Koalisi Masyarakat Sipil Nilai Perpres TNI Tangani Terorisme Multitafsir
Jum'at, 18 Desember 2020 - 20:49 WIB
JAKARTA - Direktur Eksekutif Imparsial Al Araf menilai Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang tugas TNI dalam mengatasi aksi terorisme , multitafsir. Di dalam Perpres tersebut banyak pasal multitafsir yang membuat TNI mempunyai keleluasaan untuk melakukan penanganan terorisme di dalam negeri secara luas.
"Dengan kewenangan yang luas dalam mengatasi aksi terorisme sebagaimana dimaksud dalam draf peraturan presiden pelibatan TNI dalam mengatasi aksi terorisme, maka akan membuka ruang tumpang tindih fungsi dan kerja antara TNI dengan institusi keamanan lainnya yakni dengan Polri, BIN dan BNPT itu sendiri," kata Al Araf dalam keterangannya, Jumat (18/12/2020).
Hal tersebut akan membuat pola penanganan terorisme tidak efektif yang akan menjadi tumpang tindih di lapangan. "Hal ini justru akan membuat pola penanganan terorisme menjadi tidak efektif dan akan menimbulkan overlapping tugas dan kerja," katagnya. (
)
Oleh karena itu, Koalisi Masyarakat Sipil menilai draf Perpres masih mengandung sejumlah pasal bermasalah yang dapat mengancam kebebasan sipil, mengganggu kehidupan demokrasi, merusak crimincal justice system dan berpotensi menimbulkan tumpang tindih antarkelembagaan di kemudian hari.
"Kami mendesak pemerintah untuk menunda pembahasan draf Perpres tersebut dan mengakomodir berbagai masukan dari kalangan masyarakat sipil," katanya.
Untuk diketahui, Koalisi Masyarakat Sipil terdiri dari beberapa lembaga seperti Elsam, Imparsial, PBHI, KontraS, YLBHI, Setara Institute, HRWG, LBH Pers, YPII, PPHD Univ. Brawijaya, Pusham Unimed, Public Virtue Research Institute, IDeKa Indonesia, Centra Initiatives, LBH Jakarta, dan ICJR. ( )
"Dengan kewenangan yang luas dalam mengatasi aksi terorisme sebagaimana dimaksud dalam draf peraturan presiden pelibatan TNI dalam mengatasi aksi terorisme, maka akan membuka ruang tumpang tindih fungsi dan kerja antara TNI dengan institusi keamanan lainnya yakni dengan Polri, BIN dan BNPT itu sendiri," kata Al Araf dalam keterangannya, Jumat (18/12/2020).
Hal tersebut akan membuat pola penanganan terorisme tidak efektif yang akan menjadi tumpang tindih di lapangan. "Hal ini justru akan membuat pola penanganan terorisme menjadi tidak efektif dan akan menimbulkan overlapping tugas dan kerja," katagnya. (
Baca Juga
Oleh karena itu, Koalisi Masyarakat Sipil menilai draf Perpres masih mengandung sejumlah pasal bermasalah yang dapat mengancam kebebasan sipil, mengganggu kehidupan demokrasi, merusak crimincal justice system dan berpotensi menimbulkan tumpang tindih antarkelembagaan di kemudian hari.
"Kami mendesak pemerintah untuk menunda pembahasan draf Perpres tersebut dan mengakomodir berbagai masukan dari kalangan masyarakat sipil," katanya.
Untuk diketahui, Koalisi Masyarakat Sipil terdiri dari beberapa lembaga seperti Elsam, Imparsial, PBHI, KontraS, YLBHI, Setara Institute, HRWG, LBH Pers, YPII, PPHD Univ. Brawijaya, Pusham Unimed, Public Virtue Research Institute, IDeKa Indonesia, Centra Initiatives, LBH Jakarta, dan ICJR. ( )
(abd)
Lihat Juga :
tulis komentar anda