Prospek dan Tantangan 48 Tahun PDIP

Senin, 11 Januari 2021 - 06:45 WIB
Meski usia sudah cukup berumur dan dua periode berkuasa, bukan berarti PDIP tanpa cela. Jika diiris sederhana, masalah utama partai ini menyangkut kesiapan dalam melakukan regenerasi kepemimpinan pasca-Megawati. Apa pun alasannya, estafet kepemimpinan perkara alamiah yang pasti terjadi pada setiap partai politik. Pergantian pucuk pimpinan partai sangat niscaya. Tak bisa dihindari, apalagi ditolak. Tinggal menunggu waktu.

Saat ini momentum yang tepat bagi PDIP untuk menyiapkan sosok yang dianggap cocok melanjutkan estafet puncak pimpinan partai mumpung karisma politik Megawati masih sangat dominan. Bahkan menjadi satu-satunya figur yang punya veto player terhadap arah kebijakan partai. Tak perlu menunggu gejolak yang potensial muncul kapan saja berbarengan dengan situasi politik yang terus bergerak dinamis.

Regenerasi kepemimpinan partai penting segera dipikirkan PDIP mengingat masih ada figur kunci Megawati yang bisa menyatukan dan menjaga stabilitas berbagai “mazhab politik” internal. Sudah banyak kasus bahwa gejolak politik internal kerap melahirkan sempalan partai politik baru karena tak puas dengan mekanisme suksesi pergantian elite partai. Jangankan partai sebesar PDIP, partai kecil menengah saja langganan konflik tak berkesudahan sebagai efek persoalan suksesi kepemimpinan.

PDIP punya surplus kader yang bisa dipersiapkan mulai sekarang meski secara strata politik, trah Soekarno masih sangat dominan dan tak tergantikan. Namun perbincangan publik soal anak biologis dan ideologis Soekarno sebagai suksesor sebenarnya mengarah pada sejumlah nama favorit yang kadung menjadi rahasia umum. Publik sudah bisa menebak dengan mudah. Tinggal menunggu waktu yang tepat untuk regenerasi.

Setidaknya, jika regenerasi lekas dilakukan, Megawati bisa menjadi mentor secara langsung. Memapah serta mengajari bagaimana membesarkan partai yang kenyang asam garam kehidupan politik. Tentu tak mudah karena masa transisi kepemimpinan selalu menyisakan gejolak. Namun upaya regenerasi perlu dipikirkan matang. Entah itu kapan, yang jelas soal ini akan menjadi isu krusial di masa mendatang.

Berdamai dengan Islam

Terlepas dari urusan politik elektoral, salah satu problem mendasar yang dihadapi PDIP saat ini, mungkin juga ke depan, adalah soal renggangnya hubungan dengan kelompok Islam tertentu. Terutama Islam kanan yang agresif memperjuangkan jargon Islam di ruang publik. Sepanjang dua periode berkuasa, ketegangan tak kunjung reda. Bahkan makin keras. Apalagi setelah Front Pembela Islam (FPI) bubar, serangan terhadap PDIP kian kencang. Sahut-sahutan tagar bubarkan FPI dan PDIP di ruang maya masih berlanjut hingga sekarang.

Ada kecenderungan ketika segala hal terjadi dengan kelompok Islam tertentu, serangan sporadis politik selalu mengarah ke PDIP, bukan partai pendukung Jokowi lainnya. Mulai isu kriminalisasi ulama, penangkapan aktivis hingga pembubaran FPI, isunya dilokalisasi dengan hanya menyasar PDIP. Tentu ini tak kondusif bagi keberlanjutan politik di masa yang akan datang. PDIP dinilai mewakili nasionalis kiri versus kelompok Islam kanan.

Memang harus diakui, sepeninggal Taufik Kiemas, Baitul Muslimin sebagai wadah akomodasi politisi Islam tak terlampau jelas manuver politiknya. Terutama dalam membangun jembatan pengertian dengan kelompok Islam di luar Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Warna Islam yang sempat membauri PDIP secara perlahan pudar seiring mengerasnya hubungan dengan kelompok Islam kanan.

Di usia yang makin menua, tentu persoalan ini juga penting dipikirkan oleh PDIP guna menganyam hubungan politik yang kembali mesra dengan kelompok Islam tertentu. Suka tak suka, PDIP merepresentasikan wajah negara. Berbagai peristiwa mutakhir makin menebalkan tesis tentang ketegangan relasi negara dengan Islam yang berlangsung sejak era Soekarno.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More