Kewajiban Rapid Test Antigen saat Liburan Dinilai Bebani Masyarakat
Minggu, 27 Desember 2020 - 21:05 WIB
JAKARTA - Selama libur panjang Natal 2020 dan Tahun Baru 2021 , pemerintah membuat kebijakan mewajibkan pelaku perjalanan antar kota dan provinsi untuk melakukan rapid test antigen . Kebijakan ini sebagai pengganti rapid test antibodi karena dinilai lebih akurat.
Terkait kebijakan ini, anggota Komisi IX DPR RI Intan Fauzi menilai, kebijakan pemerintah ini membuat banyak pihak bingung, hingga berujung membebani masyarakat. Harga tesnya lebih mahal, padahal rapid test antigen pun kurang akurat.
"Kalau kita mau bicara keefektifannya tentu PCR swab, akurasi tinggi. Nah, ini (kebijakan rapid test antigen) kan membebani masyarakat," kata Intan saat dihubungi, Minggu (27/12/2020). ( )
Menurut Intan, rapid test antigen ini semestinya menjadi tugas pemerintah dalam rangka menggencarkan 3T atau testing, tracing dan treatment. Masyarakat seharusnya tidak dibebani biaya apa pun, apalagi tak semua mampu membayar tes secara mandiri.
"Itu seharusnya pemerintah yang terus melakukan secara masif melakukan testing and tracing. Harusnya dilakukan secara gratis kepada seluruh masyarakat, sehingga pandemi kita ini berakhir. Ini kan kita memperpanjang masalah," katanya.
Legislator Dapil Bekasi-Depok ini melihat, tidak semua daerah memiliki fasilitas maupun jumlah alat rapid test antigen yang memadai. Jadi, dengan perubahan kebijakan yang dinilainya cukup mendadak, pemerintah semestinya melakukan sosialisasi terlebih dahulu, bukan alih-alih langsung memberlakukannya. (
)
"Artinya biasanya aturan ada sosialisasi. Kalau kemudian jawaban pemerintah ada sosialisasi itu kan media saja menulis, padahal masih dikaji. Intinya kekhususan antigen ini patut dipertanyakan juga," ujar Intan.
Untuk diketahui, Satgas COVID-19 sebelumnya mengeluarkan aturan baru melalui Surat Edaran Nomor 3 Tahun 2020 tentang Protokol Kesehatan Perjalanan Orang Selama Libur Hari Raya Natal dan Menyambut Tahun Baru 2021 dalam Masa Pandemi COVID-19. Yang menjadi sorotan adalah kewajiban melaksanakan rapid test antigen. Surat edaran ini berlaku sejak 19 Desember 2020 hingga 8 Januari 2021.
Terkait kebijakan ini, anggota Komisi IX DPR RI Intan Fauzi menilai, kebijakan pemerintah ini membuat banyak pihak bingung, hingga berujung membebani masyarakat. Harga tesnya lebih mahal, padahal rapid test antigen pun kurang akurat.
"Kalau kita mau bicara keefektifannya tentu PCR swab, akurasi tinggi. Nah, ini (kebijakan rapid test antigen) kan membebani masyarakat," kata Intan saat dihubungi, Minggu (27/12/2020). ( )
Menurut Intan, rapid test antigen ini semestinya menjadi tugas pemerintah dalam rangka menggencarkan 3T atau testing, tracing dan treatment. Masyarakat seharusnya tidak dibebani biaya apa pun, apalagi tak semua mampu membayar tes secara mandiri.
"Itu seharusnya pemerintah yang terus melakukan secara masif melakukan testing and tracing. Harusnya dilakukan secara gratis kepada seluruh masyarakat, sehingga pandemi kita ini berakhir. Ini kan kita memperpanjang masalah," katanya.
Legislator Dapil Bekasi-Depok ini melihat, tidak semua daerah memiliki fasilitas maupun jumlah alat rapid test antigen yang memadai. Jadi, dengan perubahan kebijakan yang dinilainya cukup mendadak, pemerintah semestinya melakukan sosialisasi terlebih dahulu, bukan alih-alih langsung memberlakukannya. (
Baca Juga
"Artinya biasanya aturan ada sosialisasi. Kalau kemudian jawaban pemerintah ada sosialisasi itu kan media saja menulis, padahal masih dikaji. Intinya kekhususan antigen ini patut dipertanyakan juga," ujar Intan.
Untuk diketahui, Satgas COVID-19 sebelumnya mengeluarkan aturan baru melalui Surat Edaran Nomor 3 Tahun 2020 tentang Protokol Kesehatan Perjalanan Orang Selama Libur Hari Raya Natal dan Menyambut Tahun Baru 2021 dalam Masa Pandemi COVID-19. Yang menjadi sorotan adalah kewajiban melaksanakan rapid test antigen. Surat edaran ini berlaku sejak 19 Desember 2020 hingga 8 Januari 2021.
(abd)
tulis komentar anda