikian itu ya majelis hakim PK itu ya tetap akan mempertimbangkan," kata Andi.
Alasan kedua, yakni pemohon PK merasa keberatan dengan hukuman yang diberikan kepada pemohon tersebut. "Dia sebagai pelaku utama kenapa dihukum ringan? ya kenapa hukuman saya lebih berat padahal saya cuma membantu. Dari segi hukum pidana membantu itu ya itu salah satu alasan yang bisa meringankan artinya tidak sama dengan pelaku pemeran utama," jelasnya.
(Baca: Belum Serahkan Salinan Putusan PK Koruptor ke KPK, Ini Penjelasan MA)
Baca Juga: Angkat Direksi Milenial, Bukti BRI Jalankan Regenerasi dengan Baik
Menurut dia, fakta menunjukkan bahwa ada sebuah tindak pidana yang dilakukan beberapa orang, namun di dalam persidangan disidangkan terpisah. Dari awal itu memang kewenangan penuntut umum untuk menggabungkan atau memisahkan berkas sat diajukan ke pengadilan.
Baca Juga: Jasa Besar Sunan Giri, Jadi Hakim Kasus Syeikh Siti Jenar
Mantan Ketua Kamar Pengawasan MA ini menyebut pihaknya beberapa kali menemukan adanya disparitas. Misalnya hukuman seorang terpidana dipukul rata dengan terpidana lainnya padahal dalam perkara itu terpidana tersebut telah mengembalikan barang ataupun hadiah yang diberikan pada saat dirinya disuap.
(Baca: Batalkan Putusan PK Pertama, MA Bebaskan Terpidana Bank Century)
"Bahwa ya jadi terjadi diskriminasi hukum, menimbulkan ketidakadilan, ya bagaimana MA memutus perkara kasasi, kendati majelis hakimnya berbeda, kok berbeda-beda? Inilah yang antara lain yang dijadikan alasan untuk mengajukan PK. Nah kalau diajukan PK perkara yang demikian itu ya majelis hakim PK itu ya tetap akan mempertimbangkan," kata Andi.
Alasan kedua, yakni pemohon PK merasa keberatan dengan hukuman yang diberikan kepada pemohon tersebut. "Dia sebagai pelaku utama kenapa dihukum ringan? ya kenapa hukuman saya lebih berat padahal saya cuma membantu. Dari segi hukum pidana membantu itu ya itu salah satu alasan yang bisa meringankan artinya tidak sama dengan pelaku pemeran utama," jelasnya.
(Baca: Belum Serahkan Salinan Putusan PK Koruptor ke KPK, Ini Penjelasan MA)
tulis komentar anda