Abaikan Putusan MA, DPD Nilai Pemerintah Bebani Masyarakat
Kamis, 14 Mei 2020 - 15:49 WIB
JAKARTA - Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menilai pemerintah telah membebani masyarakat dengan mengabaikan putusan Mahkamah Agung (MA) terkait pembatalan Perpres Nomor 75 terkait kenaikan iuran BPJS Kesehatan. (Baca juga: Politikus dari Partai Pendukung Pemerintah Ini Tak Sepakat Iuran BPJS Naik)
Wakil Ketua Komite III DPD Evi Apita Maya mengatakan, pemerintah seharusnya mengedepankanisi pertimbangan hukum putusan MA Nomor 7 P/HUM/2020. Dalam putusan tersebut dinyatakan bahwa terjadinya defisit anggaran BPJS karena kesalahan dan kecurangan (fraud) dalam pengelolaan BPJS Kesehatan tidak boleh dibebankan kepada masyarakat. ”Putusan MA soal pembatalan kenaikan iuran BPJS telah terang benderang mengamanatkan agar pemerintah tidak boleh memberikan beban kepada masyarakat,” ujar senator asal NTB itu, Kamis (14/5/2020). (Baca juga: Politikus PDIP Minta Pemerintah Bebaskan Iuran BPJS Kesehatan
Selain itu, DPD menolak keras kenaikan iuran BPJS Kesehatan untuk kelas III pada 2021 mendatang dengan pertimbangan segmen peserta tersebut notabene adalah kalangan masyarakat menengah ke bawah. (Baca juga: Tolak Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan, Buruh Siapkan Gugatan)
Diketahui, Perpres No 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan kembali menaikan tarif iuran BPJS untuk kelas I dan kelas II sampai pada angka 90% lebih. Kelas I yang sebelumnnya membayar Rp80.000, sekarang menjadi Rp150.000. Sedangkan kelas II yang awalnya dikenakan tarif iuran Rp51.000, mulai 1 Juli nanti naik menjadi Rp100.000.
Anggota Komite III Evi Zainal Abidin menambahkan, pemerintah seharusnya mempertimbangkan juga kemampuan masyarakat. Pihaknya sangat memahami kondisi keuangan negara yang saat ini mengalami defisit karena penanganan Corona. Namun tidak seharusnya negara yang berkewajiban memberi jaminan kesehatan kepada rakyatnya, justru menaikan iuran BPJS Kesehatan di saat kondisi rakyat sedang terpuruk. “Bak pepatah sudah jatuh tertimpa tangga pula. Jika keuangan negara saja sudah tidak mampu apalagi kemampuan keuangan masyarakat yang saat ini juga di tengah dikepung oleh derasnya arus PHK,” tutur Dapil Jawa Timur ini.
Menurutnya, dalam Undang-Undang No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyenggara Jaminan Sosial dinyatakan bahwa penyelenggaraan sistem jaminan sosial harus berdasarkan asas kemanusiaan, manfaat, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. “Oleh karenanya, sesuai dengan putusan MA pemerintah dalam menjalankan jaminan sosial harus betul-betul berlandaskan asas-asas tersebut,” papar Eza.
Wakil Ketua Komite III DPD Evi Apita Maya mengatakan, pemerintah seharusnya mengedepankanisi pertimbangan hukum putusan MA Nomor 7 P/HUM/2020. Dalam putusan tersebut dinyatakan bahwa terjadinya defisit anggaran BPJS karena kesalahan dan kecurangan (fraud) dalam pengelolaan BPJS Kesehatan tidak boleh dibebankan kepada masyarakat. ”Putusan MA soal pembatalan kenaikan iuran BPJS telah terang benderang mengamanatkan agar pemerintah tidak boleh memberikan beban kepada masyarakat,” ujar senator asal NTB itu, Kamis (14/5/2020). (Baca juga: Politikus PDIP Minta Pemerintah Bebaskan Iuran BPJS Kesehatan
Selain itu, DPD menolak keras kenaikan iuran BPJS Kesehatan untuk kelas III pada 2021 mendatang dengan pertimbangan segmen peserta tersebut notabene adalah kalangan masyarakat menengah ke bawah. (Baca juga: Tolak Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan, Buruh Siapkan Gugatan)
Diketahui, Perpres No 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan kembali menaikan tarif iuran BPJS untuk kelas I dan kelas II sampai pada angka 90% lebih. Kelas I yang sebelumnnya membayar Rp80.000, sekarang menjadi Rp150.000. Sedangkan kelas II yang awalnya dikenakan tarif iuran Rp51.000, mulai 1 Juli nanti naik menjadi Rp100.000.
Anggota Komite III Evi Zainal Abidin menambahkan, pemerintah seharusnya mempertimbangkan juga kemampuan masyarakat. Pihaknya sangat memahami kondisi keuangan negara yang saat ini mengalami defisit karena penanganan Corona. Namun tidak seharusnya negara yang berkewajiban memberi jaminan kesehatan kepada rakyatnya, justru menaikan iuran BPJS Kesehatan di saat kondisi rakyat sedang terpuruk. “Bak pepatah sudah jatuh tertimpa tangga pula. Jika keuangan negara saja sudah tidak mampu apalagi kemampuan keuangan masyarakat yang saat ini juga di tengah dikepung oleh derasnya arus PHK,” tutur Dapil Jawa Timur ini.
Menurutnya, dalam Undang-Undang No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyenggara Jaminan Sosial dinyatakan bahwa penyelenggaraan sistem jaminan sosial harus berdasarkan asas kemanusiaan, manfaat, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. “Oleh karenanya, sesuai dengan putusan MA pemerintah dalam menjalankan jaminan sosial harus betul-betul berlandaskan asas-asas tersebut,” papar Eza.
(cip)
tulis komentar anda