Hari Nusantara Menuju Indonesia Poros Maritim Dunia
Selasa, 15 Desember 2020 - 04:30 WIB
Rokhmin Dahuri
Ketua Umum GANTI (Gerakan Nelayan Tani Indonesia)
KENDATI Deklarasi Djoeanda 13 Desember 1957 sangat penting bagi kejayaan bangsa Indonesia, kita baru memperingatinya sejak Pemerintahan Presiden KH Abdurrahman Wahid pada 13 Desember 2000. Kemudian melalui Keppres No.126/2001 Presiden Megawati Soekarnoputri mengukuhkan Hari Nusantara, 13 Desember, sebagai Hari Nasional yang diperingati setiap tahun. Tanpa Deklarasi Djoeanda, potensi kekayaan laut RI hanya sepertiga dari potensi yang kita miliki sekarang. Pasalnya, wilayah laut Indonesia saat itu hanya meliputi laut sejauh 3 mil dari garis pantai yang mengelilingi pulau-pulau NKRI sehingga di antara pulau-pulau NKRI terdapat laut internasional, yang memisahkan satu pulau dengan lainnya. Kondisi semacam itu merupakan ancaman bagi persatuan dan kesatuan NKRI.
Maka, atas instruksi Presiden Soekarno, Ir Djoeanda, Perdana Menteri RI saat itu pada 13 Desember 1957 mendeklarasikan kepada dunia, bahwa wilayah laut Indonesia tidaklah sebatas itu, sebagaimana diatur dalam Territoriale Zee Maritiem Kringen Ordonantie 1939. Wilayah laut Indonesia adalah termasuk laut di sekitar, di antara, dan di dalam Kepulauan NKRI. Deklarasi yang berisikan konsepsi Negara Kepulauan tersebut diterima oleh masyarakat dunia dan ditetapkan dalam Konvensi Hukum Laut PBB 1982.
Peran Strategis Laut
Sejak 1982 Indonesia memiliki wilayah laut sangat luas, sekitar 5,8 juta km2 atau tiga perempat dari total wilayah NKRI. Di dalamnya terdapat 17.504 pulau dan dikelilingi garis pantai sepanjang 95.200 km. Fakta fisik inilah yang membuat Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Di sinilah Deklarasi Djoeanda mendapatkan peran geopolitik yang sangat strategis bagi kesatuan, persatuan, dan kedaulatan NKRI. Oleh karena itu, Deklarasi Djoeanda sejatinya merupakan salah satu dari tiga pilar utama bangunan kesatuan dan persatuan NKRI, yaitu: (1) Kesatuan Kejiwaan yang dinyatakan dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928; (2) Kesatuan Kenegaraan dalam NKRI yang diproklamirkan oleh Soekarno-Hatta pada 17 Agustus 1945; dan (3) Kesatuan Kewilayahan (darat, laut, dan udara) yang dideklarasikan oleh Perdana Menteri Djoeanda pada 13 Desember 1957.
Laut juga memiliki peran geoekonomi sangat krusial bagi kemajuan dan kemakmuran Indonesia. Wilayah laut dan pesisir Indonesia mengandung kekayaan alam yang luar biasa besar, yang dapat kita daya gunakan untuk kemajuan dan kemakmuran bangsa melalui 11 sektor ekonomi kelautan: (1) perikanan tangkap, (2) perikanan budi daya, (3) industri pengolahan hasil perikanan, (4) industri bioteknologi kelautan, (5) pertambangan dan energi, (6) pariwisata bahari, (7) hutan mangrove, (8) perhubungan laut, (9) sumber daya wilayah pulau-pulau kecil, (10) industri dan jasa maritim, dan (11) SDA nonkonvensional. Total nilai ekonomi dari ke-11 sektor kelautan itu mencapai 1,4 triliun dolar AS/tahun, sekitar 1,3 kali PDB dan 7 kali APBN tahun 2020, dan dapat menyediakan lapangan kerja untuk 45 juta orang. Sekitar 45% dari total barang yang diperdagangkan di dunia, dengan nilai USD15 triliun/tahun, dikapalkan melalui laut NKRI (UNCTAD, 2016).
Roadmap Pembangunan Kelautan
Salah satu terobosan Presiden Jokowi sejak periode pertama pemerintahannya (2014 – 2019) adalah mewujudkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia (PMD), yakni Indonesia yang maju, sejahtera, dan berdaulat berbasis pada ekonomi kelautan, hankam dan budaya maritim. Selain itu, Indonesia diharapkan bisa menjadi a role model bagi bangsa-bangsa lain di dunia dalam berbagai bidang kelautan, mulai dari ekonomi, IPTEK, hankam sampai ocean governance.
Ketua Umum GANTI (Gerakan Nelayan Tani Indonesia)
KENDATI Deklarasi Djoeanda 13 Desember 1957 sangat penting bagi kejayaan bangsa Indonesia, kita baru memperingatinya sejak Pemerintahan Presiden KH Abdurrahman Wahid pada 13 Desember 2000. Kemudian melalui Keppres No.126/2001 Presiden Megawati Soekarnoputri mengukuhkan Hari Nusantara, 13 Desember, sebagai Hari Nasional yang diperingati setiap tahun. Tanpa Deklarasi Djoeanda, potensi kekayaan laut RI hanya sepertiga dari potensi yang kita miliki sekarang. Pasalnya, wilayah laut Indonesia saat itu hanya meliputi laut sejauh 3 mil dari garis pantai yang mengelilingi pulau-pulau NKRI sehingga di antara pulau-pulau NKRI terdapat laut internasional, yang memisahkan satu pulau dengan lainnya. Kondisi semacam itu merupakan ancaman bagi persatuan dan kesatuan NKRI.
Maka, atas instruksi Presiden Soekarno, Ir Djoeanda, Perdana Menteri RI saat itu pada 13 Desember 1957 mendeklarasikan kepada dunia, bahwa wilayah laut Indonesia tidaklah sebatas itu, sebagaimana diatur dalam Territoriale Zee Maritiem Kringen Ordonantie 1939. Wilayah laut Indonesia adalah termasuk laut di sekitar, di antara, dan di dalam Kepulauan NKRI. Deklarasi yang berisikan konsepsi Negara Kepulauan tersebut diterima oleh masyarakat dunia dan ditetapkan dalam Konvensi Hukum Laut PBB 1982.
Peran Strategis Laut
Sejak 1982 Indonesia memiliki wilayah laut sangat luas, sekitar 5,8 juta km2 atau tiga perempat dari total wilayah NKRI. Di dalamnya terdapat 17.504 pulau dan dikelilingi garis pantai sepanjang 95.200 km. Fakta fisik inilah yang membuat Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Di sinilah Deklarasi Djoeanda mendapatkan peran geopolitik yang sangat strategis bagi kesatuan, persatuan, dan kedaulatan NKRI. Oleh karena itu, Deklarasi Djoeanda sejatinya merupakan salah satu dari tiga pilar utama bangunan kesatuan dan persatuan NKRI, yaitu: (1) Kesatuan Kejiwaan yang dinyatakan dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928; (2) Kesatuan Kenegaraan dalam NKRI yang diproklamirkan oleh Soekarno-Hatta pada 17 Agustus 1945; dan (3) Kesatuan Kewilayahan (darat, laut, dan udara) yang dideklarasikan oleh Perdana Menteri Djoeanda pada 13 Desember 1957.
Laut juga memiliki peran geoekonomi sangat krusial bagi kemajuan dan kemakmuran Indonesia. Wilayah laut dan pesisir Indonesia mengandung kekayaan alam yang luar biasa besar, yang dapat kita daya gunakan untuk kemajuan dan kemakmuran bangsa melalui 11 sektor ekonomi kelautan: (1) perikanan tangkap, (2) perikanan budi daya, (3) industri pengolahan hasil perikanan, (4) industri bioteknologi kelautan, (5) pertambangan dan energi, (6) pariwisata bahari, (7) hutan mangrove, (8) perhubungan laut, (9) sumber daya wilayah pulau-pulau kecil, (10) industri dan jasa maritim, dan (11) SDA nonkonvensional. Total nilai ekonomi dari ke-11 sektor kelautan itu mencapai 1,4 triliun dolar AS/tahun, sekitar 1,3 kali PDB dan 7 kali APBN tahun 2020, dan dapat menyediakan lapangan kerja untuk 45 juta orang. Sekitar 45% dari total barang yang diperdagangkan di dunia, dengan nilai USD15 triliun/tahun, dikapalkan melalui laut NKRI (UNCTAD, 2016).
Roadmap Pembangunan Kelautan
Salah satu terobosan Presiden Jokowi sejak periode pertama pemerintahannya (2014 – 2019) adalah mewujudkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia (PMD), yakni Indonesia yang maju, sejahtera, dan berdaulat berbasis pada ekonomi kelautan, hankam dan budaya maritim. Selain itu, Indonesia diharapkan bisa menjadi a role model bagi bangsa-bangsa lain di dunia dalam berbagai bidang kelautan, mulai dari ekonomi, IPTEK, hankam sampai ocean governance.
Lihat Juga :
tulis komentar anda