DPR Nilai Masyarakat Belum Siap Dilepas dengan Herd Immunity
Jum'at, 15 Mei 2020 - 21:12 WIB
JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR, Intan Fauzi berpandangan, masyarakat belum bisa dilepas begitu saja ke ruang publik dan aktivitas normal dengan hanya mengandalkan herd immunity dan juga protocol Covid-19 atau virus Corona yang ada saat ini.
Karena, kurva kasus positif di Indonesia belum mencapai puncaknya dan angka yang ada saat ini belum mewakili jumlah secara nasional, ditambah dengan kesadaran masyarakat yang masih minim. (Baca juga: Pemerintah Harus Perhatikan Kaum Disabilitas Di Tengah Pandemi Corona)
"Pemerintah sudah memilih PSBB untuk penanganan Covid-19 setelah perdebatan karantina wilayah atau PSBB, kita semua masyarakat sudah ikut, pemda sudah ikut, sudah menjadi kewenangan pemerimtah pusat untuk menentukan PSBB, administrasi sudah dijalankan, dengan pengajuan PSBB dari daerah," kata Intan kepada SINDO Media, Jumat (15/5/2020).
"Membuat aturan turunan dari pemda, dari sebelumnya apa itu PSBB, hingga dikeluarkan pergub soal sanksi dan denda yang diringankan karena tidak mungkin masyarakat mendapatkan sanksi pidana atau denda Rp100 juta menjadi hanya sanksi tilang," tambahnya.
Intan melihat, bahwa berbagai proses itu masyarakat sudah mulai terbiasa dan sudah paham bahwa memang semestinya pemerintah dipatuhi dulu. Meskipun, masih ada multitafsir kebijakan dan kebijakan satu kementerian/Lembaga (K/L) yang menganulir kebijakan K/L lainnya.
Tapi kata dia, itu semua belum cukup untuk masyarakat dibiarkan begitu saja melakukan aktivitas sebagaimana yang biasanya.
"Satu-satunya jalan ada obat dan vaksin, tapi kapan? Kita tidak bisa menunggu terlalu lama, nyawa harus diselamatkan karena berdampak pada sosial ekonomi. Nyawa harus diselamatkan, kita harus bisa melakukan penghentian PSBB kalau memang kurvanya lamban," ujar Intan.
Bendahara PAN ini menjelaskan, Indonesia ini kasus kematian coronanya termasuk yang tertinggi setelah Wuhan, China di Asia. Dan dengan jumlah kasus yang ada di data pemerintah saat ini, belum cukup mewakili secara nasional.
Sehingga, tesnya harus dipercepat dan dimasifkan agar bisa dilacak secara luas dan benar-benar diketahui apakah sudah mencapai kurva puncak dan kemudian melandai. Serta, tetap melakukan penyelamatan ekonomi dengan merealisasikan relaksasi di dunia usaha yang terdampak, sehingga gelombang PHK tidak menjadi besar.
Karena, kurva kasus positif di Indonesia belum mencapai puncaknya dan angka yang ada saat ini belum mewakili jumlah secara nasional, ditambah dengan kesadaran masyarakat yang masih minim. (Baca juga: Pemerintah Harus Perhatikan Kaum Disabilitas Di Tengah Pandemi Corona)
"Pemerintah sudah memilih PSBB untuk penanganan Covid-19 setelah perdebatan karantina wilayah atau PSBB, kita semua masyarakat sudah ikut, pemda sudah ikut, sudah menjadi kewenangan pemerimtah pusat untuk menentukan PSBB, administrasi sudah dijalankan, dengan pengajuan PSBB dari daerah," kata Intan kepada SINDO Media, Jumat (15/5/2020).
"Membuat aturan turunan dari pemda, dari sebelumnya apa itu PSBB, hingga dikeluarkan pergub soal sanksi dan denda yang diringankan karena tidak mungkin masyarakat mendapatkan sanksi pidana atau denda Rp100 juta menjadi hanya sanksi tilang," tambahnya.
Intan melihat, bahwa berbagai proses itu masyarakat sudah mulai terbiasa dan sudah paham bahwa memang semestinya pemerintah dipatuhi dulu. Meskipun, masih ada multitafsir kebijakan dan kebijakan satu kementerian/Lembaga (K/L) yang menganulir kebijakan K/L lainnya.
Tapi kata dia, itu semua belum cukup untuk masyarakat dibiarkan begitu saja melakukan aktivitas sebagaimana yang biasanya.
"Satu-satunya jalan ada obat dan vaksin, tapi kapan? Kita tidak bisa menunggu terlalu lama, nyawa harus diselamatkan karena berdampak pada sosial ekonomi. Nyawa harus diselamatkan, kita harus bisa melakukan penghentian PSBB kalau memang kurvanya lamban," ujar Intan.
Bendahara PAN ini menjelaskan, Indonesia ini kasus kematian coronanya termasuk yang tertinggi setelah Wuhan, China di Asia. Dan dengan jumlah kasus yang ada di data pemerintah saat ini, belum cukup mewakili secara nasional.
Sehingga, tesnya harus dipercepat dan dimasifkan agar bisa dilacak secara luas dan benar-benar diketahui apakah sudah mencapai kurva puncak dan kemudian melandai. Serta, tetap melakukan penyelamatan ekonomi dengan merealisasikan relaksasi di dunia usaha yang terdampak, sehingga gelombang PHK tidak menjadi besar.
Lihat Juga :
tulis komentar anda