Tren dan Solusi Masa Depan Public Relations (Catatan Akhir Tahun)
Kamis, 31 Desember 2020 - 09:00 WIB
Nico Wattimena
Dosen Senior LSPR dan Praktisi PR
PERUBAHAN yang cepat dalam perkembangan teknologi –mulai dari digitalisasi dalam proses hingga timbulnya model bisnis dan mekanisme kerja yang baru—menyajikan peluang maupun ancaman bagi para praktisi komunikasi. Dengan fokus yang sangat kuat pada masa depan yang jauh serta pada pembuatan kerangka kerja standar untuk mengakomodasi pengembangan profesi yang masih hirarkis, para pelaku komunikasi (baik praktisi maupun pengajar) akan berhadapan kesenjangan perkembangan saat mereka mengulangi kesalahan yang sama di masa lalu atau tidak siap menghadapi masa depan.
Sebuah studi yang melibatkan pelaku komunikasi senior, akademisi dan konsultan berpengalaman (PR 2025) telah merumuskan bagaimana transisi serta periodisasi public relations (PR) dan komunikasi dalam jangka menengah. Studi tersebut juga telah mengidentifikasi berbagai kompetensi yang dibutuhkan untuk menjaga keyakinan dan relevansi terhadap profesi PR serta para pelakunya yang profesional.
PR dan komunikasi akan terus berjuang dengan gigih secara terus menerus untuk memainkan peranan utama dalam kegiatan bisnis serta menjadi penasihat yang terpercaya. Untuk mencapai hal tersebut, diyakini bahwa PR dan komunikasi seharusnya semakin menjembatani dialog atau interaksi antara organisasi dan para pemangku kepentingannya.
Memfasilitasi dialog di masa depan digital dari mikro-publik yang terhubung yang dapat terputus secara geografis dan beragam budaya dan bahasa dalam sebuah tantangan besar. Bagi para pemula, penekanan yang lebih besar diberikan kepada komunikasi antar teman serta terhadap bisnis dan model bisnis. Hal ini membuat kepercayaan sebagai aset yang penting bagi pelaku komunikasi. Dalam hal ini, transparansi dan konten yang relevan merupakan cara untuk mencapainya. Namun, cara ini menimbulkan beberapa ancaman, yakni mengurangi tuntutan dan loyalitas pemangku kepentingan yang berlawanan; menyeimbangkan transparansi dan akses informasi dengan informasi yang berlebihan; dan menyeimbangkan kepentingan-kepentingan bisnis dengan dampak sosial.
Jadi tidaklah heran jika literasi (dan etika) digital serta pembuatan konten di berbagai platform merupakan kompetensi teknis tertinggi dan penting dalam jangka menengah. Menguasai strategi (mulai dari pengembangan hingga evaluasi), di satu sisi, merupakan kompetensi manajerial yang utama.
Menentukan berbagai kompetensi yang dibutuhkan merupakan satu hal, tetapi untuk mencapainya merupakan hal yang berliku, khususnya ketika mempertimbangkan pelatihan yang ditawarkan saat ini. Misalnya, pelatihan teknologi telah memperoleh pengakuan akan kebutuhannya, sehingga para responden melaporkan bahwa ada beberapa opsi pengembangan lainnya di dalam organisasi dengan solusi yang lebih disukai. Hal ini bagaimana pun bukan terjadi untuk pelatihan manajemen atau bisnis; sebaliknya para praktisi (komunikasi) harus melakukan sendiri jika harus mengidentifikasi dan mendorong pelatihan, sedangkan organisasi menyediakan sumber daya dan materi terbaiknya.
Melihat ke depan, ada tiga solusi utama yaitu, alokasi waktu dan uang yang sesuai, kolaborasi dan dukungan pranata-pranata pendidikan termasuk penelitian, dan gabungan solusi pelatihan internal dan eksternal yang didorong oleh penilaian terhadap kebutuhan pengembangan pribadi dan organisasi secara kolaboratif.
Dosen Senior LSPR dan Praktisi PR
PERUBAHAN yang cepat dalam perkembangan teknologi –mulai dari digitalisasi dalam proses hingga timbulnya model bisnis dan mekanisme kerja yang baru—menyajikan peluang maupun ancaman bagi para praktisi komunikasi. Dengan fokus yang sangat kuat pada masa depan yang jauh serta pada pembuatan kerangka kerja standar untuk mengakomodasi pengembangan profesi yang masih hirarkis, para pelaku komunikasi (baik praktisi maupun pengajar) akan berhadapan kesenjangan perkembangan saat mereka mengulangi kesalahan yang sama di masa lalu atau tidak siap menghadapi masa depan.
Sebuah studi yang melibatkan pelaku komunikasi senior, akademisi dan konsultan berpengalaman (PR 2025) telah merumuskan bagaimana transisi serta periodisasi public relations (PR) dan komunikasi dalam jangka menengah. Studi tersebut juga telah mengidentifikasi berbagai kompetensi yang dibutuhkan untuk menjaga keyakinan dan relevansi terhadap profesi PR serta para pelakunya yang profesional.
PR dan komunikasi akan terus berjuang dengan gigih secara terus menerus untuk memainkan peranan utama dalam kegiatan bisnis serta menjadi penasihat yang terpercaya. Untuk mencapai hal tersebut, diyakini bahwa PR dan komunikasi seharusnya semakin menjembatani dialog atau interaksi antara organisasi dan para pemangku kepentingannya.
Memfasilitasi dialog di masa depan digital dari mikro-publik yang terhubung yang dapat terputus secara geografis dan beragam budaya dan bahasa dalam sebuah tantangan besar. Bagi para pemula, penekanan yang lebih besar diberikan kepada komunikasi antar teman serta terhadap bisnis dan model bisnis. Hal ini membuat kepercayaan sebagai aset yang penting bagi pelaku komunikasi. Dalam hal ini, transparansi dan konten yang relevan merupakan cara untuk mencapainya. Namun, cara ini menimbulkan beberapa ancaman, yakni mengurangi tuntutan dan loyalitas pemangku kepentingan yang berlawanan; menyeimbangkan transparansi dan akses informasi dengan informasi yang berlebihan; dan menyeimbangkan kepentingan-kepentingan bisnis dengan dampak sosial.
Jadi tidaklah heran jika literasi (dan etika) digital serta pembuatan konten di berbagai platform merupakan kompetensi teknis tertinggi dan penting dalam jangka menengah. Menguasai strategi (mulai dari pengembangan hingga evaluasi), di satu sisi, merupakan kompetensi manajerial yang utama.
Menentukan berbagai kompetensi yang dibutuhkan merupakan satu hal, tetapi untuk mencapainya merupakan hal yang berliku, khususnya ketika mempertimbangkan pelatihan yang ditawarkan saat ini. Misalnya, pelatihan teknologi telah memperoleh pengakuan akan kebutuhannya, sehingga para responden melaporkan bahwa ada beberapa opsi pengembangan lainnya di dalam organisasi dengan solusi yang lebih disukai. Hal ini bagaimana pun bukan terjadi untuk pelatihan manajemen atau bisnis; sebaliknya para praktisi (komunikasi) harus melakukan sendiri jika harus mengidentifikasi dan mendorong pelatihan, sedangkan organisasi menyediakan sumber daya dan materi terbaiknya.
Melihat ke depan, ada tiga solusi utama yaitu, alokasi waktu dan uang yang sesuai, kolaborasi dan dukungan pranata-pranata pendidikan termasuk penelitian, dan gabungan solusi pelatihan internal dan eksternal yang didorong oleh penilaian terhadap kebutuhan pengembangan pribadi dan organisasi secara kolaboratif.
tulis komentar anda