Darurat Glider Ilegal
Sabtu, 02 Januari 2021 - 10:08 WIB
Letkol Laut (KH) Dr. Gentio Harsono
Staf Pengajar Universitas Pertahanan
Untuk kesekian kalinya pesawat tanpa awak bawah permukaan tanpa izin ditemukan oleh nelayan . Terakhir sebuah glider diduga milik China ditemukan oleh nelayan di dekat perairan Pulau Selayar. Peristiwa ini pun disinggung harian The Guardian (31/12/2020) dalam rubrik Espionage dengan menyebutnya sebagai bagian misi rahasia China. Sebelumnya diberitakan Glider buatan negara yang sama juga ditemukan nelayan di Tanjung Pinang pada Maret 2019 dan di Masalembo Januari 2020. Lokasi penemuan ini hampir terjadi di empat dari sembilan jalur pelayaran penting dunia yang melewati Indonesia dikenal dengan Choke Point, yaitu Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Lombok dan Selat Makassar.
Glider
Glider tidaklah sama dengan drone yang kita kenal selama ini. Sekilas memang mirip roket, dilengkapi sirip di kanan kirinya, pada bagian ujungnya terdapat sensor perekam data elektronik, sementara bagian ekornya terdapat antena berfungsi transmisi data ke satelit yang bekerja saat muncul ke permukaan. Pergerakan glider adalah arah vertikal menggunakan sistem hidrolik umumnya pompa minyak yang dapat mengatur ruang udara sehingga mampu mengapung dan tenggelam. Baterai yang ada digunakan sebagai sumber energi saat glider mengirim data ke satelit. Ini berbeda dengan drone yang pergerakannya oleh baterai yang dibawanya. Saat posisi mengapung, glider memancarkan data ke satelit penerima seperti posisi, parameter insitu seperti arah dan kecepatan arus, temperatur, kadar garam, tekanan, kandungan oksigen, visibilitas pada level kedalaman tertentu. Dengan gaya gravitasinya, glider tenggelam perlahan merekam profil data hingga kedalaman yang diinginkan dan selanjutnya bergerak keatas hingga timbul ke permukaan, sekali lagi glider memancarkan data yang sudah direkam dan begitu seterusnya. Dengan power baterai kering, glider dapat bertahan hingga dua tahun. Dari aspek teknologi, glider bukan termasuk teknologi sulit, sayang sekali di Indonesia tidak banyak insinyur yang tertarik mengembangkan teknologi ini.
Pentingnya Data Bawah Permukaan
Perkembangan teknologi satelit mata mata telah mencapai resolusi sangat tinggi, hampir seluruh obyek di permukaan bumi dapat dilihat dengan gambar sangat jelas dalam hitungan centimeter dan pergerakannya pun dalam detik. Namun tidak berlaku pada objek bawah laut, yang dibatasi oleh kemampuan penetrasi cahaya matahari terhadap kedalaman. Inilah alasan mengapa deteksi objek bawah laut masih bertahan menggunakan komunikasi akustik tak terkecuali sistem navigasi kapal selam. Sistem komunikasi dimana gelombang elektromagnetik tidak tidak dapat bekerja karena faktor absorbsi kuat molekul air pada lapisan pertamanya. Hewan laut seperti paus dan lumba-lumba adalah satwa yang paling sukses menggunakan sistem komunikasi ini.
( ).
Gelombang Dalam
Staf Pengajar Universitas Pertahanan
Untuk kesekian kalinya pesawat tanpa awak bawah permukaan tanpa izin ditemukan oleh nelayan . Terakhir sebuah glider diduga milik China ditemukan oleh nelayan di dekat perairan Pulau Selayar. Peristiwa ini pun disinggung harian The Guardian (31/12/2020) dalam rubrik Espionage dengan menyebutnya sebagai bagian misi rahasia China. Sebelumnya diberitakan Glider buatan negara yang sama juga ditemukan nelayan di Tanjung Pinang pada Maret 2019 dan di Masalembo Januari 2020. Lokasi penemuan ini hampir terjadi di empat dari sembilan jalur pelayaran penting dunia yang melewati Indonesia dikenal dengan Choke Point, yaitu Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Lombok dan Selat Makassar.
Glider
Glider tidaklah sama dengan drone yang kita kenal selama ini. Sekilas memang mirip roket, dilengkapi sirip di kanan kirinya, pada bagian ujungnya terdapat sensor perekam data elektronik, sementara bagian ekornya terdapat antena berfungsi transmisi data ke satelit yang bekerja saat muncul ke permukaan. Pergerakan glider adalah arah vertikal menggunakan sistem hidrolik umumnya pompa minyak yang dapat mengatur ruang udara sehingga mampu mengapung dan tenggelam. Baterai yang ada digunakan sebagai sumber energi saat glider mengirim data ke satelit. Ini berbeda dengan drone yang pergerakannya oleh baterai yang dibawanya. Saat posisi mengapung, glider memancarkan data ke satelit penerima seperti posisi, parameter insitu seperti arah dan kecepatan arus, temperatur, kadar garam, tekanan, kandungan oksigen, visibilitas pada level kedalaman tertentu. Dengan gaya gravitasinya, glider tenggelam perlahan merekam profil data hingga kedalaman yang diinginkan dan selanjutnya bergerak keatas hingga timbul ke permukaan, sekali lagi glider memancarkan data yang sudah direkam dan begitu seterusnya. Dengan power baterai kering, glider dapat bertahan hingga dua tahun. Dari aspek teknologi, glider bukan termasuk teknologi sulit, sayang sekali di Indonesia tidak banyak insinyur yang tertarik mengembangkan teknologi ini.
Pentingnya Data Bawah Permukaan
Perkembangan teknologi satelit mata mata telah mencapai resolusi sangat tinggi, hampir seluruh obyek di permukaan bumi dapat dilihat dengan gambar sangat jelas dalam hitungan centimeter dan pergerakannya pun dalam detik. Namun tidak berlaku pada objek bawah laut, yang dibatasi oleh kemampuan penetrasi cahaya matahari terhadap kedalaman. Inilah alasan mengapa deteksi objek bawah laut masih bertahan menggunakan komunikasi akustik tak terkecuali sistem navigasi kapal selam. Sistem komunikasi dimana gelombang elektromagnetik tidak tidak dapat bekerja karena faktor absorbsi kuat molekul air pada lapisan pertamanya. Hewan laut seperti paus dan lumba-lumba adalah satwa yang paling sukses menggunakan sistem komunikasi ini.
( ).
Gelombang Dalam
tulis komentar anda