China Masih Dominasi Urusan Dagang Indonesia
Rabu, 20 Januari 2021 - 04:45 WIB
CHINA masih perkasa untuk “dikalahkan” dalam bidang perdagangan. Faktanya, tidak pernah terdengar neraca perdagangan Indonesia (NPI) mengalami surplus terhadap Negeri Tirai Bambu itu. Lain ceritanya dengan Amerika Serikat (AS). Tercatat NPI sudah sering kali menghasilkan surplus. Pada periode Desember 2020, NPI membukukan defisit terhadap China, sebaliknya terhitung surplus terhadap Negeri Paman Sam. Data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) terungkap NPI tekor dengan China sebesar USD1,12 miliar. Selain China, NPI juga mengalami defisit dengan Australia sebesar USD260,2 juta dan Brasil tekor USD203,3 juta. Sebaliknya, NPI surplus terhadap AS sebesar USD1,23 miliar. NPI juga mencatat surplus dengan India sebesar USD866,3 juta dan Filipina USD 468,9 juta. Adapun surplus NPI pada periode Desember 2020 terbukukan USD2,1 miliar.
Selain itu, data publikasi yang dibeberkan BPS menunjukkan NPI sepanjang 2020 mengalami surplus USD21,74 miliar. Data tersebut sekaligus menunjukkan bahwa surplus NPI di masa pandemi Covid-19 tercatat tertinggi sejak 2011 atau selama sembilan tahun. Nilai ekspor tahun lalu mencapai USD163,31 miliar, sebaliknya nilai impor tercetak USD141,75 miliar. Pasar ekspor maupun impor lebih banyak menyasar ke China. Kinerja ekspor pada Desember 2020 ke China senilai USD16,54 miliar. Dan, secara tahunan (Januari hingga Desember 2020) nilai ekspor ke Negeri Panda mencapai USD29,93 miliar atau 19,31%. Menyusul AS dengan nilai ekspor USD18,62 miliar atau 12,01%, dan Jepang USD12,88 miliar atau 8,31% dari total nilai ekspor USD163,31 miliar.
Selanjutnya, kinerja impor dalam periode Januari hingga Desember 2020, lagi-lagi China yang mendominasi. Nilai impor dari China mencapai USD39,35 miliar atau 30,91% dari total nilai impor USD141,57 miliar. Pada Desember tahun lalu, nilai impor dari China tercatat USD4,44 miliar atau 34,28%, menduduki urutan pertama. Disusul Jepang di posisi kedua dengan nilai USD0,86 miliar atau 6,65%. Dan, Singapura pada tempat ketiga senilai USD0,73 miliar atau 5,65% dari total nilai impor sebesar USD14,44 miliar.
Sementara itu, pangsa pasar ekspor terbesar tertuju ke China senilai USD3,32 miliar atau 21,4% dari total nilai ekspor, diikuti AS USD1,87 miliar atau 12,06% dari total nilai ekspor, disusul Jepang USD1,25 miliar atau 8,06% dari total ekspor. Sementara itu, berdasarkan kawasan, nilai ekspor Indonesia ke Uni Eropa terbukukan sebesar USD 1,27 miliar atau 8,19%, dan ASEAN tercatat sebesar USD3,12 miliar atau 20,12% dari total ekspor Desember 2020.
Menarik dicermati adalah kinerja impor pada Desember 2020 meningkat dibandingkan periode November 2020. Nilai impor tercatat USD14,44 miliar atau tumbuh 14% dibandingkan bulan sebelumnya. Akan tetapi terjadi penurunan apabila dibandingkan periode yang sama pada Desember 2019. Secara bulanan, berdasarkan data BPS tercatat impor minyak dan gas (migas) naik sekitar 36,57% menjadi USD 1,48 miliar, sedang impor nonmigas bergerak naik 1,89% menjadi USD 12,96%. Kinerja impor yang meningkat tidak terlepas dari penggunaan barang, seperti impor barang konsumsi, bahan baku serta barang modal yang juga mengalami pertumbuhan. Di antaranya, bawang putih, mesin AC dan buah-buahan yang didominasi dari China.
Pihak BPS membeberkan terjadinya surplus pada NPI tidak terlepas dari harga komoditas yang mulai mebaik, seperti lemak dan minyak hewan nabati, bahan bakar mineral, serta besi dan baja. Adapun kinerja ekspor pada Desember 2020, pihak BPS menyebut cukup menggembirakan karena meraih nilai tertinggi sepanjang 2020. Padahal, pada akhir tahun (Desember) baik kinerja ekspor maupun kinerja impor mengalami penurunan dikarenakan banyak hari libur. Hal itu, adalah sebuah tanda-tanda positif kalau kinerja ekspor bakal semakin membaik seiring dengan penanganan atau pemberian vaksin dan pemberlakuan protokol kesehatan yang benar dalam menghadapi pandemi Covid-19.
Meski NPI mencatat surplus sepanjang tahun lalu dan bahkan tertinggi dalam sembilan tahun terakhir ini, namun belum bisa dijadikan patokan bahwa ekonomi Indonesia sudah mulai sembuh. Memang, kinerja ekspor perlahan mulai membaik namun penurunan nilai impor juga harus dibaca bahwa masih ada masalah, di antaranya belum pulihnya sektor manufaktur. Namun, apa pun yang terjadi, kita berharap, pelan tapi pasti pemerintah bisa memutar roda perekonomian lebih kencang lagi.
Selain itu, data publikasi yang dibeberkan BPS menunjukkan NPI sepanjang 2020 mengalami surplus USD21,74 miliar. Data tersebut sekaligus menunjukkan bahwa surplus NPI di masa pandemi Covid-19 tercatat tertinggi sejak 2011 atau selama sembilan tahun. Nilai ekspor tahun lalu mencapai USD163,31 miliar, sebaliknya nilai impor tercetak USD141,75 miliar. Pasar ekspor maupun impor lebih banyak menyasar ke China. Kinerja ekspor pada Desember 2020 ke China senilai USD16,54 miliar. Dan, secara tahunan (Januari hingga Desember 2020) nilai ekspor ke Negeri Panda mencapai USD29,93 miliar atau 19,31%. Menyusul AS dengan nilai ekspor USD18,62 miliar atau 12,01%, dan Jepang USD12,88 miliar atau 8,31% dari total nilai ekspor USD163,31 miliar.
Selanjutnya, kinerja impor dalam periode Januari hingga Desember 2020, lagi-lagi China yang mendominasi. Nilai impor dari China mencapai USD39,35 miliar atau 30,91% dari total nilai impor USD141,57 miliar. Pada Desember tahun lalu, nilai impor dari China tercatat USD4,44 miliar atau 34,28%, menduduki urutan pertama. Disusul Jepang di posisi kedua dengan nilai USD0,86 miliar atau 6,65%. Dan, Singapura pada tempat ketiga senilai USD0,73 miliar atau 5,65% dari total nilai impor sebesar USD14,44 miliar.
Sementara itu, pangsa pasar ekspor terbesar tertuju ke China senilai USD3,32 miliar atau 21,4% dari total nilai ekspor, diikuti AS USD1,87 miliar atau 12,06% dari total nilai ekspor, disusul Jepang USD1,25 miliar atau 8,06% dari total ekspor. Sementara itu, berdasarkan kawasan, nilai ekspor Indonesia ke Uni Eropa terbukukan sebesar USD 1,27 miliar atau 8,19%, dan ASEAN tercatat sebesar USD3,12 miliar atau 20,12% dari total ekspor Desember 2020.
Menarik dicermati adalah kinerja impor pada Desember 2020 meningkat dibandingkan periode November 2020. Nilai impor tercatat USD14,44 miliar atau tumbuh 14% dibandingkan bulan sebelumnya. Akan tetapi terjadi penurunan apabila dibandingkan periode yang sama pada Desember 2019. Secara bulanan, berdasarkan data BPS tercatat impor minyak dan gas (migas) naik sekitar 36,57% menjadi USD 1,48 miliar, sedang impor nonmigas bergerak naik 1,89% menjadi USD 12,96%. Kinerja impor yang meningkat tidak terlepas dari penggunaan barang, seperti impor barang konsumsi, bahan baku serta barang modal yang juga mengalami pertumbuhan. Di antaranya, bawang putih, mesin AC dan buah-buahan yang didominasi dari China.
Pihak BPS membeberkan terjadinya surplus pada NPI tidak terlepas dari harga komoditas yang mulai mebaik, seperti lemak dan minyak hewan nabati, bahan bakar mineral, serta besi dan baja. Adapun kinerja ekspor pada Desember 2020, pihak BPS menyebut cukup menggembirakan karena meraih nilai tertinggi sepanjang 2020. Padahal, pada akhir tahun (Desember) baik kinerja ekspor maupun kinerja impor mengalami penurunan dikarenakan banyak hari libur. Hal itu, adalah sebuah tanda-tanda positif kalau kinerja ekspor bakal semakin membaik seiring dengan penanganan atau pemberian vaksin dan pemberlakuan protokol kesehatan yang benar dalam menghadapi pandemi Covid-19.
Meski NPI mencatat surplus sepanjang tahun lalu dan bahkan tertinggi dalam sembilan tahun terakhir ini, namun belum bisa dijadikan patokan bahwa ekonomi Indonesia sudah mulai sembuh. Memang, kinerja ekspor perlahan mulai membaik namun penurunan nilai impor juga harus dibaca bahwa masih ada masalah, di antaranya belum pulihnya sektor manufaktur. Namun, apa pun yang terjadi, kita berharap, pelan tapi pasti pemerintah bisa memutar roda perekonomian lebih kencang lagi.
(bmm)
Lihat Juga :
tulis komentar anda