Mengapa Wisata Halal?
Kamis, 07 Januari 2021 - 06:10 WIB
Perkembangan wisata halal tidak terlepas dari keadaan ekonomi Islam global. Tentu berdasarkan situasi pada 2019 sebelum pandemi Covid-19. Pendorong utamanya adalah perkembangan pesat generasi muda muslim yang sering disebut generasi (m), adanya peningkatan praktik hidup atau gaya hidup halal (halal lifestyle), ditambah fasilitas yang sangat memudahkan dengan digital connectivity.
Sektor wisata terdampak sangat berat akibat Covid 19, tidak terkecuali wisata halal. Menurut United Nation World Tourism Organization (UNWTO) akan ada penurunan wisatawan global dan pengurangan pendapatan pariwisata global serta pengurangan jumlah tenaga kerja cukup besar. Ini memengaruhi pendapatan jumlah orang yang melakukan aktivitas wisata di dunia.
DinarStandard melaporkan bahwa di sektor wisatawan muslim juga akan mengalami penurunan cukup drastis. Diperkirakan pertumbuhan pariwisata akan minus 7-8% dan mulai tumbuh kembali pada 2023 untuk mencapai kondisi pada 2019.
Sejalan dengan itu, dari laporan konsultan internasional McKinsey memperkirakan wisman akan kembali lagi ke level 2019 pada 2024 (recovery 2019 levels maybe as late as 2024). Itu karena dunia, termasuk Indonesia, masih terus berjuang mengatasi pandemi. Tidak ada pilihan lain, menurut McKinsey, kecuali menggerakkan wisatawan domestik (wisatawan Nusantara) yang menjadi panutan menggerakkan ekonomi lokal dan nasional. Domestic tourist will likely recover faster.
Bila wisatawan domestik akan menjadi prime over kepariwisataan Indonesia, mestinya secara teoretis berdasarkan jumlah penduduk, wisatawan domestik sebagian besar adalah wisatawan muslim yang membutuhkan pelayanan tambahan. Karena itu, pemerintah pusat harus bersinergi dengan pemerintah kabupaten/ kota dalam program recovery karena daerahlah yang mempunyai destinasi. Semakin besar peran pemerintah daerah, semakin berkembang kepariwisataan di daerah itu. Untuk mengakselerasi dan tumbuhnya kembali kepariwisataan daerah diperlukan investasi baru (new investment), terutama untuk penyediaan IT, promosi produk wisata baru seperti MICE, health tourism, medical tourism, spa tourism, wellness tourism (yoga), spiritual tourism, outdoor sport, dan adventure; penyiapan tenaga SDM yang semakin siap, baik sisi pemerintah, maupun di pelaku bisnis pariwisata.
Dukungan dari pemerintah tentu sangat vital mengingat sektor pariwisata mengalami dampak sangat besar. Hal ini tentunya menjadi PR untuk Menteri Parekraf Sandiaga Uno, di samping pengembangan destinasi superprioritas.
Alangkah indahnya bila sebagai konsumen wisatawan muslim memperoleh pelayanan tambahan seperti restoran halal, tempat beribadah, hotel, dan resor yang muslim friendly seperti yang dilakukan Korea, Jepang, dan Thailand. Dengan begitu, wisata halal Indonesia akan semakin dikembangkan baik untuk wisatawan Nusantara maupun mancanegara yang pada akhirnya akan memberikan kontribusi bagi ekonomi Indonesia. Insyaallah.
Sektor wisata terdampak sangat berat akibat Covid 19, tidak terkecuali wisata halal. Menurut United Nation World Tourism Organization (UNWTO) akan ada penurunan wisatawan global dan pengurangan pendapatan pariwisata global serta pengurangan jumlah tenaga kerja cukup besar. Ini memengaruhi pendapatan jumlah orang yang melakukan aktivitas wisata di dunia.
DinarStandard melaporkan bahwa di sektor wisatawan muslim juga akan mengalami penurunan cukup drastis. Diperkirakan pertumbuhan pariwisata akan minus 7-8% dan mulai tumbuh kembali pada 2023 untuk mencapai kondisi pada 2019.
Sejalan dengan itu, dari laporan konsultan internasional McKinsey memperkirakan wisman akan kembali lagi ke level 2019 pada 2024 (recovery 2019 levels maybe as late as 2024). Itu karena dunia, termasuk Indonesia, masih terus berjuang mengatasi pandemi. Tidak ada pilihan lain, menurut McKinsey, kecuali menggerakkan wisatawan domestik (wisatawan Nusantara) yang menjadi panutan menggerakkan ekonomi lokal dan nasional. Domestic tourist will likely recover faster.
Bila wisatawan domestik akan menjadi prime over kepariwisataan Indonesia, mestinya secara teoretis berdasarkan jumlah penduduk, wisatawan domestik sebagian besar adalah wisatawan muslim yang membutuhkan pelayanan tambahan. Karena itu, pemerintah pusat harus bersinergi dengan pemerintah kabupaten/ kota dalam program recovery karena daerahlah yang mempunyai destinasi. Semakin besar peran pemerintah daerah, semakin berkembang kepariwisataan di daerah itu. Untuk mengakselerasi dan tumbuhnya kembali kepariwisataan daerah diperlukan investasi baru (new investment), terutama untuk penyediaan IT, promosi produk wisata baru seperti MICE, health tourism, medical tourism, spa tourism, wellness tourism (yoga), spiritual tourism, outdoor sport, dan adventure; penyiapan tenaga SDM yang semakin siap, baik sisi pemerintah, maupun di pelaku bisnis pariwisata.
Dukungan dari pemerintah tentu sangat vital mengingat sektor pariwisata mengalami dampak sangat besar. Hal ini tentunya menjadi PR untuk Menteri Parekraf Sandiaga Uno, di samping pengembangan destinasi superprioritas.
Alangkah indahnya bila sebagai konsumen wisatawan muslim memperoleh pelayanan tambahan seperti restoran halal, tempat beribadah, hotel, dan resor yang muslim friendly seperti yang dilakukan Korea, Jepang, dan Thailand. Dengan begitu, wisata halal Indonesia akan semakin dikembangkan baik untuk wisatawan Nusantara maupun mancanegara yang pada akhirnya akan memberikan kontribusi bagi ekonomi Indonesia. Insyaallah.
(bmm)
Lihat Juga :
tulis komentar anda