Blusukan Risma yang Memunculkan Pro Kontra
Minggu, 10 Januari 2021 - 15:15 WIB
(
).
Dia menambahkan, dari sekian ratusan ribu model dan metode kampanye, yang paling disukai masyarakat itu bertemu langsung dengan calon. "Ini yang kemudian bisa menjelaskan kenapa blusukan itu paling banyak diminati," pungkasnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menuturkan bahwa orientasi ketertarikan publik sudah tidak lagi bernilai harapan. "Berbeda dengan saat awal popularitas blusukan dibawa Jokowi tempo lalu, hari ini orientasinya sudah mobilisasi politik, dan blusukan hanya sebatas ilustrasi kepedulian, bukan kepedulian yang benar-benar terjadi. Terlebih jika tidak berdampak kepada masyarakat," ujar Dedi Kurnia Syah secara terpisah.
(Baca juga : Cinta Pandangan Pertama, Pertemuan Georgina dan Ronaldo Mirip Sinetron )
Dedi menambahkan, pasca-Pilpres 2019 sampai saat ini, loyalis tokoh potensial masih tersegmentasi, antara pro Jokowi beserta afiliasinya dan penolak Jokowi. "Dalam kondisi ini blusukan tidak lagi signifikan, tentu karena faktor kelelahan publik atau kebosanan terhadap simbol kepedulian melalui blusukan yang tidak berdampak," pungkasnya.
Dia menambahkan, dari sekian ratusan ribu model dan metode kampanye, yang paling disukai masyarakat itu bertemu langsung dengan calon. "Ini yang kemudian bisa menjelaskan kenapa blusukan itu paling banyak diminati," pungkasnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menuturkan bahwa orientasi ketertarikan publik sudah tidak lagi bernilai harapan. "Berbeda dengan saat awal popularitas blusukan dibawa Jokowi tempo lalu, hari ini orientasinya sudah mobilisasi politik, dan blusukan hanya sebatas ilustrasi kepedulian, bukan kepedulian yang benar-benar terjadi. Terlebih jika tidak berdampak kepada masyarakat," ujar Dedi Kurnia Syah secara terpisah.
(Baca juga : Cinta Pandangan Pertama, Pertemuan Georgina dan Ronaldo Mirip Sinetron )
Dedi menambahkan, pasca-Pilpres 2019 sampai saat ini, loyalis tokoh potensial masih tersegmentasi, antara pro Jokowi beserta afiliasinya dan penolak Jokowi. "Dalam kondisi ini blusukan tidak lagi signifikan, tentu karena faktor kelelahan publik atau kebosanan terhadap simbol kepedulian melalui blusukan yang tidak berdampak," pungkasnya.
(zik)
Lihat Juga :
tulis komentar anda