Babak Akhir Pilpres AS
Kamis, 07 Januari 2021 - 06:30 WIB
RATUSAN ribu pendukung dan pemilih Presiden Donald Trump berdemonstrasi besar-besaran pada 6 Januari 2021, saat Kongres Amerika Serikat (AS) bersidang untuk melakukan verifikasi electoral college hasil pemilihan presiden. Demonstrasi tersebut merupakan aksi protes atas dugaan kecurangan yang terjadi pada pemilu yang dihelat 3 November 2020 lalu. Kecurigaan terjadi kecurangan yang dilakukan untuk memenangkan Joe Biden diklaim terjadi di negara bagian Georgia, Pennsylvania, Michigan, dan Arizona.
Partai Republik mengindikasikan kecurangan tak hanya pada proses penghitungan, tetapi juga warga negara yang menggunakan hak pilih mereka. Partai Republik mengklaim menemukan suara banyak warga AS yang sudah meninggal dihitung untuk dimasukkan ke dalam perolehan suara Joe Biden. Partai Republik juga mengklaim menemukan banyak bukti suara pemilih Donald Trump tidak masuk dalam rekapitulasi, termasuk suara para personel militer yang ”sengaja” dipulangkan Trump ke AS menjelang pilpres berlangsung.
Partai Republik akan menolak sertifikasi hasil pemilu di Kongres. Wakil Presiden Mike Pence, yang akan memimpin sidang, diharapkan memiliki hak untuk menentukan suara elektoral mana yang akan dihitung selama peninjauan kongres. Upaya tersebut merupakan babak akhir perjuangan Donald Trump untuk tetap bertakhta di kursi kepresidenan Negeri Paman Sam.
Sampai saat ini pelaku pasar masih menunggu kepastian arah kebijakan AS ke depan. Negara adikuasa itu memiliki dampak besar terhadap perekonomian di berbagai negara penjuru dunia, termasuk Indonesia. Kekisruhan yang terus berlangsung akan memberikan dampak serius terhadap perekonomian dunia di tengah pandemi Covid-19.
Apabila nantinya Donald Trump berhasil ”mengudeta” hasil pemilu, perekonomian secara global akan kembali dihadapkan pada ketidakpastian kebijakan kontroversial Trump. Banyak negara di dunia justru berharap Biden dilantik pada 20 Januari 2020 mendatang, karena mantan wakil presiden dua periode itu dinilai memiliki potensi yang lebih besar untuk memberikan sentimen positif terhadap perekonomian global ke depan, termasuk Indonesia. Biden dikenal cenderung moderat dan diyakini akan mengendurkan kebijakan proteksionis yang selama ini diterapkan Trump. Hal ini tentunya bakal meredam tensi geopolitik dengan berbagai negara di dunia.
Pertumbuhan ekonomi AS sendiri tahun ini diproyeksikan bakal mencapai 4,2%. Bank sentral AS atau the Federal Reserve menaikkan perkiraan PDB riil di 2021 menjadi 4,2% dari sebelumnya sebesar 4%. Tingkat pengangguran diproyeksikan turun menjadi 5% pada 2021 dibandingkan proyeksi sebelumnya 5,5%. The Fed memperkirakan inflasi di level 1,2% dan mempertahankan tingkat suku bunga.
Membaiknya indikator makroekonomi AS tersebut akan memberikan angin segar bagi perekonomian dunia. Pertumbuhan ekonomi global pada 2021 diperkirakan akan mencapai 5%. Perbaikan ekonomi dunia ini dipicu peningkatan mobilitas yang terjadi di berbagai negara. Selain itu, dampak stimulus kebijakan yang berlanjut juga ikut berkontribusi. Terutama stimulus yang ada di AS dan China.
Keyakinan konsumen dan bisnis terus membaik di AS, China, dan kawasan Eropa. Tingkat pengangguran juga mulai menurun di banyak negara. Kecepatan perbaikan ekonomi global ke depan dipengaruhi oleh implementasi vaksinasi, peningkatan mobilitas, dan berlanjutnya stimulus kebijakan fiskal dan moneter. Perbaikan ekonomi global tersebut mendorong kenaikan volume perdagangan dan harga komoditas dunia sesuai prakiraan sebelumnya.
Tak hanya itu, kondisi likuiditas global yang besar, suku bunga rendah, dan tren pelemahan nilai tukar dolar AS juga menjadi faktor lain. Perkembangan ini kembali meningkatkan aliran modal ke negara berkembang dan mendorong penguatan mata uang berbagai negara, termasuk Indonesia. Dunia tentu berharap agar konflik hasil Pipres AS segera berakhir dan dunia bisa segera menginjak pedal gas untuk mengakselerasi perekonomian global.
Partai Republik mengindikasikan kecurangan tak hanya pada proses penghitungan, tetapi juga warga negara yang menggunakan hak pilih mereka. Partai Republik mengklaim menemukan suara banyak warga AS yang sudah meninggal dihitung untuk dimasukkan ke dalam perolehan suara Joe Biden. Partai Republik juga mengklaim menemukan banyak bukti suara pemilih Donald Trump tidak masuk dalam rekapitulasi, termasuk suara para personel militer yang ”sengaja” dipulangkan Trump ke AS menjelang pilpres berlangsung.
Partai Republik akan menolak sertifikasi hasil pemilu di Kongres. Wakil Presiden Mike Pence, yang akan memimpin sidang, diharapkan memiliki hak untuk menentukan suara elektoral mana yang akan dihitung selama peninjauan kongres. Upaya tersebut merupakan babak akhir perjuangan Donald Trump untuk tetap bertakhta di kursi kepresidenan Negeri Paman Sam.
Sampai saat ini pelaku pasar masih menunggu kepastian arah kebijakan AS ke depan. Negara adikuasa itu memiliki dampak besar terhadap perekonomian di berbagai negara penjuru dunia, termasuk Indonesia. Kekisruhan yang terus berlangsung akan memberikan dampak serius terhadap perekonomian dunia di tengah pandemi Covid-19.
Apabila nantinya Donald Trump berhasil ”mengudeta” hasil pemilu, perekonomian secara global akan kembali dihadapkan pada ketidakpastian kebijakan kontroversial Trump. Banyak negara di dunia justru berharap Biden dilantik pada 20 Januari 2020 mendatang, karena mantan wakil presiden dua periode itu dinilai memiliki potensi yang lebih besar untuk memberikan sentimen positif terhadap perekonomian global ke depan, termasuk Indonesia. Biden dikenal cenderung moderat dan diyakini akan mengendurkan kebijakan proteksionis yang selama ini diterapkan Trump. Hal ini tentunya bakal meredam tensi geopolitik dengan berbagai negara di dunia.
Pertumbuhan ekonomi AS sendiri tahun ini diproyeksikan bakal mencapai 4,2%. Bank sentral AS atau the Federal Reserve menaikkan perkiraan PDB riil di 2021 menjadi 4,2% dari sebelumnya sebesar 4%. Tingkat pengangguran diproyeksikan turun menjadi 5% pada 2021 dibandingkan proyeksi sebelumnya 5,5%. The Fed memperkirakan inflasi di level 1,2% dan mempertahankan tingkat suku bunga.
Membaiknya indikator makroekonomi AS tersebut akan memberikan angin segar bagi perekonomian dunia. Pertumbuhan ekonomi global pada 2021 diperkirakan akan mencapai 5%. Perbaikan ekonomi dunia ini dipicu peningkatan mobilitas yang terjadi di berbagai negara. Selain itu, dampak stimulus kebijakan yang berlanjut juga ikut berkontribusi. Terutama stimulus yang ada di AS dan China.
Keyakinan konsumen dan bisnis terus membaik di AS, China, dan kawasan Eropa. Tingkat pengangguran juga mulai menurun di banyak negara. Kecepatan perbaikan ekonomi global ke depan dipengaruhi oleh implementasi vaksinasi, peningkatan mobilitas, dan berlanjutnya stimulus kebijakan fiskal dan moneter. Perbaikan ekonomi global tersebut mendorong kenaikan volume perdagangan dan harga komoditas dunia sesuai prakiraan sebelumnya.
Tak hanya itu, kondisi likuiditas global yang besar, suku bunga rendah, dan tren pelemahan nilai tukar dolar AS juga menjadi faktor lain. Perkembangan ini kembali meningkatkan aliran modal ke negara berkembang dan mendorong penguatan mata uang berbagai negara, termasuk Indonesia. Dunia tentu berharap agar konflik hasil Pipres AS segera berakhir dan dunia bisa segera menginjak pedal gas untuk mengakselerasi perekonomian global.
(bmm)
tulis komentar anda